Lintas Gayo | Redelong – Al-Musanna M.Ag yang juga alumni IAIN Ar-Raniry dipercayakan sebagai khatib pada pelaksanan Shalat Aidul Adha 1432 Hijriyah di Masjid Al-Amilin Kampung Pante Raya Jl. Bireuen – Takengon (Takbir) Minggu, (6/11/2011) .
Dalam tausiyahnya yang berdurasi sekitar 45 menit Al-Musanna mengambil tema ” 4 teladan Ibrahim AS dan keluarganya”.
Dalam muqadimahnya, khatib kembali sedikit mengulas pada empat (4) tahun yang lalu pada 20 Desember 2007 yang bertemakan “Mari kita kuatkan permusuhan dengan syaitan”. Syaitan itu adalah musuh yang nyata maka jangan mau berteman dengannya. Ciri-ciri syaitan sombong, kikir, dan tidak mau bersyukur. Maka berdermalah, infaqlah kalau tidak mau tergolong dalam salah satu ciri syaitan. Sekarang kita sudah tahu siapa musuh kita, maka kita harus punya teman.
Rasulullah begitu mencintai kita tapi kita ummatnya tidak mencinta beliau. Jika kita mencintai diri kita maka kita harus mencintainya salah satunya dengan memperbanyak shalawat.
Kurang lebih empat (4) juta umat Islam berkumpul di Saudi setiap tahunnya dari berbagai negara salah satunya melaksanakan kewajiban Haji untuk meneladani kisah Ibrahim As dan Keluarganya.
Pada kesempatan ini khutbah khatib bertemakan tentang “empat (4) keteladanan Ibrahim As dan Keluarganya”;
1. Belajar tiada henti
Kalau kita mengkaji kisah Ibrahim AS yang telah disebutkan dalam Al-Qur’an yaitu mencari safa’at ilmu, bagaimana ketika Ibrahim AS menghancurkan berhala-berhala, mencari siapa tuhan yang sepatutnya disembah, matahari yang terbit ketika fajar dan terbenam ketika menjelang magrib tidak bisa dikatakan tuhan, bulan yang bersinar dimalam hari dan tidak pada siang hari tidak mungkin bisa dinamakan tuhan. Dari kisah tersebut bagaimana belajar meyakini, memupuk diri agar tetap belajar tanpa henti.
Kemudian khatib bertanya, pernahkah kita mengkaji ulang shalat, do’a iftitah, pernahkah kita mengerti makna yang terkandung dalam syahadat? Pernahkah kita belajar tentang zakat dengan serius? jawabannya, tanyakan pada diri kita masing-masing.
Begitu malunya kita selaku orang Gayo khusunya dan orang Aceh pada umumnya ketika mengetahui calon bupati (cabup) tidak bisa baca Al-Qur’an, bagaimana kita mau mengatakan bangga dengan dengan keislaman kita hari ini, kalau mengaji saja tidak bisa.
“Kapan kita terakhir kita mengaji Al-Qur’an, kapan terakhir kita mengajak anak-anak kita membaca Al-Qur’an”. tanyanya.
Kemudian khatib menegaskan, mau Facebookan, internetan dan sebagainya tidak masalah, tapi harus tetap berpegang teguh dengan yang telah digariskan Islam melalui Al-Qur’an dan Hadist. Sebagaimana sabda Nabi SAW. ” Tidak akan sesat kamu selama berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnahnya.” Kalau iman sudah kuat dan teguh, aliran sesat pun tak akan masuk tegasnya.
2. Komitmen pada Generasi
Mendidik anak menjadi generasi yang shaleh beriman dan bertaqwa kepada Allah, sebagaimana Ibrahim AS mengajarkan kepada anaknya Ismail AS dalam Firma-Nya. “ya Tuhaku, jadikan aku dan keturunanku orang-orang yang tetap mendirikan shalat.”
Selanjutnya khatib mengajak jama’ah untuk merenungkan apa yang telah diperbuat selama hidup di dunia yang fana ini, mungkin banyak diantara kita sepele dengan shalat, bayangkan berapa banyak kita mengajak anak kita shalat dan berapa kali kita menyuruhnya membuat pekerjaan rumah (pr). Ini tanggung jawab kita semua bagaimana generasi kita bisa mencitai Allah SWT.
