Akankah kasus Novel Baswedan menjadi terang benderang? Pihak penyidik akankah mengungkapkanya dengan detil, tanpa ada yang ditutup- tutupi? Publik menanti, kasus bagaikan mengurai benang kusut ini tidak ada yang menjadi korban dan dikorbankan.
Semuanya harus berjalan dengan kaidah hukum. Siapa yang terlibat dan bermain dalam kasus ini akan duduk di kursi pesakitan. Bukan seperti membelah bambu, ada yang diinjak dan sebelah lagi diangkat. Publik menanti kinerja penyidik dalam menyelesaikan tugasnya.
Kasus teror berupaya penyiraman air keras, pada 11 April 2017, yang membuat anggota tubuh Novel Baswedan cacad, kini kembali mencuat, setelah cukup lama “terkuburkan”.
Penyidik memberikan keterangan Pers, sudah menetapkan dua tersangka RM dan RB, dua personil polisi yang masih aktif. Apa motifnya teror dengan menyiram air keras ini? Siapa saja pelakunya, apakah hanya mereka berdua.
Dua personil polisi yang masih aktif, namun melakukan tindak kejahatan dengan menyiram air keras kepada penyidik KPK, menjadi pertanyaan besar publik. Mungkinkah ada kelompok dari aksi teror ini? Publik ingin tahu.
Tentunya pihak penyidik harus menjelaskanya, dan melakukan tugas dengan obyektif. Tidak ada yang harus ditutup tutupi, dilindungi. Karena setiap warga negara punyak hak dan kewajiban yang sama di mata hukum.
Walau sudah menetapkan dua tersangka dari kesatuan Brimob, Kabareskrim, Komjen Listyo Sigit Prabowo, belum mau memberikan keterangan lebih jauh. Kabareskrim hanya menjelaskan pihaknya sudah mengamankan tersangka yang merupakan polisi aktif.
Novel Baswedan sendiri mengakui tidak terkejut, dia mengakui sudah mengetahui sejak awal. Novel juga menyakini tidak mungkin aksi kekerasan terhadap dirinya merupakan masalah pribadi. “Tidak mungkin itu terkait dendam pribadi,” sebut Novel.
Dalam keteranganya kepada Detikcom, Novel berharap pengusutan pelaku teror ini tidak berhenti sampai disini. Polri agar lebih obyektif menangani perkara. Harapan Novel, merupakan suara public, agar kasus itu terang benderang.
Kasus teror penyiraman air keras terhadap Novel, bukanlah perkara biasa. Kapolri semasa dijabat Jenderal Tito Karnavian, sudah mengeluarkan SK untuk menyelidiki kasus yang menimpa penyidik KPK ini.
Tito tidak tanggung-tanggung menetapkan personil tim. 64 manusia pilihan masuk dalam tim yang di SK kan Kapolri. Tim ini diketuai Jendral Idham Azis, Kapolri saat ini ( ketika SK diterbitkan, Idham Azis menjabat Kapolda Metro Jaya).
Lima personil dari KPK dan 7 orang pakar juga masuk dalam tim “gemuk” ini, demi terungkapnya kasus menimpa Novel. Ada dari Komnas HAM, peneliti dari LIPI, serta personil kepolisian yang memegang jabatan penting dipenyidikan.
SK yang terbitkan Tito Karnavian, medio Januari 2019 lalu, baru dipenghujung tahun 2019 pihak penyidik mampu mengumumkan tersangka, dua personil polisi yang masih aktif terlibat dalam aksi ini. Adakah yang lain? Masih belum ada kejelasan.
Lebih dua setengah tahun sejak kejadian, baru pihak penyidik menetapkan dua tersangka. Menandakan kasus ini bukan kasus sembarangan, membutuhkan waktu yang cukup lama, bahkan menjadi perhatian Presiden Jokowidodo, dan ahirnya Kapolri membentuk tim yang terbilag “gemuk”.
Benar benar kasus mengurai benang kusut. Atau sengaja dikusutkan? Sejarah apa lagi yang akan muncul dari kasus teror penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan? Proses waktu dan alam yang akan menjawabnya.
Rekayasa dan Lapor Melapor
Saat pihak penyidik belum mampu mengungkapkan siapa tersangka aksi teror terhadap Novel, kejutan terjadi. Novel dilaporkan oleh Dewi Ambarita alias Dewi Tanjung ke Polda Metro Jaya. Kader PDIP ini melaporkan, Novel telah merekayasa kasus teror air keras.
Dewi membuat laporan ke Polda Metro Jaya. Menurutnya, adanya kejanggalan dalam teror penyiraman air keras. Dia mempertanyakan tidak ada bekas luka bakar di wajah Novel akibat air keras.
Menurut Dewi, saat mendatangi lokasi penyiraman air keras di Kelapa Gading, dia melihat tembok terkelupas karena siraman air keras. “Jadi muka Novel bisa lebih keras dari tembok,” katanya.
Dewi mengakui pelaporannya dibuat atas inisiatif pribadi bukan atas dorongan Parpol. “Saya lapor Novel bukan dorongan partai,” katanya. Dewi akan mencari bukti bukti lain soal pelaporannya.
Untuk memperkuat laporanya, Dewi mendatangi OC Kaligis di Rumah Miskin. Dia mengakui tertarik dengan buku yang dibuat OC.
“Makanya saya datang ke sini tertarik bukunya Pak OC. Mudah-mudahan mendapat tambahan bukti, suport. Pak OC juga dukung saya (untuk melanjutkan kasus ini),” ujarnya.
OC. Kaligis menerbitkan buku tentang KPK, dia menulis judul menarik minat pembaca “ KPK Bukan Malaikat”.
