.
Jakarta | Lintas Gayo – Setelah film dokumenter Radio Rimba Raya yang disutradarai Ikmal “Bruce” Gopi, kini hadir pula film dokumenter yang mengangkat tema Gayo, yaitu ‘Kudaku Tanpa Pelana.’ “Film ini mengisahkan sejarah pacuan kuda tradisional di Takengon, dataran tinggi tanoh Gayo hingga diperlombakan sampai sekarang,” kata Diah Eka Sari, Senin (28/11/2011)
Eka, melihat, pendokumentasian Gayo masih sangat kurang baik secara tertulis, audio maupun visual. Apalagi, dalam bentuk film. Sejauh ini, setahu Eka, ada beberapa film yang mengangkat tema terkait Gayo, seperti “Puisi Tak Terkuburkan” (2000, sutradara Garin Nogroho), film dokumenter “Penyair Dari Negeri Linge” (2001, sutradara Aryo Danusiri), dan film dokumenter “Radio Rimba Raya” (2010, sutradara Ikmal “Bruce” Gopi).
Oleh karena itu, Eka bersama teman-temannya yang tergabung dalam lalu yang Komunitas Remaja Peduli Adat Gayo (REMPAG) Takengon coba berbuat untuk mengurangi “miskinnya” masalah pendokumentasian tersebut. “Untuk saat ini, ini—membuat film dokumenter—yang bisa kami lakukan,” kata alumni FKIP Bahasa dan Sastra Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) Medan tersebut
Lebih lanjut, jelas alumni SMA Negeri 1 Bebesen (SMA Negeri 1 Takengon sekarang) itu, dia langsung memproduseri dan mendanai sendiri film dokumenter tersebut. Sementara itu, Ampun Sahan bertindak sebagai Sutradara, Nova Safriani (Asisten Sutradara), Weirasi Engite dan M. Rusydi sebagai (Cameraman), Nova Safriana (Pengisi Suara), dan Ananda Puja Pekasih dan M. Dery Irba (Editor).
Bahkan, kata Eka, film yang mengisahkan kuda Gayo di Negeri Antara—Takengon—itu sempat ikut perlombaan film dokumenter yang diselenggarakan Fakultas Ekonomi (FE) Universitas Indonesia (UI) tanggal 11 November 2011 yang lalu. Harapannya, film yang mengangkat sejarah dan budaya Gayo itu nantinya bisa masuk nominasi (al-Gayoni)