Rasanya kebas di lidah. Di Gayo sudah menjadi tradisi turun temurun, tumbuhan berbiji kecil ini dijadikan sebagai penyedap masakan, khususnya gulai ikan asam pedas (masam jing). Ketika pedas dan kebas bercampur, selera makan tinggi.
Tumbuhan ini hidupnya di lahan subur, khususnya di hutan yang baru dibuka untuk dijadikan kebun. Buahnya kecil kecil, seperti kacang kedelai. Batangnya berduri, dan aroma yang dikeluarkanya khas. Di Gayo tumbuhan ini disebut empan (andaliman).
Empan yang menjadi penyedap makanan dan pengawet ikan ini, telah mengantarkan dua siswa SMA Negeri 1 Takengon mengukir sejarah baru. Mereka marih medali emas dalam ajang International Young Scientists Innovation Exhibition 2019 (IYSIE’19). Event ini berlangsung di Hall Room Mandarin Court dan Hotel Kuala Lumpur Malaysia.
Elicia Eprianda dan Nikite Okta Ziamita, pelajar SMA Negeri 1 Takengon yang ikut dalam perlombaan internasional ini, melakukan penelitian tentang empan, jenis pohon berduri yang tidak terlalu tinggi, antara dua sampai 3 meter ini.
Empan bagi masyarakat Gayo bukanlah benda asing. Sudah turun temurun empan dipergunakan sebagai penyedap masakan, khusunya gulai ikan masam jing dan dedah. Empan inilah yang diteliti secara mendalam oleh dua pelajar SMA 1 Takengon.
Dengan dibimbing Hellyda Fitri, S.Pd, guru SMA N1 Takengon, kedua pelajar Aceh Tengah ini mampu mempertanggungjawabkan hasil penelitian ilmiahnya dalam event internasional di Malaysia. Elica dan Nikite mampu mempersentasikan buah andaliman sebagai penghambat pertumbuhan bakteri pada pembusukan ikan mujahir.
Ada 10 negara yang mengirimkan utusanya ke Malaysia dalam event ini. Indonesia, Guam, India, Iran, Filipina, Singapura, Sri Lanka, Thailand, Vietnam dan tuan rumah Malaysia. Event itu berlangsung pekan pertama dan kedua Juli 2019.
Proses yang panjang dalam event ini mampu dimenangkan dua siswa SMA Negeri 1 Takengon. Mereka meraih prediket terbaik dan mengondol medali emas. Otomatis kepulangan champions ini disambut hangat di SMA 1 Takengon.
Ada upacara khusus menyambut kepulangan mereka. Iringan musik khas Gayo dengan canang dan gegedem, diiringi suling, menyentak tangan dalam gerakan tari Guwel, sebuah tari prosesi adat yang dikhususkan untuk menyambut mereka yang dihormati.
Walau SMA 1 Takengon dibawah kendali Dinas Pendidikan Aceh, namun Kadis Pendidikan Aceh Tengah menyambut kehadiran siswa berprestasi ini. Upacara penyambutanya juga berlangsung semarak dan hidmat di sekolah tempat dua gadis ini menimba ilmu.
“Nanti malam, Pak Bupati Aceh Tengah, Shabela Abubakar akan mengundang mereka khusus ke pendopo. Mereka akan disambut, karena mereka memang pahlawan yang sudah berjuang mengharumkan negeri ini,” sebut Kadis Pendidikan Aceh Tengah, Uswatuddin, Senin (15/7/2019) di sela sela penyambutan duta pendidikan Gayo ini.
Mendapat sambutan hangat dan undangan ke pendopo, Kepala SMAN 1 Takengon, Drs. Khalidin, M.Pd, mengucapkan terima kasih. “ Kami akan datang ke pendopo bukan sebagai undangan, namun sebagai rakyat. Terima kasih atas apresiasi dan partisipasi Pemkab Aceh Tengah dalam menghargai dunia pendidikan,” sebutnya.
Dua siswa SMA Negeri 1 Takengon, Elicia Eprianda dan Nikite Okta Ziamita sudah mengharumkan nama Indonesia, ketika meraih juara pertama, mempertanggungjawabkan hasil penelitianya. Empan bukan hanya mengharumkan nama sekolahnya, nama Gayo dan Aceh, namun dia sudah mengukir sejarah Indonesia.
Tumbuhan yang selama ini hanya dijadikan sebagai penyedap masakan, khususnya untuk menggulai ikan, ternyata mampu menggegerkan dunia. Empan telah membuat Gayo, Aceh, Indonesia, semakin dikenal dunia. Ternyata di bumi subur ini menyimpan sejuta pesona, bukan hanya alamnya yang indah, dengan aroma kopi Gayo, namun ada empan sebagai pengawet ikan. (Bahtiar Gayo/Dialeksis.com)