Etika dan Ilmu dalam Komentar

Oleh : Akhyar Saputra*

Etika dan Ilmu masing-masing adalah kumpulan dari beberapa huruf yang membentuk suatu kata. Menurut Websters New International Dictionary, Kata ethical berasal dari kata Yunani ethos. (Taliziduhu Ndraha, Kybernology, 2003). Soejekti Djajadiatma dalam Etika Pemerintahan (1967)  menjelaskan, kalau pada huruf e dari kata itu dibubuhi tanda circumflex (^), yang berarti kesedihan atau kecendrungan batin  untuk melakukan suatu perbuatan yang dipandang baik. Dan kalau huruf e dari kata itu dibubuhi tanda acute accent (`) maka itu akan berarti kebiasaan, adat susila, peraturan dan sebagainya.  Sebagian penulis menyimpulkan bahwa etika adalah suatu pertimbangan yang sistematis tentang prilaku benar atau salah yang berkaitan dengan perilaku. Sedangkan ilmu dalam bahasa Arab berarti memahami, mengerti atau mengetahui. Terdapat syarat untuk dapat disebut sebagai ilmu yaitu Objektif, Metodologis, Sistematis dan Universal. (Wikipedia).

Alhamdulillah, penulis sangat gembira dengan terbitnya websites lintasgayo.com  yang mampu menghimpun Urang Gayo dari berbagai penjuru dunia dengan antusias yang tinggi saling berinteraksi dan meyumbangkan pemikiran melalui berbagai tulisan yang bermanfaat dengan komentar yang beragam. Baik yang mengarah kepada hal yang positif maupun negatif. Keberagaman komentar sepanjang yang penulis baca masih belum mengedepankan etika dan ilmu. Komentar yang dimaksud jika dikaji secara positif mempunyai nilai ilmiah walaupun masih dalam takaran hipotesa. Namun terdapat juga komentar yang tidak lagi memperhatikan etika dan moral dalam penyampaian walaupun dengan niat yang ikhlas.

Komentar sendiri dapat diartikan sebagai uraian, penjelasan dan sejenisnya (Osman Raliby, Kamus Internasional, 1956).  Kutipan dibawah ini membuka tajuk permasalahan kita sekarang ini.

“Kita harus  prihatin karena banyak sekali netters yang meyakini seolah-olah bahwa di internet masih merupakan daerah rimba belantara yang bebas hukum dan tidak ada ketentuan hukumnya sama sekali. Pemahaman seperti ini jelas keliru sama sekali dan tidak baik untuk masyarakat serta tidak mendidik untuk kepentingan bangsa yang berupaya bangkit dari keterpurukan krisis mental bangsa kita. Tambahan lagi pemahaman seperti ini adalah merupakan pencerminan dari para netters yang tidak mempelajari kaedah hukum yang berlaku dalam Internet Global Community (“Masyarakat Hukum Pengguna Internet”). (Edmon Makarim, keberlakuan sistem hukum nasional dalam kaitannya dengan domain name)

Kehadiran lintasgayo.com telah memacu semangat dari berbagai kalangan untuk memberikan sesuatu untuk kemajuan Gayo, suatu niat yang patut dihargai dengan memberikan komentar yang membangun bagi mereka yang mempunyai ilmu lebih untuk menutupi kekurangan yang ada.

Orang yang berilmu mempunyai perbedaan dengan orang yang berpengetahuan. Penulis masih sangat ingat ucapan dari Prof. M. Solly Lubis yang menyatakan bahwa orang yang berpengetahuan belum pasti berilmu, namun orang yang berilmu sudah pasti ada padanya pengetahuan. Ilmu itu sebagaimana saya sebutkan diatas terdiri dari sesuatu yang objektif, metodologis, sistematis dan universal.

Orang yang berpengetahuan menurut penulis dalam konteks tulisan ini hanya mampu memberikan komentar yang mempunyai bobot secara obrolan tanpa mampu membuktikan secara ilmiah. Mungkin jika dibawa kedalam forum jaga malam atau ngopi akan mendapatkan sambutan hangat. Jika seseorang menulis dalam bentuk jurnal, maka ia hanya mampu memberikan komentar sebanyak satu paragraf, jika orang mampu menulis satu buah buku maka ia hanya mampu berkomentar satu halaman. “Jema tengah mangan brahrum, iperene tengah mangan gutel”.

Memberikan komentar seharusnya dimulai dengan menyebutkan identitas diri secara jelas, bukan nick name layaknya sebuah percakapan di yahoo group seperti onot metal atau ban arap. Turah ara i wani urang gayo kemel, kemali, sumang dan lain-lain. Selanjutnya mestinya meneliti siapa yang kita komentari, dari sisi umur, pendidikan dan lainnya,  ber-awan ke, ber-ama ke, ber-cek ke?.  Turah maaf kin bumi si i jejak, lebih lues ari seringkel tapak. Ungkapan seperti “ama, ine, kil, lakun, serinen” bukankah lebih indah dibaca oleh berbagai umur, profesi, yang mengunjungi situs ini ketika akan memberikan komentar.

