Kampung Tebuk Pegasing yang berlokasi sekitar 15 kilometer dari kota Takengon rupanya didiami sejumlah warga yang kreatif. Selain sebagai petani kopi dan bercocok tanam padi diantara mereka ada yang berprofesi sampingan sebagai pembuat barang kerajinan.
Mastasar atau lebih dikenal dengan panggilan Aman Iwan Ponok, pria kelahiran 1945 ini mahir membuat tempat penjemuran tembakau atau dalam bahasa Gayo disebut Ancak atau Silih dengan bahan utama dari Pelu, tumbuhan yang biasa tumbuh dirawa yang memiliki ruas menyerupai bambu, dengan diameter maksimal 3 cm dan tinggi batang sekira 2 meter.
Uniknya, Mastasar tidak membuatnya dengan manual, namun dengan alat yang diarancang sendiri sehingga prosesi pembuatan Ancak/Silih lebih mudah dan lebih cepat. “Alat ini saya ciptakan sendiri,” kata Mastasar kepada Lintas Gayo dirumahnya, Jum’at (23/3) lalu.
Ditanya apa nama alat tersebut, Mastasar sambil tertawa mengaku belum membuat nama peralatan tersebut. “Namanya ya alat pembuat Ancak,” ujarnya sambil tertawa.
Rata-rata perharinya, dia bisa membuat sebanyak 20 Ancak dan dijual Rp.20 ribu perunitnya. “Yang ini pesanan dari Kutacane Aceh Tenggara,” ungkap Mastasar yang saat membuat Ancak dibantu seorang anak perempuannya.
Selain membuat Ancak/Silih, keluarga Mastasar juga memproduksi kantong khusus untuk panen kopi. Perunitnya dijual antara Rp.10 ribu – Rp.20 ribu dan kepada petani tembakau yang butuh informasi tentang Ancak/Silih buatan Mastasar bisa mengontak nomor telepon selular 085370569352.
Pemilik rumah yang bersebelahan dengan Mastasar bernama Rahmat Aman Arbita, kelahiran tahun 1937 ternyata juga memiliki keahlian khusus terutama dalam membuat sangkar burung. Tak terhitung lagi berapa sangkar burung yang dibuat Rahmat Aman Arbita.
“Dari mana-mana orang datang kemari memesan sangkar burung dan saya menjualnya Rp.70 ribu perunit,” kata Rahmat yang persangkarnya dibuat dalam 2 hari.
Selain sangkar burung, Rahmat juga kerap diminta anak-anak di kampung Tebuk membuat Senok, sendok ukuran besar khas Gayo terbuat dari kayu dan tempurung kelapa dengan peruntukan menanak nasi. “Jika ada guru sekolah yang menugaskan muridnya membuat pra karya, maka saya yang ketiban rezeki,” kata Rahmat sambil tertawa. Perunit Senok, Rahmat menjualnya Rp. 10 ribu.
Rahmat yang sudah berumur lanjut namun terlihat masih sangat kuat ini mengaku juga kerap diminta mengiris daun tembakau secara tradisional. Dia menunjukkan peralatannya yang dalam bahasa Gayo dinamakan Jangka. (Khalisuddin)
Superb blog! Do you have any recommendations for
aspiring writers? I’m planning to start my own site soon but
I’m a little lost on everything. Would you propose starting
with a free platform like WordPress or go for a paid option?
There are so many choices out there that I’m totally
confused .. Any recommendations? Bless you!
My blog … Seo Agency new York