Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa tepung tawar adalah budaya dan tradisi Gayo sudah turun temurun “nge mucap kuatu melabang kupapan” sulit rasanya untuk dilupakan. Budaya dan tradisi Bangsa Indonesia dari Sabang sampai Marauke adalah ciri khas bangsa Indonesia yang beraneka ragam bentuknya seperti Aceh yang disebut peuseujuk, pada Gayo Tepung Tawar, Batak Islam ritual pemberian gelar adat (marga) dalam paket adat Batak, Minangkabau Malam Bainai, Sunda Ngebakan atau siraman, dan pada adat Jawa disebut malam Midodareni sebelumnya berlangsung siraman dengan bermacam-macam kembang, adat Papua yakni menari dan menyanyi tabuhan tifa gendang khas Papua. Dan di setiap acara adat perkawinan cara dan pelaksanaannya itu berbeda-beda tetapi tujuannya sama yaitu melestarikan khasanah budaya dan tradisi adat timur.
Serangkaian Tepung Tawar terdiri dari :
a. Waih (air)
Merupakan lambang kehidupan, bersih, suci. Ia dipercikkan melalui seberkas tetumbuhan ke telapak tangan dan kening,sebagai lambang kebersihan dan kesucian dalam kehidupan, menjalar ke seluruh tubuh, yang berakhir di benak ( pusat saraf), segala masalah dihadapi dengan kepala dingin. Untuk diresapi oleh rasio dan dihayati oleh qalbu. Inilah sekelumit makna Firman Allah Swt, dalam QA surat “Al Anbiya -Ayat 30“ Kami jadikan segala makhluk hidup dari air ”sehingga Siti Hajar ke sana kemari ke Safa dan Marwa mencari air, berusaha mempertahankan hidup dengan anaknya Ismail”.
b. Oros (beras)
Bahwa sebagai lambang kemakmuran. Taburan beras di telapak tangan dan bahu, merupakan lambang bahwa di tangan suamilah terletak kepemimpinan rumah tangga dan di bahunya pulalah terpikul beban kewajiban mencari nafkah kehidupan berumah tangga. Tungket Imen,beras padi, terpikul di pundak suami.
Taburan beras ke pundak istri pun mengandung makna bahwa istri pun terpikul tanggung jawab pengelolaan nafkah yang diberikan oleh suami sehingga pengeluaran, selalu seimbang dengan pendapatan. Jangan besar pasak daripada tiang, lebih besar pengeluaran daripada pendapatan.
Catatan : Zaman dahulu sisa taburan beras dikumpulkan, dibungkus dengan kain putih, diikat, lalu disimpan ke dalam cosmos (beberasan).
c. Ongkal
Bahwa di sini dijadikan tanaman hias, yang disebut PURING, atau PUDING, maka di tanah Gayo, tanaman ini biasa ditanam orang di pekuburan, di sebelah kepala dan kaki kuburan.
Hal ini melambangkan petuah atau pesan adat, “JANGAN BERCERAI HIDUP”. Dengan perkataan lain “ MENIKAH SEKALI SEUMUR HIDUP”, kecuali bercerai mati, kalau mati. Hidup mati kita di tangan Allah Swt, kita pasrah dan ikhlas menerima takdir. Hidup ini hanya sebentar ingat kematian, jangan angkuh dan sombong.
d. Batang teguh
Bahwa sejenis rumput akar serabut yang sukar dicabut dari tempat ia tumbuh, pesan adat melambangkan kuatkan Iman di dalam dada, jauhkan diri dari godaan-godaan, bisikan setan yang terkutuk, teguh pendirian, tidak mudah terombang – ambing ditiup angin sekalipun diterpa badai tidak goyah, tetap memiliki prinsip hidup nan berwibawa.
Konsisten menjaga karunia Allah Swt, mawaddah wa rahmah, cinta dan kasih sayang, melandasi pondasi rumah tangga.
e. Bebesi
Bahwa lambang dari sifat “ Tahan Uji “. Bila terjadi di satu ketika, riak-riak kecil, keretakan kecil dalam rumah tangga hal yang biasa, maka bebesi sebagai lambang pesan adat “Jadikanlah retak-retak itu sebagai RETAK GADING MEMBAWA UKIR, bukan RETAK PIRING MEMBAWA PECAH”.
Tak ada suatu rumah tangga pun yang tidak mengalami riak-riak kecil, gejolak dinamika rumah tangga, namun semuanya itu, Lentung gere kin polok, reget gih kin leping, leno nume kin rebah.
f. Dedingin
Bahwa lambang rumah tangga yang damai, tenteram, sejuk, tidak sering bertengkar, tidak ribut melulu, dari itu semua persoalan dapat diselesaikan dengan musyawarah, bijaksana.
Pertengkaran kecil dijadikan pelajaran yang berharga untuk saling mengisi kekurangan, menambah subur rasa cinta, kasih, dan sayang semakin bersemi.
g. Celala Bengi
Bahwa pesan adat melambangkan kehidupan bermasyarakat, supel, pandai menyesuaikan diri dengan lingkungan di mana pun berada, menjadi suri teladan di tengah-tengah masyarakat.
Pada masa kini obat-obatan tersedia di mana-mana, pada zaman dahulu kala obat-obatan susah didapat.
Maka pesan adat, celala dan dedingin, obat sakit kepala ( uak kin tampal ni ulu ), dedingin dan celala digiling secukupnya, ditempel ke sebelah kanan dan kiri kepala, tentu di zaman ini bila jatuh sakit berobat ke dokter.
Tepung Tawar dilaksanakan pada acara-acara tertentu yaitu :
- Tepung Tawar menyambut Presiden, tamu-tamu terhormat lainnya, dan menyambut mempelai tidak pakai mungkur.
- Tepung Tawar melepas anak tersayang, buah hati junjungan jiwa yang akan meninggalkan status lajang ke status berumah tangga pakai mungkur.
- Tepung Tawar turun kesawah atau munebuk buka lahan baru, petawaren di tambah pisang Abu, sesampe dan ditanam ditengah-tengah kebun dengan maksud supaya tawar sedingin.
*Pemerhati adat budaya Gayo, tinggal di Jakarta
Hello, every time i used to check web site posts here in the early hours
in the dawn, since i like to gain knowledge of more and more.