Kondisi Pramuka Aceh Tengah seperti Kapal Rusak dengan nahoda yang sakit. Kesimpulan tersebut saya tarik dari pengamatan mendalam yang saya lihat, saksikan dan alami selama ini. Banyak problema yang tidak kunjung usai serta praktik melanggar aturan layaknya seperti penyakit yang tak pernah ada niat untuk diobati.
Terbiasa dengan praktik salah, pemakluman dan pengondisian yang berlebihan hingga bermuara menjadi kebiasaan untuk melanggar aturan. Kebiasaan tersebut tentu saja membuat roda organisasi beserta seluruh komponen di dalamnya tidak layak untuk disebut sebagai organisasi yang sehat.
Sebut saja hal-hal mendasar dalam bidang administrasi seperti surat menyurat, data potensi, sistem penomoran gugus depan, struktur kepengurusan, Kartu Tanda Anggota (KTA) yang tak kunjung beres hingga bertahun-tahun dan bermuara kepada urusan yang lebih sensitif dan sangat penting seperti Program Kerja, Laporan Pertanggungjawaban, sistem seleksi yang adil dan transparan untuk peserta kegiatan daerah / nasional hingga kepentingan-kepentingan individual yang ditempuh dengan menabrak aturan, pedoman serta AD ART Gerakan Pramuka.
Terbaru, sebut saja rencana penyelenggaran Musyawarah Cabang (Muscab) Tahun 2024 yang akan digelar di Aula Dinas DP3A Kab. Aceh Tengah tanggal 11 Mei mendatang yang erat kaitanya dengan praktik ugal-ugalan dalam prosesnya.
Harapan yang muncul dari Anggota Dewasa Gerakan Pramuka Aceh Tengah, Muscab ini adalah Mercusuar dan Tonggak awal perubahan total dalam roda Organisasi Gerakan Pramuka yang jauh lebih fresh, tanpa beban serta membawa semangat perbaikan terhadap Gerakan Pramuka Aceh Tengah secara menyeluruh. Sayangnya, hal tersebut sangat jauh dari harapan sebab pada kenyataanya Tim Caretaker yang dibentuk sebagai penyelematan organisasi Gerakan Pramuka Kwartir Cabang Aceh Tengah dinilai gagal menghadirkan proses yang sesuai dengan Petunjuk Penyelenggaraan Muscab serta AD ART Gerakan Pramuka. Sehingga keseluruhan proses dari Musyawarah Cabang tersebut tidak cukup syarat untuk dilaksanakan dan semestinya harus ditinjau ulang, ditunda atau dibatalkan.
Tentu saja bukan tanpa alasan. Salah satu aspek terpenting dalam penyelenggaraan Musyawarah Cabang Gerakan Pramuka adalah peserta sidang yang memiliki hak penuh (hak bicara dan hak suara) mereka adalah unsur yang terdiri dari Mabicab, Pusdiklatcab, Utusan Kwarcab, Dewan Kerja Cabang dan utusan Kwartir Ranting yang mendapatkan mandat.
Menelisik kasus yang terjadi pada rencana penyelenggaraan Muscab Kwartir Cabang Aceh Tengah, peserta penuh tersebut sama sekali tidak dapat dianggap sah. Dikatakan demikian, sebab seluruh Kwartir Ranting yang ada di wilayah Kerja Kwarcab Aceh Tengah tidak lagi mengantongi SK aktif dan belum melaksanakan Musyawarah Ranting. Anehnya, demi memaksakan Muscab dapat berjalan, Ketua Tim Caretaker Kwartir Cabang Aceh Tengah justru menerbitkan SK karbitan dengan sistem penunjukan pengurus di tingkat Kwartir Ranting dengan nomor 02 Tahun 2024 yang ditandatangani pada tanggal 01 April 2024 tanpa memalui proses Musran di Kwartir Ranting masing-masing.
Tentu saja, selain salah kaprah dan menabrak aturan, langkah tersebut sangat memungkinkan praktik kepentingan individualis atau sekelompok orang untuk mengatur secara terorganisir pemilihan Calon Ketua Kwartir Cabang.
Tim Caretaker bergerak melampai kewenangan yang diembankan untuk melaksanakan Muscab. Menerbitkan SK Kwartir Ranting secara langsung dan dadakan tanpa Musran jelas sudah menabrak aturan yang ada sehingga legal standing pengurus Kwartir Ranting tersebut dalam kaitanya sebagai peserta penuh pada Muscab tidak dapat diterima.
Dalam arti lain, penunjukan pengurus Kwartir Ranting tanpa proses Musran dapat dikatakan “settingan” dan “akal-akalan” oleh kepentingan individu atau kelompok untuk merebut tampuk pimpinan Kwartir Cabang secara tidak sah.
Selain cacat secara aturan, SK penunjukan langsung tersebut juga sama sekali tidak dapat disebut merepresentasikan perwakilan ranting di tingkat cabang, sebab jika kita pantau lebih jauh nama-nama pengurus yang tercantum di dalam SK tersebut tidak memiliki kaitain yang erat sebagai perwakilan Kwaran tersebut. Bahkan tidak mengantongi surat rekomendasi, berita acara atau apapun.
Tidak hanya peserta penuh dari unsur Kwartir ranting, kondisi Muscab yang akan diselenggarakan akan semakin jauh dari kualitas yang diharapkan. Pasalnya, Muscab yang akan digelar tentu saja tidak akan memiliki peserta penuh dari unsur Dewan Kerja Cabang yang saat ini sudah tidak memiliki pengurus aktif dan belum melaksanakan muspanittera.
Tentu saja kesimpulan akhir yang kemudian dapat kita sepakati, apa jadinya Muscab tanpa peserta penuh yang cukup? Ya harus dibatalkan atau ditunda hingga semua syarat tercukupi.
Kita tarik sejenak kebelakang. SK Tim Caretaker yang mulai berlaku sejak 16 Juli 2023 dengan 5 orang unsur Mabicab, Andalan Cabang serta andalan Daerah yang diutus oleh Kwarda Aceh seharusnya memiliki waktu yang cukup untuk menunggu dan melaksanakan Muscab Gerakan Pramuka secara aturan yang benar. Sudah hampir 1 tahun sejak SK tersebut diterbitkan, sehingga praktik dadakan dan tabrak sana sini seharusnya tidak terjadi.
Kalau sudah begini apalagi? Jika Muscab tetap dilaksanakan secara haram, maka produk akhir dari Muscab sama sekali tidak sah dan akan terus meninbulkan dinamika tanpa ujung. Jangan bikin malu.(Ril/Coco)