Sisi Lain Dari ‘Kerje Lèn Belah’

Yusra Habib Abdul Gani*

DALAM kajian sosiologi dan ethnologi,  ‘Kerje lèn belah’ disebut “perkawinan exogami”, yakni: perkawinan silang sepasang suami/Isteri yang berlainan belah, kampung, kuru, suku, race dan bangsa.

Model perkawinan ini sudah lama diamalkan oleh orang gayo, hanya saja sulit ditelusuri asbabun nuzulnya: bila mulai dikenal, menjadi tradisi, diamalkan dan di-adat-kan secara turun-temurun dalam peradaban orang gayo. Yang pasti, hasil suatu penelitian menyimpulkan bahwa: “Masyarakat Gayo menganut sistem kekeluargaan belah atau klen dan melakukan sistem perkawinan exogami. Estetikanya berdasarkan pada estetika Islam yang berasal dari teks-teks kitab suci, tradisi puitik, hikayat dan dongeng-dongeng mitologis.  Yang berguna untuk pendidikan terhadap kedewasaan dalam berpikir dan bertindak, kerelaan, pembelajaran terhadap keseimbangan hidup dunia dan akhirat, kesetaraan golongan atau klen, menjadi manusia yang ideal dan wujud ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.”  {Baca: Upacara Perkawinan “Ngerje”: Kajian Estitika radisional Suku Gayo di Kabpaten Aceh Tengah.  Hasil penelitian Rida Safuan Selian.}

Dengan diakui dan diamalkannya model ‘kerje lèn belah’; berarti ‘kerje sara belah’ (‘perkawinan ‘indogami’), tidak dianjurkan dalam adat-istiadat Gayo. Itu sebabnya, jika didapati ‘kerje sara belah’ dalam suatu kampung, maka mengikut ketentuan adat –setidak-tidaknya– di beberapa kampung, dianggap  suatu pelangggaran norma sosial dan adat, bukan melanggar hukum Islam. Konsekuensinya, akan dijatuhi sanksi hukum yang membebankan keluarga kedua mempelai membayar kifarrat (denda): memotong satu atau dua ekor kerbau dan menjamu semua warga satu belah untuk makan bersama (man morom) dan diringi do’a bersama pula. Di kampung Kenawat misalnya: ‘kerje sara belah’ tetap dipandang sebagai pelanggaran adat dan masih diamalkan sampai sekarang.

Apa rahasia di sebalik ‘kerje lèn belah’?

Ketika nenek moyang orang gayo menetapkan ‘kerje sara belah’ (‘perkawinan ‘indogami’) sebagai pelanggaran adat, kita tidak mengerti: apa rahasia yang tersirat di sebalik itu. Yang kita tahu bahwa larangan ‘kerje sara belah’ merupakan pelanggaran HAM, sebab membatasi hak seseorang untuk menentukan pilihan atau pasangan hidupnya. Pelanggaran HAM ini berdasarkan pada ‘Human Rights convention’, yang hanya melihat sebatas kasat mata, tidak mampu membedah dengan pisau analisa tentang keutamaan dari ‘kerje lèn belah’ berbanding ‘kerje sara belah’.

Dalam sistem kekerabatan dan kekeluargan orang gayo, warga satu belah biasanya terdiri dari orang yang masih punya hubungan darah (keluarga dekat) dan sekuru. Sekarang sudah bercampur-aduk dengan “koro jamu” (pendatang).

Hubungan darah dan ikatan persaudaraan yang dekat dan kental inilah dipakai sebagai barometer untuk menghindari–tegasnya melarang–  ‘kerje sara belah’, walau sah-sah saja menurut hukum Islam. Dahulu kita tidak tahu rahasianya. Sekarang baru terbukti bahwa: perkawinan ‘kerje sara belah’ berpotensi menimbulkan kelainan jiwa terhadap anak keturunan di kemudian hari. Sebab berdasarkan kajian medis: sirkulasi genetik, yang berputar monothon pada poros yang sama dan terjadi berulang-ulang; dapat mengakibatkan melemahnya daya tahan genetik, mengalami gangguan, bahkan menimbulkan gejala kelainan jiwa (penyakit jiwa) pada generasi tertentu. Kajian ilmiah dalam dunia kedokteran telah membuktikan phenomena genetik yang putarannya monothon. Jadi, jauh hari nenek moyang orang gayo sudah memberi aba-aba tentang efek negative dari ‘kerje sara belah’, hanya saja dipahami secara tradisional, tidak diterangkan melalui kajian ilmiah pada ketika itu.

Selain daripada itu, perkawinan exogami (Keje lèn Belah) dapat menciptakan persilangan budaya, tradisi dan genetik; sehingga terjadi suatu proses pengenalan dan pengayaan terhadap pelbagai ragam budaya dan kebiasaan-kebiasaan lainnya. Dalam konteks inilah, al-Qur’an secara umum memperkenalkan aksioma sosiologis, yang menganjurkan agar persilangan apapun bentuknya yang terjadi dalam interaksi sosial kemasyarakatan, mengandung hikmah, sebagimana firman-Nya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu ialah orang yang paling bertaqwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-Hujurat: 10-13)

Barangkali, karakteristik orang gayo yang dikenal sangat terbuka, peramah, senang bergaul, cepat menerima, mudah menyesuaikan diri dan mudah terpengaruh dengan budaya asing sebelum dan selama ini; terbentuk dari acuan dan pemahaman tradisi perkawinan exogami. Hanya saja, kemudian berhadapan dengan masalah, yakni: tidak ada instrument –tangkal–  yang mujarab yang dipakai untuk menyaring budaya asing: ‘apakah ianya memberi faedah  atau sebaliknya memudharatkan orang gayo iu sendiri’. Itu sebabnya dalam setiap kajian budaya, suatu hal yang mesti diperhatikan dengan jeli adalah: munculnya phenomena “clash civilization” antara belah, kuru, suku, kampung dan bangsa; diantaranya berpunca dari ketidak mampuan bersaing dengan kemajuan budaya luar, monothon dalam kehidupan budaya, miskin idé yang inovatif dalam membangun kebudayaan. Gambaran ini lebih tepat dikatakan sebagai bentuk irihati budaya.

Ada sisi benarnya bahwa orang gayo banyak yang pandai dan berotak brilliant. Ini sudah tentu ada hubungannya dengan hasil dari perkawinan exogami yang dinilai lebih progresif. Soal orang gayo –walau cerdas namun selalu kandas– lebih disebakan oleh faktor cultural dan filosufis, yakni: “Tuah Berpapah, Bahgie Bertona” dalam realitasnya sudah mati dalam peradaban orang gayo. Akhirnya, bersikap jujur dan mengakulah bahwa: nenek moyang orang gayo ternyata memiliki naluri yang tajam dan punya khazanah budaya yang mengagumkan, terdapat dalam tradisi, resam dan adat-istiadat. Sayang, belum dikaji dan diungkap secara ilmiah dan komprehensif.

*Director Institute for Ethnics Civilization Research (INECERES).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.