Sejumlah Elemen Gelar Diskusi Hijau di Takengon

Takengon | Lintas Gayo : Kondisi hutan di Kabupaten Aceh Tengah untuk saat ini perlu mendapat perhatian bersama. Berdasarkan fakta dilapangan ada beberapa kegiatan pembangunan  yang justru mengancam dan menjurus pada pengerusakan ekosistem hutan dan lingkungan di daerah. Hal tersebut berdasarkan hasil diskusi Diskusi Hijau yang digelar Panitia di Cafe Laguna Jalan Lintang Takengon pada senin (15/8)

Ancaman yang terbesar saat ini berdasarkan analisa berkaitan dengan kebijakan atau peraturan. Kerusakan hutan dalam sekala besar bukan karena perbuatan illegal oknum masyarakat tertentu seperti yang kita bayangkan, namun, kualitas perbuatan tersebut lebih pada lahirnya sebuah kebijakan pemerintah daerah dalam memanfaatkan hutan.

Pihak-pihak terkait di daerah yang memiliki peran dan funsi melakukan upaya penyelamatan hutan dituntut berpartisipasi aktif dalam mengawal dan mendorong kebijakan-kebijakan daerah yang mengancam kelestarian hutan. Kebijakan yang melahirkan program-program seperti program alih fungsi hutan, dinilai telah merugikan ekosistem dan fungsi hutan itu sendiri. Contoh beberapa program yang mengancam kelestarian hutan di Aceh Tengah dah muncul di diskusi ini adalah tentang Perambahan Hutan Kala Wih Ilang  400 Ha Tahun 2008, Cetak Sawah Baru, 700 Ha 2010, Pengembangan Perkebunan Kopi, Kegiatan Eksplorasi Tambang dalam kawasan Aceh Tengah., Pembukaan Jalan Trobosan Baru di Seputaran Danau Laut Tawar, serta persoalan kegiatan Galian C di Seputaran Danau Laut Tawar.

Diskusi hijau tersebut juga bicara tentang masih terus terjadinya eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam. Eksplorasi Tambang yang dilakukan beberapa investor bekerjasama dengan pemerintah daerah juga berdampak besar pada kerusakan alam. Kegiatan Eksplorasi Tambang ini telah berlangsung sekitar 6 tahun terakhir dalam kawasan Kabupaten Aceh Tengah.

Kegiatan lain yang mengeksploitasi hutan di Aceh Tengah  yakni program-program pemerintah bersingungan dengan hutan termasuk program perkebunan dan transmigrasi. Di Aceh Tengah program pemerintah 2008 untuk menebang Hutan Kala Wih Ilang sekitar 400 Ha, adalah bentuk real kerusakan hutan. Hingga saat ini Kala Wih Ilang masih menyisakan masalah hukum yang belum selesai di Polres Aceh Tengah.

Baru-baru ini muncul lagi wacana dinas terkait di Pemerintahan Kabupaten Aceh Tengah akan mengupayakan Cetak Sawah Baru 500 Ha di Karang Ampar dan 200 Ha lagi terbagi dibeberapa lokasi dalam Kabupaten Aceh Tengah. Hal ini tentunya sangat mengancam lngkungan hutan jika tidak diperhatikan lokasi dan ekosistemnya. Ini hanya sebagian contoh ancaman kerusakan hutan yang terjadi dan menjadi pertanyaan kita apakah pemerintah peduli dan mendukung program dunia dan pemerintah provinsi dalam upaya penyelamatan hutan sebagai sumber kehidupan manusia.

Dewasa ini, di belahan dunia mana pun tengah digalakan melestarikan hutan karena sudah menjadi isu dunia, global. Isu Pemanasan Global (perubahan iklim) yang mendapat perhatian besar dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan bentuk pengakuan kepada seluruh warga bumi bahwa hutan yang ada di muka bumi ini perlu diselamatkan. Ini dilakukan agar mala petaka yang disebabkan perubahan iklim itu seminimal mungkin dapat dihindari oleh manusia.

Moratoriom Logging (jeda tebang hutan) hingga program-program Green Aceh yang di gagas Pemerintah Aceh untuk daerah juga sebuah upaya dalam mendukung program dunia untuk menyelamatkan hutan demi kesejahteraan masyarakat dunia dan Aceh pada khususnya.

Program-program tersebut pastinya sangat memberikan perlindungan terhadap hutan-hutan di daerah Aceh. Namun sepertinya masih ada daerah yang memiliki luas hutannya tetapi mengabaikan aspek-aspek penyelamatan hutan untuk keberlangsungan hidup umat manusia. Melihat kondisi yang ada, kebijakan daerah di era otonomi ini lebih mengutamakan proyek dari pada melindungi hutan dari kerusakan.

Oleh karena itu diskusi hijau ini bicara tentang kondisi lingkungan dan hutan Kabupaten Aceh Tengah. Diskusi Hijau sekaligus buka puasa bersama ini terlaksana pada di Laguna Cafee yang dipandu oleh Ir Jumhur, Pakar Lingkungan Hidup Aceh Tengah. Kegiatan ini sebenarnya digagas oleh Idrus Saputra, aktifis antikorupsi yang sangat peduli dengan kondisi hutan dan lingkungan di daerahnya. Dukungan materil acara ini datang dari Sekjen FPDLT, Subandi dan Duski SH sebagai praktisi Advokad di Gayo.

Panitia yang dketuai oleh Idrus Saputra mengundang para pembicara yaitu Koordinator LSM Tajuk, Isran yang berbicara kondisi hutan dan lingkungan Aceh Tengah saat ini. Kadis Pertanian, Nasiruddin SK bicara kebijakan-kebijakan pertanian yang bersentuhan dengan hutan. Kadis Deperindagkop dan ESDM, Drs.Munzir MM bicara kebijakan pertambangan yang bersentuhan dengan hutan dan lingkungan. Selanjut  untuk mencari tahu upaya atau advokasi yang telah dan akan dilakukan terkait dengan hutan, para Advokad juga hadir sebagai nara sumber yakni Pengacara kondang Aceh Tengah, Duski SH dan LBH Pos Takengon Ainul Yaqin Shi. Kapolres Aceh Tengah yang diwakili KBO Res, AKP Tian Septiandi SH dan Dandim 0106, Letkol Inf. Sarwoyadi. (SP)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments

  1. Masih perlukah memilih pemimpin yang tak peduli dengan kelestarian hutan….?

    Yang mau di LANJUTKAN itu meng eksploitasi hutan kah…….?