Rahmat Nugraha, Juara Nasional Debat Berbahasa Inggris dari Gayo

Rahmat Nugraha,begitu namanya. Siswa Kelas 2 SMAN Modal Bangsa Banda Aceh, kelahiran Takengon 21 Januari 1995. Ia bersama rekannya Pocut Adila Nadiva dan Cut Maghfirah Faisal dari Tim Aceh berhasil menyabot juara pertama di ajang National Schools Debating Championship (NSDC) 2011, 26 Mei-1 Juni di Jakarta.

NSDC merupakan sebuah kompetisi debat Bahasa Inggris yang diselenggarakan oleh Kemendiknas dan diikuti oleh setiap provinsi seluruh di Indonesia. Setiap provinsi berhak mengirimkan satu tim debat yang terdiri dari 3 orang. Tujuannya untuk menciptakan pemimpin yang berkualitas di masa yang akan datang dan menyeleksi generasi baru yang mampu berfikir kritis serta tajam.

Nunug, begitu ia biasa dipanggil oleh teman-temannya menjelaskan dalam debat tersebut mereka membahas banyak hal tentang issue nasional dan internasional, seperti ekonomi, politik, lingkungan, hukum, kriminal, kesehatan, masyarakat dan pendidikan.

Siswa yang mengambil debat, theater dan paduan suara sebagai kegiatan ekstrakurikulernya di sekolah ini mengaku sangat senang dapat mengikuti sekaligus menjadi juara pada NSDC 2011 ini. “Pada ajang ini saya bisa berkenalan dengan banyak teman dari berbagai daerah, ilmu bertambah, dan yang paling utama dapat berkenalan dengan debaters terbaik se Indonesia tingkat SMA”, ujarnya kepada Lintas Gayo, Sabtu (4/6). Kemendiknas memberikan beasiswa bagi para juara untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.

Memandang Gayo, menurut Nunug yang paling utama perlu dibenahi adalah masalah pendidikan. “Sebenarnya anak-anak Gayo itu memiliki kemampuan yang luar biasa mulai dari seni, anak Gayo memiliki kemampuan Didong dan Tari Saman yang disanjung daerah bahkan negara lain. Jika berbicara segi pendidikan, Daerah Gayo masih sangat minim, seperti fasilitas sekolah dan informasi untuk melanjutkan pendidikan,” kata Nunug.

Harusnya, lanjutnya ada perubahan dari paradigma masyarakat yang menganggap bahwa pendidikan tidak penting. Terbukti dari banyaknya keluarga yang mendukung anaknya untuk menikah muda di daerah terpencil, dan pada akhirnya anaknya akan hidup dengan seadanya karena kurangnya skill untuk mencari pekerjaan dan hidup yang layak.

Atau paradigma yang menyatakan bahwa wanita hanya boleh dirumah, memasak dan menjaga anak, tidak usah bekerja, hal ini membuat wanita berfikir jika melanjutkan pendidikan akan sia-sia saja, karena pada akhirnya akan menikah dan hanya diam di rumah”.

Ia berpendapat pemerintah harus lakukan pemerataan pendidikan bagi anak-anak yang kurang mampu melanjutkan pendidikan karena pemerintah punya tanggung jawab di bidang kesejahteraan, kesehatan, perlindungan, pendidikan, dan lainnya seperti yang tercantum dalam UUD 1945.

Terkait Hari Lingkungan Hidup yang jatuh pada 5 Juni, menurut Nunug lingkungan Gayo masih bagus dan alami, karena sektor utamanya masih agrikultur yang tidak menghasilkan emisi, juga belum banyak terdapat sektor industry. Selain masalah emisi yang menjadi global warming, masalah limbah rumah tangga yang dibuang ke sungai juga perlu diatasi dan sebaiknya dilakukan pembenahan oleh Pemkab, seperti lokasi tempat sampah yang jelas.

Karena dengan kejadian seperti tersebut sangat merusak ekosistem di sungai dan mencemari air. Sebaiknya pemerintah menyesuaikan dengan keadaan lingkungan, tidak hanya fokus pada satu sektor, tetapi bisa mempromosikan sektor lain untuk dikembangkan, seperti sektor pariwisata, sektor perikanan, kehutanan dan juga perkebunan, karena didukung oleh lahan dan tempat juga kondisi yang strategis,” ujar putra yang bercita-cita menjadi diplomat ini panjang lebar.

Pesannya kepada pembaca Lintas Gayo “ora et labora, usaha dan do’a, itu yang paling penting. Jangan pernah kalah sebelum berperang, dan confident kalo kita saja tidak percaya sama kemampuan diri sendiri apalagi orang lain.” (yy)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments