Oleh: Nur Hijrah Nanda, S.Pd.I*
Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa telah mengatur bahwa pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa ditempuh melalui upaya pendampingan. Pendampingan merupakan salah satu langkah penting yang harus dilakukan demi percepatan pencapaian tujuan, yakni mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat desa.
Pendampingan masyarakat dalam konteks implementasi Undang-Undang Desa sedang berada dalam ranah pembelajaran politik. Karenanya, tidak memungkinkan lagi adanya pola-pola pendampingan desa yang bersifat apolitis, sebagai sekedar urusan penyelesaian proyek pembangunan dan administratif semata.
Pendampingan masyarakat yang bersifat politis ini nantinya diharapkan mampu melahirkan partisipasi masyarakat yang bersifat subtansial. Ukuran partisipasi masyarakat desa tidak hanya sekedar jumlah kehadiran orang-orang dalam forum musyawarah, atau bahkan sekedar perhitungan kehadiran orang-orang dalam kegiatan gotong royong. Hendaknya, partisipasi masyarakat dimaknai dengan bentuk penyampaian aspirasi, saran dan masukan serta kritikan yang bersifat membangun. Hal ini diperlukan untuk mengakulturasi kepentingan masyarakat desa secara demokratis dalam ruang publik.
Pendampingan masyarakat tidak serta merta hanya menjadi tugas dan tanggung jawab pendamping desa semata. Melainkan merupakan tugas dan tanggung jawab semua pihak. Mulai dari pemerintah pusat, daerah dan pemerintah desa, serta masyarakat desa tentunya. Karena pendampingan masyarakat adalah sebuah usaha yang berkelanjutan.
Pendamping desa hadir dalam rangka pemenuhan tanggung jawab tugas Negara dalam mewujudkan pendampingan di lapangan, yang dalam hal ini di lihat dari aspek manajemen administasi, bantuan teknis, pembinaan dan pengelolaan program pembanguan dan pemberdayaan masyarakat atau yang lebih dikenal dengan singkatan P3MD, yang secara struktural sudah terbentuk mulai dari pusat, provinsi hingga daerah kab/kota dan di setiap wilayah pemerintahan desa.
Secara umum Pendamping Desa memiliki tiga tugas utama, yakni sosialisasi, fasilitasi dan mendampingi.
Pertama, mensosialisasikan setiap perundang-undangan dan peraturan yang berkaitan dengan program P3MD. Dalam hal ini tentunya Pemerintahlah yang memiliki kewenangan dalam pembentukan produk hukum itu sendiri.
Kedua, memfasilitasi tahapan pelaksanaan Program Dana Desa. Sebagai contohnya, dalam tahapan musyawarah desa, Pendamping Desa tidak memiliki hak untuk berbicara yang bersifat memutuskan sebuah kebijakan publik terkait hal-hal strategis yang sedang dimusyawarahkan.
Dan terakhir ketiga, mendampingi tahapan dan pelaksanaan program Dana Desa.
Yang sering kali disalah artikan, bahwa Pendamping Desa “dianggap” menjadi Pendamping Aparatur Desa. Sekalipun harus diakui bahwa intensitas komunikasi dan koordinasi pendamping desa lebih banyak bersama aparatur desa, itupun tidak lain hanya demi pelaksanaan tugas semata. Yang sebenarnya masyarakatpun punya hak untuk bertanya dan berkoordinasi langsung dengan pendamping desa, karena secara teknis menjadi bagian dari tugas utama, yaitu sosialisasi. Namun alangkah lebih baiknya bila ditempatkan dalam situasi dan kondisi yang sesuai pula agar tidak menjadi kesan mencari-cari sebab atau alasan.
Pendamping Desa bukanlah bagian utama atau bahkan aktor utama dalam setiap proses dan tahapan pelaksanaan program dana desa, kendati sering dilebeli sebagai “:ujung tombak” program dana desa, melainkan sebuah komponen yang memiliki peran dan fungsi yang sama hal dengan komponen lainnya. Sejatinya, masyarakat dan desa sendirilah yang menjadi kata kuncinya.
Pendampingan masyarakat yang dilakukan oleh pendamping desa tentunya diharapkan mampu menjadi bagian utama dari proses pengembangan kapasitas masyarakat desa, terutama dalam upaya kaderisasi desa. Yang hanya akan dapat terwujud bila mendapat dukungan penuh dari masyarakat dan desa itu sendiri.
Kaderisasi desa akan menjadi langkah kunci dalam menggerakkan dinamika kehidupan masyarakat di desa, yang berdaulat di bidang politik, berdikari di bidang ekonomi dan berkepribadian di bidang budaya.
Pendamping Desa adalah sosok manusia biasa yang menjalankan tugas Negara.
Lumrahnya tidak akan pernah luput dari kelemahan dan kekurangan, baik dari segi sumber daya manusianya maupun dari segi kapasitas kerja di lapangan. Untuk itu, sekali lagi, dukungan dan partisipasi masyarakat amat sangat dibutuhkan dalam mewujudkan cita-cita bersama; desa yang mandiri, desa yang sejahtera.
Mengutip penggalan akhir lagu Iwan Fals yang berjudul DESA :
… Desa harus menjadi kekuatan ekonomi
Agar warganya tak hijrah ke kota
Sepinya desa adalah modal utama
Untuk Bekerja dan mengembangkan diri
Desa harus jadi kekuatan ekonomi
*Penulis merupakan PLD di Kec. Bener Kelipah