“Grupel” Dibudidayakan, Kenapa Tidak !

Mengutip dari berbagai sumber tulisan yang ada di website tentang kayu Grupel diantaranya http://www.lintasgayo.com/1697/grupel-akan-punah-dari-gayo.html disebutkan bahwa bahasa ilmiah Grupel (sebutan di Gayo, red) adalah Lisea.sp yang merupakan satu jenis kayu yang memiliki karakteristik yang khas dari kayu-kayu lain yang tumbuh dikawasan di kesejukan dataran tinggi Gayo pada ketinggian 700-1700 meter diatas permukaan laut (dpl).

Jenis kayu ini dapat dikategorikan sebagai jenis kayu yang unik, karena dapat bertahan hidup dibeberapa jenis tanah, baik tanah kritis, gersang maupun bebatuan sekalipun, dan dapat bertahan lama walaupun dijemur dalam terik matahari sekali pun. Ketinggian pohon ini dapat mencapai 35 meter dengan diameter batang mencapai 100 cm.

Ke-khasan lain yang dimiliki Grupel adalah mempunyai tekstur yang menarik. Oleh karenanya Grupel menjadi terkenal karena tekstur bunga yang ditampilkan sel kayu ini juga sangat indah yang disebabkan oleh tidak normalnya perkembanganbiakan sel pada batang dan akar kayu (bannir) tersebut. Kayu ini juga menabur aroma wangi atsiri yang khas.

Di Gayo, kayu ini biasa dipakai untuk barang kerajinan dan bagian kayu Grupel yang digunakan sebagai barang kerajinan bernilai tinggi adalah bagian akar dan bekas tebang yang ditinggalkan. Di Gayo dikenal dengan istilah Tomoh  (Bongkol). Uniknya, semakin lama umur penebangan, limbah berupa Tomoh ini semakin bagus dan bernilai tinggi untuk bahan kerajinan.

Di tahun 1990 sampai 1997, Kayu Grupel pernah menjadi barang yang paling dicari oleh pengusaha kerajinan berbahan kayu berkebangsaan Korea . Saat itu, jengkal demi jengkal sudut hutan Gayo diacak-acak untuk mendapatkan kayu Grupel. Bahkan, bukan lagi sisa tebangan yang diambil, kayu Grupel yang masih berdiripun ditebang dan diangkut ke Korea dan sejumlah negara lainnya.

Membudidayakan Grupel

Perkembangbiakan Grupel tidak hanya terjadi karena seleksi alam. Akan tetapi, Grupel juga dapat dikembangbiakkan dengan beberapa hal. Hal ini diungkapkan oleh salah seorang pemerhati lingkungan di Gayo Kabupaten Aceh Tengah, Ir Jumhur, yang tergabung kedalam Forum Penyelamatan Danau Lut Tawar (FPDLT).

Dalam bincang-bincang di kantin Batas Kota (BK) Paya Tumpi Kabupaten Aceh Tengah, Jum’at (14/10/20110 saat menikmati kopi Espresso Black Coffee racikan barista Win Ruhdi Bathin yang juga sebagai Redaktur situs berita Lintas Gayo, Jumhur yang merupakan sarjana Kehutanan mengatakan bahwa membudidayakan Grupel hanya dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, Stek Tunas dan Stek Pucuk.

Pada steek tunas menurut Jumhur akan terjadi perakaran secara alami oleh tunas-tunas yang dibelah dari bahan induknya.

Akan tetapi dikatakan Jumhur, pada saat ini kayu ini mulai langka dijumpai di daerah Gayo. Oleh karena itu, butuh proses panjang untuk membudidayakannya terlebih lagi kalau cara ini dilakukan belum tentu stek yang dilakukan akan berjalan dengan sempurna.

Cara yang kedua, terang Jumhur lebih lanjut, adalah dengan stek pucuk yakni dengan menggunakan media agar-agar dan menjaga suhu yang tetap pucuk-pucuk Grupel yang di stek dimasukkan kedalam inkubator dengan media agar-agar yang dimasukkan kedalamnya.

Teknologi ini sangat efektif dilakukan dan pertumbuhan akarnya pun agak lumayan lebih cepat dari pada stek tunas.

Namun, teknologi Inkubasi ini memakan biaya tinggi sehingga teknologi ini belum pernah dilakukan di Takengon. Teknologi yang mirip dengan kultur jaringan ini diharapkan dapat mengembalikan ke-khasan Grupel sebagai kayu yang banyak digunakan orang untuk membuat aksesoris rumah dan bernilai ekspor itu.

Jumhur juga mengatakan bahwa kayu Grupel hanya terdapat di daerah Gayo dan Afrika yaitu Maroco, hal itu dijelaskan oleh para pakar peneliti kayu di Aceh berdasarkan hasil penelusuran, kata Jumhur

Sangat disayangkan jikalau tidak ada penanganan yang khusus untuk kayu ini, maka kita sebagai generasi Gayo akan melihat kepunahan dari kayu ini. Banyak sekali anak-anak sekarang yang tak tahu lagi bagaimana bentuk dari Grupel.

Pengakuan seorang teman, dia hanya sering mendengar nama Grupel saja tanpa tahu bagaimana bentuknya. Hal ini tentu menambah sederetan benda yang diprediksi akan punah di bumi Gayo, seperti halnya Depik (Rasbora Tawarensis ) yang dipicu kerusakan lingkungan danau Lut Tawar, Bahasa Gayo, tutur dan adat, Keprok Gayo dan lain-lainnya tanpa sempat ada yang memulai untuk membenahinya. (Darmawan Masri)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.