Umah Silang dan Geo Politik menuju Gayo Baru *)

 

Mustawalad**)

 

Pemekaran wilayah Daerah Pemilihan (Dapil) dan menjadikan Wilayah Tengah memiliki Dapil tersendiri, ini adalah implementasi yang diinginkan oleh beberapa penganut paham  Geo-Politic di daerah Gayo, dalam anggapan penganut faham ini, memperkecil wilayah pemilihan dan dijadikan satu dapil berbasis suku akan memperbesar peluang  orang-orang yang ingin bertarung mewakili Wilayah Tengah untuk duduk di kursi legislative di Provinsi dan Pusat.

Pemahaman penganut faham ini bertolakbelakang dengan teori Geo Politik expansionisme seperti yang dikatakan oleh Karl Haushofer (1896-1946), penganut teori Haushofer ini merasa membutuhkan lebih lebensraum (ruang hidup) dan perlu melakukan ekspansi karena ruang hidup politik lokal (kabupaten) tidak lagi cukup menantang dan harus sudah memasuki wilayah Provinsi dan Pusat tanpa harus mempersempit Dapil, saya salah satu penganut faham politik ini karena saya merasa bahwa banyak orang Gayo yang mampu untuk berkiprah lebih luas.

Sehingga, seperti apa yang dikatakan oleh Friederich Ratzel (1844 – 1904) dengan Teori Ruangnya,“bangsa yang berbudaya tinggi akan membutuhkan sumber daya manusia yang tinggi dan akhirnya mendesak wilayah bangsa yang primitif.  Mari kita bayangkan bahwa primitive disini adalah keterbelakangan pola pikir

Sir Halford Mackinder (1861 – 1947) dengan Teori Daerah Jantung (Heartland).Teorinya berbunyi “siapa pun yang menguasai Heartland maka ia akan menguasai World Island.Sudah seharusnya kita menganalogikan Daerah Jantung dalam teori ini adalah Wilayah Tengah yang terdiri dari empat kabupaten, yaitu:  Bener Meriah, Aceh Tengah, GayoLues dan Aceh Tenggara yang akan menguasai Aceh.

Jika membandingkan dua aliran Geo Politik Karl Haushofe dan Friederich Ratzel dengan penganut paham “Geo Politik Gayo”ada perbedaan tujuan akhir yang mencolok, dimana teori politik dua diawal menekankan tentang  geo politik yang jelas menerangkan tentang suku, ruang, waktu dan tempat dan dalam penerapannya melakukan ekspansi keluar (Centripetal) dan berbanding terbalik dengan Geo politik Gayo yang disebutkan sebelumnya yang lebih centrifugal yaitu perputarannya mengarah kedalam.

Secara matematis, seharusnya Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues dan Aceh Tenggara, memungkinkan untuk mendudukan wakilnya sedikitnya masing-masing 2 orang untuk DPRA, sehingga wakil wilayah tengah untuk Aceh  ada 8 orang, sedangkan untuk DPR RI, masing-masing kabupaten bias menempatkan 1 orang, sehingga wakil wilayah tengah ada 4 orang untuk DPR RI, kemudian melanjutkan dengan mendudukan 1 orang di DPD RI.

Jika wilayah tengah terdiri dari 1 dapil untuk DPRA maka kemungkinannya wilayah Tengah hanya bias diwakili oleh 7 orang dengan memperhitungkan jumlah penduduk, dan ini memang lebih pasti kalau Dapil tambahan ini bias terbentuk. Dan, agak aneh kalau satu dapil untuk DPRA sama dengan satu Dapil untuk DPR RI.

Dalam system perpolitikan one man one vote (satu orang satu suara) seperti sekarang ini,  untuk mendudukan 8 orang di DPRA, 4 Orang di DPR RI serta 1 orang di DPD RI, membutuhkan Extra Ordinary Effort  (Tindakan luar biasa yang harus dilakukan), seperti: mengeliminir tersia-sianya suara rakyat dalam pemilihan, siapa yang menentukan calon, criteria calon, elektabilitas calon, penerimaan masyarakat terhadap calon, kontrak politik antara pemilih dan calon, mekanisme penentuan partai dan jaminan terpilihnya orang- orang yang telah ditunjuk.

Melihat permasalahan-permasalahan dalam pemilu Legislatif yang kemarin, hasilnya sudah diketahui bahwa orang yang duduk bukanlah orang yang betul-betul diinginkan oleh Orang Gayo dan dianggap bias mewakili dan memiliki akar yang kuat untuk mewakili Gayo, permasalahan ini akan terus terjadi kedepan kalau tidak di cari jalan keluarnya.

Permasalah seperti itu bukan tidak bias dicari solusinya, untuk Gayo sendiri permasalahan itubukanlah hal yang terlalu sulit karena Gayo memiliki falsafah Beramal tidur munipi jege (Beramal tidur bermimpi jaga) yang maksudnya adalah member kesempatan untuk berfikir dalam jangka waktu tertentu sebelum mengambil keputusan.

Karena beramal tidur bermimpi jaga tidak bias dilakukan oleh satu orang dalam menentukan hal yang penting untuk kemaslahatan masyarakat maka perlu mekanisme, sumbervdaya manusia dan wadah yang sesuai untuk itu.

Dalam hal ini Umah Silang seperti yang dikatakan Yusra Habib Abdul Gani, dikenal sebagai halte atau tempat persinggahan (rumah) yang digunakan untuk persiapan terakhir, sebelum calon pengantin lelaki di Gayo memasuki rumah calon pengantin perempuan.

Dalam khasanah perpolitikan Gayo Umah Silang sepertinya bias menjadi alternative terbaik untuk memecahkan permasalahan yang diuraikan di atas. Mengibaratkan para politisi yang akan bertanding untuk calon legislative di tingkat Provinsi dan Pusat sebagai calon pengantin dan dengan siapa pengantin ini akan dinikahkan dalam perkawinan politik yang diharapkan dapat melahirkan kebijakan politik yang menguntungkan masyarakat Gayo kedepan.

Para  politisi yang akan didudukan di kursi legislative provinsi dan Pusat dimusyawarahkan di dalam umah silang ini dan lembaga umah silang ini nantinya akan mengeluarkan daftar orang-orang yang  dianggap memenuhi kriteria yang dilihat dari berbagai sisi termasuk objektif dan subjektifnya.

Nama-nama ini kemudian ditawarkan kepada masyarakat untuk dipilih dan dicalonkan sebagai wakil dari masyarakat dari Wilayah Tengah untuk duduk di Provinsi dan Pusat.

Mungkin ide initerlalu ideal?

*) Catatan : Ide dasar tulisan ini berasal dari tulisan Yusra Habib Abdul Gani “Umah Silang” : Suatu Konsep Bernegara

**) Mustawalad, Sahabat Petani Kopi Gayo

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

3,627 comments