Ratusan ribu pasang mata yang menyaksikan pertarungan Mirwandi Arinasko atau yang akrab disapa Wandi Gayo bersorak riuh, diiringi teriakan dan tepuk tangan. Hanya dalam hitungan detik, putra Aceh Tengah ini menumbangkan lawanya dari Samarinda.
Dalam pertarungan One Pride MMA di Istora Senayan Jakarta, yang disiarkan langsung TV One Sabtu malam Minggu (23/07/2022) Wandi Gayo yang membawa nama Jawa Barat hanya dalam hitungan detik, tidak sampai satu menit membuat lawanya harus menepuk sebelah tanganya tanda kalah.
Ricky Syahputra dari sasana Samarinda dibuat tak berkutik dan tidak memberi perlawanan dari serangan Wandi Gayo yang cepat dan terarah. Pertarungan tidak seimbang ini membuat sorakan ribuan penonton khususnya di Gayo dan Aceh riuh, yang menonton langsung dari TV.
Bahkan di Gayo, banyak yang melakukan nonton bareng memberikan dukungan kepada alumni UIN Takengon jurusan Bahasa Arab ini. Bukan hanya kaum lelaki yang menyaksikan Putra kelahiran Kuyun, Kecamatan Celala Aceh Tengah, 9 Desember 1997.
Pertarungan yang dilangsungkan pukul 22.00 WIB dengan sabar disaksikan pendukungnya, bahkan sebelum Wandi Gayo naik ring,sebelumnya juga telah dilangsungkan beberapa laga. Namun ketika Wandi memasuki arena dengan ikat kepala dan selempang Kerawang Gayo, sorakan penonton terdengar.
Wandi Gayo yang memiliki tinggi badan 170 cm, berat badan 61 kilogram di detik awal mampu mematahkan serangan Ricky dan langsung menangkap dan membantingnya. Terlepas sejenak kemudian Wandi berhasil menangkap kembali dan menguncinya.
Anak sulung dari pasangan Ansari Nosar dan ibu Silawati ini, untuk meniti karir olah raga keras ini hingga bertanding di MMA terbilang susah dan sedih, dia sempat menjadi kuli bangunan demi sampainya ke sasana pelatihan MMA di Garut, Jawa Barat.
Dari data yang berhasil Dialeksis.com dapatkan dari berbagai sumber, dialah orang Gayo pertama yang namanya berkibar di panggung olah raga tarung profesional Mixed Martial Arts (MAA), yaitu satu jenis olah raga bela diri kombinasi.
Wandi bukan mewakili Gayo atau Aceh, provinsi tempat ia dilahirkan. Melainkan ia mewakili Jawa Barat. Namun dukungan dari Gayo kepadanya terus mengalir. Dia baru jadi warga Jawa Barat pada Februari lalu, setelah mengurus surat pindah dari Takengon.
Sejak kecil sudah menyukai olah raga keras. Orang tuanya memasukan Wandi Gayo belajar silat di Tunas Nusantara, di Gentala Takengon. Kegemaran olahraga keras ini telah merasuk ke darahnya hingga dia duduk dibangku Kuliah IAIN Takengon.
Dia tertarik untuk ikut olahraga One Pride MAA, ketika cabang olahraga ini berkembang di Bumi Pertiwi. Dengan susah payah dia mencari informasi untuk bisa berlatih dan ikut kompetisi.
Namun di Aceh dia sangat susah mengembangkan diri dan informasi untuk itu sulit dia dapat, bahkan banyak pihak yang menjatuhkan mentalnya. Namun Wandi Gayo tidak patah semangat dia terus berusaha agar dapat ikut di pertarungan professional.
Melalui jaringan internet dia terus mencari tahu dan ahirnya bertemu dengan olahragawan berasal dari komunitas Jawa Barat. Komunikasi yang dibangunya membuahkan hasil. Dengan modal nekad ahirnya dia ke Jawa Barat.
Kemampuan ekonomi yang terbatas, bekalnya diperjalanan habis, sementara dia belum sampai ke Jawa Barat. Namun alumni Bahasa Arab UIN Takengon ini nekad menjadi kuli bangunan menjadi kuli, hingga dia bisa sampai ke tempat komunitas olahraga berat ini.
Begitulah, sampai akhirnya ia bisa bergabung dengan tim Jawa Barat mengikuti pertarungan demi pertarungan. Ahirnya dia menunjukan kemampuanya, mengikuti sejumlah pertarungan, sampai ahirnya masuk ke One Pride MMA.
Wandi Gayo mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada seluruh pendukungya, khusus rakyat Gayo dan Aceh, yang telah mendoakanya walau dia bertarung membela bendera Jawa Barat.
Dia baru saja resmi pindah dari Takengon ke Jawa Barat pada Februari lalu. Informasi tentang Wandi Gayo banyak disebarkan melalui media sosial, salah satunya langsung dari Reje Kuyun Yasir Arafat, yang juga melaksanakan nonton bareng menyaksikan pertarungan Wandi.
Putra dari negeri kopi terbaik dunia ini sudah menunjukan kemampuanya, dalam laganya di One Pride MMA, yang disiarkan TV One hanya dalam hitungan mengalahkan lawanya. Walau sebelumnya banyak pihak yang memandangya sebelah mata.
Tidak dibina dan ditempa ditempat kelahiran dan provinsi tempat dia bernaung, ahirnya dengan susah payah dia bisa sampai ke Jawa barat, membela sasana di sana, namun Wandi tetap dicintai di negerinya.
Apalagi ketika Wandi menyelempangkan kerawang Gayo di bahu dan ikat kepalanya, motif khas Gayo, ketika dia akan bertarung di One Pride MMA.
Kisah Wandi harusnya membuka mata dan hati para pegiat olahraga di bumi Serambi Mekkah, ketika negeri ini memiliki atlet yang berpotensi tidak dibiarkan dia menentukan sendiri perjalanan hidupnya dengan susah payah.
Banyak sudah atlet berpotensi dari ujung Barat Pulau Sumatera ini yang membela daerah lain, karena mereka dibiarkan sendiri menentukan perjalanan hidupnya. Dengan terpaksa para atlet ini “menahan perasaan” di hati karena membela daerah lain, bukan tanah tempat leluhurnya.
*** Bahtiar Gayo/ Dialeksis.com
Comments are closed.