Partai SIRA : Pasal UUPA Banyak yang Harus Diperbaiki

Banda Aceh | Lintas Gayo – Partai Suara Independen Rakyat Aceh (SIRA) menyatakan menyambut baik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang dibacakan Kamis (24/11) sore.

Sebenarnya bagi kami tidak ada masalah Pemilukada mau ditunda atau dilanjutkan, kami siap saja, tapi sebagai partai politik Dewan Pimpinan Pusat Partai SIRA menyambut baik keputusan Mahkamah konstitusi Nomor : 108/PHPU.D-IX/ 2011 tentang  putusan akhir perselisihan hasil pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Provinsi Aceh tahun 2011. Demikian kalimat pembuka pernyataan pelaksana tugas (plt) ketua Partai SIRA, Faisal Ridha, S Ag dan sekretaris jenderal Arhama Dawan Gayo dalam rilisnya yang diterima Lintas Gayo, Kamis (24/11) malam.

Ditegaskan, keputusan untuk tetap melanjutkan pemilukada sesuai dengan tahapan pelaksanaan yang telah ditetapkan oleh KIP merupakan keputusan yang arif dan bijaksana serta mencerminkan nilai-nilai keadilan, demokrasi, HAM dan terpeliharanya perdamaian Aceh.

Kedepannya, pihak Partai SIRA berharap kepada semua pihak termasuk para penggugat untuk dapat menerima keputusan MK dengan lapang dada demi keberlanjutan perdamaian, pembangunan dan membuka ruang kepada rakyat untuk bebas menentukan pilihannya pada Pemilukada yang akan dilaksanakan pada 16 Februari 2012.

Mengenai calon Independen yang diperkuat kemabali oleh MK dengan berpegang kepada pasal 1.2.2 MoU Helsinki, Partai SIRA dan juga semua pihak diyakini berpandangan bahwa sejak awal UUPA masih ada pasal-pasal yang jauh dari MoU Helsinki sehingga masih perlu dilakukan perbaikan-perbaikan.

“Jadi soal calon independen ini menjadi titik awal kita semua untuk menyempurnakan UUPA agar lebih sesuai dengan MoU Helsinki” tulis Faisal Ridha.

Menurut pandangan partainya, masih banyak pasal-pasal dari UUPA yang harus diperbaiki dan menjadi PR kita semua, Sebagai contoh dalam MoU Helsinki Pasal 1.1.2 huruf a,b,c dan d menyebutkan bahwa apabila pemerintahan pusat membuat persetujuan-persetujuan, kebijakan-kebijakan dan keputusan-keputusan yang terkait dengan hal ikhwal Aceh maka pemerintahan pusat harus dilaksanakan dengan konsultasi dan persetujuan Legislatif Aceh dan Kepala Pemerintah Aceh sementara dalam UUPA kata persetujuan diganti dengan Koordinasi dan Konsultasi. Ini jelas berbeda secara subtansi hukum.

“Karenanya mari kita kembali kepada komitmen awal bahwa UUPA masih belum sesuai dengan MoU Helsinki,” pungkas Faisal Ridha dan Arhama Dawan Gayo. (*/03)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.