Mata rasanya “menjerit” meminta untuk dipejamkan. Tubuh sudah terasa lelah. Namun ketika ada perintah harus berangkat, tidak ada alasan untuk menolak tugas. Semuanya harus dilakukan dengan ihlas.
Terperangkap dalam kerumunan “manusia”, merupakan hal biasa dan sudah menjadi bagian perjalanan diri. Walau mereka terperangkap dalam raungan mesin dan kepulan asap, namun tujuan utama harus dicapai dan tepat waktu.
Kehadiran manusia “tangguh” ini sangat menentukan kelangsungan kontingen PKA Aceh Tengah. Ketika padatnya berbagai perlombaan dalam PKA ke 7 ini dan lokasinya berpencar pencar, para supir yang ditugaskan khusus mengantar jemput, tidak ada istilah peserta lomba terlambat sampai dilokasi.
Bila terlambat terkena diskualifikasi. Demi menghindari diskualifikasi, para supir ini juga harus hafal jalan pintas untuk mempercepat menuju lokasi. Melintasi jalan umum, sering terjebak macet. Apalagi suasana PKA yang dibanjiri manusia. Namun supir bus besar tidak ada pilihan lain, mereka harus sabar dalam bus, walau terjebak macet.
Suksesnya event PKA yang diikuti Aceh Tengah tidak terlepas dari peran supir dan awaknya. Mereka laksana “kuda” dalam sebuah pertandingan catur. Manusia yang tak kenal lelah itu dibawah komando, Drs. Ishak.
“Banyak kesanya, walau lelah namun tetap kami nikmati. Kami berupaya memberikan pelayanan yang baik, kapanpun diminta kami harus udah siap,” sebut Halwi, salah seorang korlap, menjawab media di Banda Aceh, Selasa (14/8/2018).
“Ketika bau makanan khas Gayo menyengat hidung, perut lagi lapar belum terisi, air liur menjadi naik. Namun tidak mungkin makanan khas Gayo ini kami cicipi, karena kuliner ini ikut diperlombagakan di ajang PKA,” sebut Mirhan, yang menjadi supir kuliner dan PKK.
Ada yang unik dan menjadi tawa, pelepas lelah diantara para supir ini, ketika harus mengantarkan pelaku seni ke arena pertandingan. Ada diantara mereka yang terpaksa mengetuk pintu kamar, untuk bersiap siap mengikuti perlombaan. Namun semuanya dilakukan dengan ihlas.
Manusia yang tidak mau ada perlombaan terkena diskualifikasi, karena terlambat, terdiri dari lima Korlap, Halwi, Iwan Ilham, Irwansyah, Zuhriandi, Juanda. Kelima Korlap ini harus siap “menjewer” telinga supir bila terlambat.
Tetapi tidak ada yang sempat kena jewer, karena para punggawa mereka memang tangguh dan tahu tugasnya. Mereka terdiri dari; 7 supir bus besera awaknya. Mereka sering terjebak macet ditengah padatnya manusia diseputaran Banda Aceh.
Ada kalanya mereka harus tahan lapar asalkan kontingen Aceh Tengah sampai ketujuan dengan tepat waktu. Mereka terdiri dari Abd. Gafur/Maskur. Ikbal/Surya. Mahdin/Adi Sofa. Hasyimi/Sofyanto. Erwin/Mahmuddin. Dermawan/Waldi H. Amran/Rahman.
Mirhan yang dipercayakan menjadi supir minibus, harus hafal jalan, bukan hanya jalan utama. Namun jalan elak untuk menghindari macet. Demikian dengan Akbarul Fajri dan Isa, lekuk jalan di Kute Reje ini, mereka harus simpan di dalam memori.
Hal yang sama harus dilakukan Yahdi/Adi Putra serta Mango R./Sahdan M. Mereka bukan hanya harus mengangkat dan menurunkan barang, karena mereka ditugasi sebagai supir pikup, namun mereka juga harus mampu menghindari macet.
Menjaga barang yang dibawa, jangan sempat rusak, sehingga tidak dapat dipergunakan dalam kegiatan PKA, menjadi tanggungjawab Amruna/Genali Gayo dan Azemi/Mancang, karena mereka harus membawa barang. Tugas mereka harus amanah, karena menjadi supir cold box.
“Kami berupaya agar kontingen Aceh Tengah tidak kecawa dengan layanan transportasi. Alhamdulilah, mampu kami laksanakan,” sebut Alwi. “ Terima kasih kepada semua pihak atas kerjsamanya yang baik, sehingga Aceh Tengah sukses dalam mengikuti event PKA ini,” sebut Uswatuddin, ketua kontingen Aceh Tengah. ( tim PKA).