Nabi Nuh AS ditegur ketika terjadi banjir besar yang dalam sejarah perjalanan manusia merupakan banjir terdahsyat yang pernah ada. Karena anaknya tenggelam kemudian beliau Nuh AS memohon kepada Allah agar diberi pertolongan. kemudian Allah menjawab dengan Firman-Nya ” Mereka bukan kelompokmu karena mereka tidak pernah melakukan amal shaleh” dan “Hai Nuh, janganlah kamu meminta apa-apa yang tidak kamu ketahui”.
“Seseorang menjadi juara tanpa ada pengorbanan tidak perlu dihargai, tetapi orang-orang yang bersusah payah, berkorban demi mencapai keberhasilan itu yang patut kita hargai” jelasnya.
Kemudian khatib mencontohkan, bagaimana anak-anak kita sekarang ini hafal lagu Ayu Ting-Ting dan Keong Racun, bahkan ibu-ibu juga tidak kalah saing sambil memasak menyanyikan lagu ini. Anak-anak sekarng tau tau Naruto, Doraemon dan sebagainya. “Maka didiklah anak-anak dengan ilmu yang baru, jangan dengan ilmu yang lama”. Ajaknya, dengan raut wajah penuh harapan.
3. Tauhid tanpa Kompromi
Rasul-rasul yang diutus kepermukaan bumi ini adalah untuk menyeru kepada menyembah Allah. Nabi Ibrahim AS yang kita ketahui dari firman Allah memiliki ketauhidan yang kuat tanpa kompromi. Nah, bagaimana dengan kita hari ini, apakah kita pernah memperbaharuinya, inilah salah satu penyebab masuknya aliran sesat, disebabkan tidak pernah mengupdate atau memperbaharui ketauhidan kita.
“Lihat jodoh anda ketik reg spasi kirim ke nomor bla bla bla, lihat rezeki anda ketik reg spasi ke nomor bla bla bla” terangnya, sambil mencontohkan iklan yang sering disaksikan di televisi. Karena tidak benarnya tauhid, maka timbullah hal-hal seperti ini yang bisa mempengaruhi keimanan.
Kemudian khatib membandingkan dengan orang Palestina yang jumlahnya sedikit tapi berani melawan ke kedzaliman Israel knp? karena tauhidnya sudah bagus dan mantap.
Allah SWT telah menyediakan rezeki tinggal bagaimana memanfaatkannya. Khatib mencontohkan, Nabi Muhammad SAW saja berdakwah ke Ta’ib 8 Mil atau 180 Km ditempuh dengan berjalan kaki. Nabi juga berniaga dan 99 % rezeki didapat dari perniagaan. Bayangkan, apakah kita lebih hebat dari Nabi? tidak mungkin rezeki datang dengan sendirinya kalau hanya duduk dirumah.
4. Menjadi teladan abadi
Nabi berhasil kerena kerjanya, tidak hanya beretorika, dan beliau dapat menjadi teladan bagi ummatnya. Biarlah anak-anak memilih mau menjadi apa sesuai dengan apa yang dicita-citakannya. Jangan larang anak-anak masuk pasantren, mau jadi penyanyi silahkan saja. “Maher Zain dengan bernyanyi berdakwah, banyak orang-orang non Muslim masuk Islam. Bukan keong Racun”. Ujarnya.
Mau jadi Guru, Petani, jadi Pedagang silahkan tapi jangan lupa kamu Islam, dan apapun yang kamu lakukan mendapat pahala sesuai dengan perintah Allah dan Rasulnya.
Diakhir khutbahnya, khatib mengajak jama’ah merenungi serta introspeksi diri (Muhasabah bi-nafsih) apa yang sudah saya lakukan selaku orang tua, begitu juga apa yang telah saya lakukan selaku anak, yang membuktikan kita seorang muslim. Islam itu tidak hanya di KTP. (Fazri GAYO/03)