Satpol PP dan Wilayatul Hisbah Provinsi bekerja sama dengan Fakultas Syari’ah pada hari senin (21/11/11) mengadakan diskusi akhir tentang naskah akademik pembuatan Qanun, peserta yang hadis dalam diskusi tersebut juga dari kasatpol PP dan WH Kabupaten Kota.
Pelaksanaan Syari’at Islam secara yuridis telah berlaku sejak tahun 2002, sejak itu pula telah banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan. Diantara kegiatan yang dilakukan adalah pembuatan Qanun-qanun Syari’at Islam, utamanya qanun yang berhubungan dengan : Aqidah, Ibadah dan Syi’ar Islam, Minuman Khamar dan sejenisnya, Maisir atau Perjudian serta qanun tentang Khalwat.
Semua qanun-qanun tersebut memerlukan sosialisasi, pembinaan dan pengawasan. Karena itu dalam masing-masing qanun tersebut telah disebutkan keberadaan Wilayatul Hisbah sebagai Pengawas. Namun secara kelembagaan Wilayatul Hisbah tersebut belum memiliki kekuatan Hukum dan masih berada di bawah Dinas Syari’at Islam, kemudian pada tahun 2006 lahir Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang dalam Pasal 244 dan Pasal 245 disebutkan bahwa Gubernur mempunyai kewenangan untuk membentuk Wilayatu Hisbah sebagai unit dari Polisi Pamomg Praja (Satpol PP)
Dengan adanya Undang-undang Pemerintah Aceh ini, berarti keberadaan dan kedudukan Wilayatul Hisbah telah menjadi kuat berdasarkan Undang-Undang. Bergabungnya Wilayatul Hisbah dengan Satpol PP memerlukan adanya sebuah aturan yang mengatur tentang struktur, tata kerja dan wilayah kerja mereka. Karena sebelum adanya peraturan atau qanun yang akan dibuat, maka mekanismen kerja antar dua lembaga yang sebelumnya berpisah belum dapat berjalah secara maksimal.
Pada Tahun 2011 ini, naskah akademik tentang Qanun Satpo PP, WH dan PPNS dibuat dengan cara Bekerja sama antara Satpol PP/Wilatul Hisbah dengan Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry. Materi yang ditulis dalam naskah akademik ini diperoleh melalui bacaan kitab-kitab dab buku-buku serta perundang-undangan yang berlaku. Kemudian juga melakukan wawancara dengan Satpol PP dan WH seluruh Aceh.
Ayat-ayat al-Qur’an dan hadis Rasulullah yang berbicara tentang pencegahan kemungkaran di dalam Islam dijadikan sebagai landasan untuk terbentuknya Wilayatul Hisbah, dan wilayatul Hisbah ini telah ada sejak masa Umayyah dalam makna Wilayatul Hisbah secara terorganisir, sedang cikal-bakalnya telah ada sejak khalifah Umar bahkan sejak masa Rasul.
Pendukung terwujudnya penegakan hukum, baik itu hukum Syari’at ataupun hukum dalam makna peraturan Negara atau daerah adalah dengan adanya lembaga hukum yang kuat dan berwibawa, karena itu perlu penguatan lembaga Wilayatul Hisbah yang dengan landasan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 menjadi bagian dari Satpol PP. Dimana Satpol PP sendiri telah mempunyai landasan yang kuat sebagai penertib peraturan yang berlaku. Untuk itu juga perlu penguatan kewenangan PPNS, yang selalma ini hanya tunduk di bawah bidang dan menjadi seksi.
Secara sosiologis penguatan penggabungan Walayatul Hisbah ke Satpol PP dan peningkatan status PPNS dalam struktur kelembagaan, menambah kuatnya penertiban peraturan daerah dan malahirkan kejujuran dalam dalam pelaksaan kerja dikalangan pengemban tugas. Selama ini Wilayatul Hisbah yang belum mempunyai kekuatan hukun duduk di Bawah Dinas Syari’at Islam dan satu saat boleh saja karena tidak kuatnya landasah hukum dapat dengan tiba-tiba dibubarkan, sedangkan sekarang dengan adanya landasan hukum yang kuat maka tidak ada lagi yang dapat membubarkannya.
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang Satpol PP secara nasional sangat kuat, sedangkan untuk PPNS juga sama. Hanyasaja untuk PPNS perlu peningkatan kedudukan dalam struktur. Sedangkan untuk Wilayatul Hisbah baru ada Undang-undang Pemerintahan Aceh dan secara operasional belum ada, karena itu lahirnya qanun sangat diperlukan, disamping untuk menegakkan ketertiban juga sebagai amanah menjalankan undang-undang.
Adapun hal-hal yang akan diatur dalam tersebut adalah : ketentuan umum, asas, tujuan dan ruang lingkup, susunan dan kedudukan, Tugas fungsi dan wewnang, hak dan kewajiban, pengangkatan dan pemberhentian, pendidikan dan pelatihan, kepangkatan dan jabatan, seragam, tanda pangkat dan atribut lainnya, PPNS, Bantuan Hukum dan kerjasama, kode etik dan dewan kehormatan serta ketentuan peralihan dan penutup. (Drs. Jamhuri, MA)