Laporan Dewi Tanjung ke penyidik, telah membuat publik tersentak. Beragam statemen bermunculan, ada reaksi. Bahkan tetangga Novel, melaporkan balik ke Polda atas sikap Dewi Tanjung. Publik diramaikan dengan pembahasan soal Novel.
Yasri Yudha, tetangga Novel yang membuat laporan polisi atas sikap Dewi, mengakui dia melihat langsung kondisi korban.
“Kenapa saya harus melaporkan ini, ya karena pada saat kejadiannya saya orang yang pertama yang membawa korban Novel dan mengetahui persis bagaimana mukanya, bentuknya korban pada saat itu yang kami bawa ke RS Mitra (Mitra Keluarga) Kelapa Gading,” ujar Yasri, kepada media.
Pelaporan yang dilakukan Dewi Tanjung, telah juga membuat Indonesia Corruption Watch (ICW) memberikan aksi. Menurut peneliti dari ICW, Wana Alamsyah, upaya yang dilakukan Dewi adalah upaya pembungkaman penyelesaian kasus Novel.
“Menurut kami, ini upaya yang dilakukan seolah sedang mencari kesalahan lain untuk membungkam upaya kasus penyelesaian kasus Novel. Karena dua aktor itu, Dewi dan OC, kalau dijadikan satu kategori ini mencoba menghilangkan substansi perkara Novel yang sebenarnya,” kata peneliti dari ICW, Wana Alamsyah, kepada media.
Wana juga menduga serangan itu bagian dari upaya memutarbalikkan fakta atau distorsi kasus penyiraman air keras yang tak kunjung terungkap. Menurut Wana, hal itu dilakukan agar publik perlahan melupakan kasus penyiraman air keras itu.
Reaksi Publik
Penyidik sudah mengumumkan dua tersangka kasus penyiraman air keras terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Dua tersangka itu polisi aktif. Namun pihak penyidik belum menyebutkan identitas detil tentang pelaku.
Mendapat keterangan tentang tersangka, Dewi Tanjung memberikan reaksi. Dia mengaku tidak akan mencabut laporannya terhadap Novel.
“Sekarang kita tunggu proses kepolisian, kalau memang itu betul-betul adalah pelaku sebenar-benarnya, ya, mungkin saya minta pelaporan saya dihentikan gitu. Itu kalau benar-benar pelakunya. Tapi kan sampai saat ini pelakunya belum ditunjukkan oleh polisi, kapan dimasukkan ke penjaranya kan tidak ada,” kata Dewi kepada Detik.com.
Dewi meminta kepolisian segera mengungkap wajah RM dan RB yang ditetapkan sebagai tersangka. Dewi menunggu pelakunya ditampilkan ke public. Biasanya polisi kalau menangkap orang akan ditampilkan ke public.
“Kemarin pelakunya ditangkap, pelakunya udah ada, tapi kan kita bingung siapa pelakunya, jangan sampai masyarakat jadi jengah. Dan mohon maaf mereka malah menuduh balik polisi karena ketidakpastian dan pelaku tidak ada wujudnya,” ucap Dewi.
Di media sosial pembahasan tentang Novel dan Dewi semakin riuh. Di media sosial twitter misalnya, diramaikan dengan tagar “ Tangkap DewiTanjung”. Tagar ini berhubungan dengan laporan Dewi terhadap Novel ke Polda Metro Jaya. Dewi melaporkan Novel, luka di mata Novel merupakan luka bohongan.
Soal tagar itu, justru Dewi menanggapinya dengan santai. Dia mengaku tidak ambil pusing. Dia menyebut ini risikonya karena melaporkan Novel.
“Dalam sebuah perjuangan pasti ada pengorbanan, pro kontra, itu hal wajar. Jadi saya nggak masalah statement dari masyarakat mau menghujat, mau seperti apa, itu resiko. Saya memaklumi cara mereka berfikir,” kata Dewi , seperti dilansir Detik.com.
Publik kini sedang membahas kasus Novel Baswedan. Kinerja penyidik sangat dinantikan. Apakah kasus itu akan terang benderang, atau ada yang ditutupi. Walau polisi sudah mengumumkan nama tersangka, tetapi publik tidak mengetahui secara detil.
Wajah dan idenditas lengkap tersangka masih dirahasiakan. Apa motif, siapa saja pelakunya, apakah hanya dua oknum polisi ini yang terlibat, sejumlah pertanyaan masih menjadi pembicaraan. Public ingin mendapatkan jawabanya.
Selain itu public juga diramaikan persoalan Dewi Tanjung yang sudah melaporkan resmi Novel ke Polda Metro Jaya. Dewi menyebutkan Novel merekayasa kejadian yang menimpa dirinya.
Setelah penyidik menetapkan dua tersangka, walau belum menyebutkan identitas secara detil, publik, khususnya di medsos mulai menyerang Dewi. Meminta Dewi mempertanggungjawabkan perbuatanya atas laporanya ke penyidik.
Kasus teror penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan, bagaikan mengurai benang kusut. Insiden itu terjadi 11 April 2017. Sangat sulit mengungkapkanya. Sampai Presiden Jokowidodo meminta Kapolri (Tito Karnavian) untuk menyelesaikan kasus itu.
Tito pada medio Januari 2019 membentuk tim “gemuk” yang terdiri dari manusia pilihan, agar kasus itu terkuak. Sampai Tito meninggalkan jabatan Kapolri, kasus itu belum menetapkan tersangka.
Ketika ketua tim yang dibentuk Tito menjabat sebagai Kapolri (Jendral Idham Azis), kasus ini mulai terbuka. Penyidik sudah menyebutkan dua inisial nama, polisi aktif. Publik menanti apalagi kisah dari kasus yang menjadi catatan kelam di Pertiwi ini. (Bahtiar Gayo/Dialeksis.com)