Bermodalkan  nickname  yang  bersembunyi disebuah account facebook dan mengomentari tulisan tanpa etika adalah sama dengan orang mengirim surat kaleng kepada orang, tanpa identitas, yang kemudian akan bermuara kepada tidak adanya tanggung jawab baik secara moral dan etika. Dalam lisensi penggunaan situs lintasgayo.com  Poin ke 4 juga telah disebutkan bahwa “Situs ini tidak boleh digunakan untuk tujuan yang melanggar hukum”. Seperti  komentar berikut ini “Menanggapi pernyataan saudara Jamhuri Dosen IAIN ar-Raniry Banda Aceh” pertanyaan saya adalah “Apakah orang yang menulis komentar ini tidak memahami bagaimana penulisan nama lembaga yang  telah menghasilkan ratusan sampai ribuan intelektual di Gayo? Tidak tahukah yang menulis komentar tersebut bahwa itu merupakan nama tokoh ulama besar yang telah memberikan sumbangsih yang tidak terkira untuk Islam di Aceh, yang mungkin telah mengajarkan bagaimana cara berwudhu dan shalat?. Ali bin Ali Thalib pernah memberi perumpamaan tentang orang berilmu itu adalah “Kaum yang sedikit bilangannya tetapi besar harganya, Dengan perantaraan merekalah Allah SWT memelihara Hujjah Agama, mereka yang jika akan meninggal dunia lebih dahulu menanamkan ilmu itu kepada hati orang yang serupa dengan hati mereka. Dengan ilmu mereka melahirkan hakikat iman dan menyatakan roh keyakinan, sehingga lunaklah barang yang keras, dan merasa ramailah orang yang bodoh dalam kesepiannya”. (Hamka, Mutiara Filsafat, Widjaya Djakarta, 1956).

Setiep buet i pikiri, gelah jeroh ko bercerak enti serbak ko berperi, salah gelah bertengah bahgie bertona. i tilik belang sebelum i pancang, i timang uten sebelum i tene, harapdi ate kenak ikenang, enti osah mulingang ate ni heme,  harapdi ate kenak kin sayang, enti peralai kuringni kule,  harapdi ate kenak kin puji, enti muniri ku waih ni rume. (Alm. M. Saleh Suhaidy, Puisi Manat, Bna, Medio January, 2007)

J Bachtiar Affandie, dalam buku “Mengapa saya memeluk agama Islam” terjemahan dari “Lima dza ana Muslim” karangan al ustad Abdul Muta’al Shaidy, dalam cerita perdebatan seorang pemuda muslim dengan propagandis masehi. Pemuda tersebut menyatakan kepada propaganda  masehi itu bahwa “Perdebatan untuk menemukan kebenaran mula-mula membicarakan yang pokok yang disepakati ahli, dan selanjutnya yang cabang akan menjadi mudah. Segala perkara, walaupun benar tapi tidak dipahami dengan benar oleh khalayak maka hal tersebut akan tetap benar. (J Bachtiar Affandie, Mengapa saya memeluk agama Islam, C.V Jasana Djakarta, tt)

Ketika kita berilmu maka sampaikanlah dengan etika, Seorang pelukis akan menggambarkan lukisan yang akan dilukis terlebih dahulu di otaknya, menimbang dengan teliti kanvas apa yang akan digunakannya, dan secara hati-hati akan memulai goresan berdasarkan hukum melukis yang baik. Sampai akhirnya menghasilkan keindahan. Melukis  dan menulis adalah pekerjaan yang melelahkan, jika ingin mengoreksi dan memperbaiki maka sampaikanlah dengan bijak dan baik. Namun jika ingin tema dan judul yang berbeda maka buatlah tulisan atau karangan lain. Saya ingat ketika kuliah ada seorang abang letting yang berkata “Not, ike kase male mubimbing skripsi, mah skripsi urum buku gambar, peren ku pembimbing a ike male munyoret-nyoret gere jelas ku buku gambar ni padeh pak!  enti ku skripsi ni”.

Sebagai akhir dari tulisan ini, penulis memohon maaf jika dalam penulisan ini masih banyak kekurangan. Marilah kita semua sebagai seorang insan, hanya seorang insan yang tidak luput dari kekhilafan berusaha untuk saling membantu dalam membangun keluarga, kampung, kecamatan, kabupaten, provinsi, negara, dan dunia sekalipun, karena akhirat sudah disediakan kepada dua kategori insan.

Akhirul kalam terima kasih kepada semua pihak yang telah membangkitkan semangat membangun Gayo. Urang Gayo bangunlah dari mimpi, Mari berenang di tasik permai, Kuuur semangat, Adi Genali, masih kuingat pesanmu di istana Linge. “Gelah seber lagu bumi, Gelah bijaksana lagu matani lao”.

 


*Nama panggilan Akhyar Saputra adalah Onot atau Aman Athaya,  pemerhati sosial, tinggal di Aceh Besar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments