Enkapsulasi II

Oleh : Dr. Darul Aman, M. Pd

Pada bagian yang lalu, sudah disinggung mengenai kebudayaan pada manusia sehingga segala sesuatu yang dihayati dilihat dari sudut pandang kebudayaan itu sendiri. Pengaruh ini sering tidak disadari. Zais (1976) menamakan fenomena ini unconscius culturally induced bias. Sehubungan dengan konsep tersebut, Royce (dalam Zais, 1976 hal 219) memperkenalkan pula istilah encapsulation. Ekapsulasi mengacu pada keadaan manusia yang sangat yakin tentang keberadaan persepsinya atas realita oleh karena terdapatnya keterbatasan-keterbatasan bagi diri manusia, dia hanya memiliki gambaran yang tidak lengkap dan tidak akurat tentang keadaan sebenarnya. Ada diantara kita yang hanya mementingkan diri sendiri dengan pendapat sendiri (berdasarkan pandangan atau pendapat turunan dengan dasar menghormati leluhur yang sakral) padahal konsep tersebut tidak berarti apa-apa bagi pengembangan pendidikan masa depan. Konsep ini disebut dengan taklit atau pemikiran yang lahir atas inisitif/fikiran sendiri bukan dari hasil diskusi, hasil penelitian sehingga konsep taklit selalu beretentangan dengan kenyataan. Itulah yang disebut dengan enkapsulasi bagi diri seseorang yan berpandangan konvensional mengagung-agungkannya ke khalayak ramai (Yarmis Syukur, 2007). Apabila konsep enkapsulasi ini berkembang dalam dunia pendidikan maka hasilnya akan menjadi rendah dan murahan alias low quality. Keadaan ini bukan saja bersifat kultural tetapi juga fisiologis dan psikologis manusia itu sendiri. Enkapsulasi dapat terjadi oleh dua fakta yaitu keterbatasan fisiologis dan keterbatasan psikologis. Kedua keterbatasan ini dikemukakan secara rinci oleh Zais (1976, hal 219 ā€“ 229) yang secara pendek dapat dikemukakan sebagai berikut.

Keterbatasan Fisiologis

Secara genetika dan fisiologis, manusia dibatasi kemampuan untuk melihat dunia sekelilingnya. Umpama, manusia hanya mampu mendengar suara antara 20 ā€“ 20.000 saikel per detik (James pincak, 2008), di luar skala ini dia tidak mendengar apa-apa. Kemampuan melihat hanya 1/70 dari keseluruhan panjang gelombang cahaya (Ahmad Mustafa, 2009). Keterbatasan mengingat nomor handphone yang berjumlah 11 atau 12 digit, keterbatasan manusia mengembangkan budaya, keterbatasan manusia dalam membaca, keterbatasan manusia dari segi umur, keterbatasan manusia dari segi tenaga, keterbatasan manusia dalam mencium dan mencicip, dan lain-lain. Oleh karena itu manusia memandang dunia ini seperti seperangkat indera fisiologisnya yang diyakininya sangat akurat, pada hal sebenarnya hanya benar menurut pandangan manusia itu saja. Kemampuan manusia itu hanya terbatas sekali, hanya sedikit sekali ilmu yang diberikan oleh yang Maha Pencipta kepada manusia (baca cerita perjalana Nabi Musa as dengan Nabi Khaidir as dalam Qurā€™an). Lalu mengapa kita harus sombong dengan ilmu kita yang hanya setipis kulit bawang? Masa Allah

Keterbatasan Psikologis

Banyak sekali fakta-fakta psikologis yang membuat manusia terkurung dalam kapsulnya untuk maksud kajian kurikulum, kita hanya mengambil beberapa hal yang sangat penting saja dari Zais (1976, hal 220), sebagai berikut:

  1. Kemampuan manusia untuk belajar dan berpikir sangat terbatas. Umpamanya, seperti yang dikemukakan Royce (dalam Zais, 1976 hal 220), daya ingat manusia sangat terbatas sehingga cepat lupa akan hal-hal yang mungkin berguna pada perkembangan pendidikan.Ā Ā  Sebagian besar orang tidak dapat mengulang 10 angka yang telah didiktekan kepada mereka.
  2. Kemampuan manusia mengkonsepsikan ide-ide yang abstrak dan mengaitkan ide-ide tersebut sangat terbatas, seperti banyaknya orang yang lemah memahami konsep-konsep abstrak seperti terdapat dalam mata pelajaran matematika, dan banyak orang merasa kesulitan untuk memahami metafor yang terdapat dalam karya-karya kesusasteraan.
  3. Banyak orang yang berpikir irasional, walau berpikir rasional merupakan ā€œmerekā€nya manusia saja, dan tidak dimiliki oleh makluk lain.

Dari fenomena di atas, sebagai manusia baik yang terdidik maupun yang tidak, petani, nelayan, pedagang, guru, PNS, dosen, dan lain-lain perlu diperbanyak belajar dalam jenis apapun agar ilmu kita yang sedikit bisa menjadi lebih banyak dan tajam dalam berfikir. Pendidikan adalah wadah bagi manusia untuk belajar, tidak perduli dari kalangan mana ia berasal yang penting harus belajar supaya tidak terkungkung dalam bentuk kapsul pengetahuan yang sempit, Tidak seperti ā€œKatak Dalam Tempurungā€ merasa akulah yang paling hebat diantara sekian. Apabila perkataan yang dilontarkan ā€œAkulah yang palingā€ maka akan tercabut sebagian ilmu yang diberikan oleh Allah swt karena sebenarnya yang berhak sombong adalah yang Maha Pencipta Bumi dan Langit beserta isinya.

Kajian lain adalah betapa sumpurnanya manusia diciptakan dibanding dengan mahluk-mahluk lain, manusia dijadikan sebagai khalifah di bumi untuk memimpin dan mengatur kehidupan dalam tuntunan. Itulah pendidikan, maka tak pelik lagi bahwa pendidikan berjalan dengan sebaik mungkin apabila pelaku pendidikan tersebut tidak terkungkung dalam satu kapsul atau ruangan sempit akan tetapi berfikir luas dan supel serta universal sehingga akan melahirkan generasi yang berkualitas dalam berbagai komponen keilmuan. Dengan kata lain, dalam proses pembelajaran yang sangat perlu untuk dilakukan adalah:

  1. Ada prosedur atau ketentuan yang harus diikuti oleh semua pihak baik guru, siswa, tata usaha, dll. Kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan menjadi salah satu faktor kekuatan bagi diri seseorang untuk menjalankan tugas yang diemban. Sebagai tugas guru adalah wajib memberikan pembelajaran yang baik dan sistimatis kepada siswa agar mencapai target kurikulum yang telah ditetapkan baik dari tingkat Nasional, daerah Tingkat 1 dan sampai kepada daerah Tingkat II. Sementara tugas siswa adalah mengikuti proses pembelajaran yang berlangsung guna untuk mencapai keberhasilan dan perubahan cara hidup yang insani dan berdaya guna bagi orang banyak.
  2. Ada peraturan yang melekat yang tidak boleh dirubah karena menjadi keputusan bersama atau keputusan Mahkamah dalam Pendidikan (Komite Sekolah). Peraturan ini kebanyakan untuk membangun pisik sekolah secara umum dan membina mental anak didik ke arah yang mandiri baik di sekolah (belajar dengan tekun, komitmen tinggi dan loyal terhadap peraturan sekolah) maupun di luar sekolah (menunjukkan sikap yang edukatif di tengah-tengah masyarakat dan bisa menjadi teladan bagi orang banyak).
  3. Ada kebijakan yang terkadang bisa menjadi peraturan atau ketentuan sehingga terkesan etis dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Contohnya, anak didik yang belum mampu membayar SPP selama beberapa bulan tidak boleh dikeluarkan dari sekolah tempat dimana ia belajar, anak didik yang bersikap nakal harus diberikan nasehat yang baik dan pengertian sampai ia mampu mengubah diri menjadi anak didik yang baik nantinya, anak didik yang belum mengetahui penjelsan guru perlu mendapatkan remedial materi secara spesifik dari guru, dll.

Apabila kebijakan yang arif dapat dilakukan oleh guru sebagai pendidik maka tidak akan terjadi gap antara siswa dengan guru atau guru dengan siswa. Guru yang pinter/professional memiliki ciri-ciri yang bijak dengan menanamkan disiplin tinggi bagi semua kliennya (anak didik atau temannya). Adalah ciri-ciri guru yang terikat/terkurung dalam sebuah kapsul tanpa memiliki kebjikakan yang tinggi dalam pelaksanaan proses pembelajaran sehingga menimbulkan kesan monoton atau kaku dan tidak menarik bagi teman-teman/siswanya sendiri dan guru model ini perlu mendapatkan pembelajaran bimbingan konseling dari guru-guru yang berpengalaman dalam menangani permasalahan. Ingat-ingat jadi guru/pendidik adalah tugas mulia dan sungguh indah jadi guru karena menanamkan kebijakan yang positif dalam peraturan yang ada (Darul Aman, 2011).

Referensi:

Ahmad Mustafa, 2009. Sain dan teknologi dalam Pendidikan. Surabaya.

James Pincak, 2008. Technology for the Scientists. Ohio State University. Ā 

Yarmis Syukur, 2009. Kurikulum dan Pembelajaran yang Tepat Guna. Padang.

Zais, 1976. Curriculum in Education. New York.

——-

Dear Students Unit D only,
You can answer the following questions that related to DISCOURSE ANALYSIS
for the first task:
1. What do you know about Experiential Function of language? Explain clearly !
2. What do you know about the Context in the field of theoretical linguistics? Explain clearly!
3. What do you know about Interpersonal function of language? Explain clearly!

Good luck and enjoy these tasks.

Best regards,

Dr. Darul Aman, M. Pd

—-

*Guru SMAN 1 Takengon dan Dosen Bahasa Inggris STAIN GP Takengon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.