Belajarlah dari PORA Aceh Timur (II)

Persaudaran Dan Rasa Memiliki Itulah Kekuatan!

Amir Hamzah, pakai topi hitam duduk berbaur bersama atlet, berpeluh keringat dan pengabnya udara.
Amir Hamzah, pakai topi hitam duduk berbaur bersama atlet, berpeluh keringat dan pengabnya udara.

Sebenarnya atlet Aceh Tengah ada perasaan iri ketika mendengar pemimpin dari kabupaten lain langsung turun ke lapangan untuk menjenguk atletnya bertanding. Islah, misalnya tetangga adik Aceh Tengah (Bener Meriah), aktif dilapangan memberikan semangat.
Demikian dengan beberapa bupati dari daerah lain, mereka datang silih berganti menjenguk atletnya Bagaimana dengan Aceh Tengah? Sang Bupati Nasaruddin tidak pernah hadir untuk menebarkan senyum kepada atlet. Demikian dengan wakil bupati Khairul Asmara.
Ketua Kontingen dipercayakan kepada Taupiq, Sekda. Namun Taupiq tidak pernah hadir sebagai ketua kontingen. Demikian dengan beberapa orang yang namanya ada dalam daftar kontingen namun tidak pernah muncul.
Sementara uang saku dan uang makan seluruh kontingen sama. Tidak diketahui apakah mereka yang tidak pernah hadir itu sudah mengambil uang saku dan uang makan, karena namanya ada dalam daftar lintang.
Walau tidak pernah dikunjungi pimpinan daerah, kontingen Aceh Tengah tetap memiliki semangat. Ada kadis Pora yang satu hari menjelang keberangkatan kontingen, resmi dilantik menjadi Kadis Pora. Para atlet melihat sikap Amir Hamzah yang berbaur dengan atlet, duduk minum bersama, makan nasi bungkus bersama, menjadi pemicu semangat atlet.
“Bukan pak bupati tidak mau hadir. Namun pak bupati ada hal mendadak yang dikerjakannya. Aceh Tengah mendapat dua penghargaan nasional. Pak bupati harus menghadirinya. Saya sudah mewakili semuanya,” sebut Amir Hamzah ketika ada pertanyaan mengapa bupati dan pimpinan lainnya tidak hadir.
Kehadiran Kadis Pora Aceh Tengah ini semakin semarak, ketika dia diberikan kepercayaan mengalungkan medali untuk kempo, dimana Aceh Tengah mendapat juara umum. Demikian dengan kepercayaan pengurus IPSI Aceh dan panitia, meminta khusus Amir Hamzah untuk mengalungkan medali atlet silat.

Amir, duduk bersama kontingen dan atlet, makan nasi bungkus juga sama, tidur juga bersama kontingen.
Amir, duduk bersama kontingen dan atlet, makan nasi bungkus juga sama, tidur juga bersama kontingen.

Banyak suara “pedas” untuk Amir di lapangan dari atlet. “Untung tir iserahen ku Pak Amirnya jabatan, ke gere entah kune nasibte I Aceh Timurni. Untung cepat diberikan jabatan kepada Pak Amir, kalau tidak entah bagaimana nasib atletni di Aceh Timur.” Nada “pedas” itu hampir dari setiap atlet dan official mengucapkanya.
Ternyata rasa persaudaraan, rasa memiliki itulah yang menjadi kekuatan atlet Aceh Tengah saat berlaga di lapangan. Para atlet butuh perhatian dari orang tua, butuh penghargaan sebagai manusia, serta membutuhkan rasa kebersamaan, tidak ada perbedaan.
Belajar dari pengalaman ini, kiranya, pelajaran berharga buat pemerintah daerah. Agar bila ada event apapun ke depan, jauh-jauh hari sudah harus dipersiapkan. Jangan saat mau berlaga, baru sibuk. Selain itu rasa persaudaraan dan kebersamaan sebagai urang Gayo, itulah yang harus dipupuk. Tentunya butuh pemimpin kontingen yang bisa merasakan dan mau merasakan, perasaan sesama. (Tim Kontingen PORA) Bersambung.

berita terkait : Belajarlah dari PORA Atim (I)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.