Namanya Gumara, masih muda. Bapak beranak satu ini tergolong memiliki ide dan pekerjaan langka. Betapa tidak, sudah 10 kaset (VCD) lawak dihasilkannya. Judulnya, “Sikekoan”, versi lawak gayo. Tapi tidak satupun dari semua kaset tersebut dibuat dengan tulisan atau script bahkan skenario.
Meski tidak pernah “makan” sekolahan teater, namun Gumara layak disebut sutradara. Tujuh kaset lawaknya, laris dipasaran. Bahkan setiap episode baru ditunggu kehadirannya, terutama oleh anak-anak gayo.
“Pernah saya ke Jakarta untuk belajar membuat film. Tapi saya tidak tahu dimana. Kemudian saya pulang lagi tanpa hasil”, kata Gumara. Meski tidak sekolah, naluri dan bakat alaminya tidak lantas padam. Gumara tetap membuat film lawak dalam cakram padat (VCD).
Saat ditemui di Toko kaset miliknya di Kampung Baru Kecamatan Luttawar Takengon. Gumara tampak santai. Dia ditemani Rinaldi, pelajar SD, salah seorang pemeran dalam setiap episode lawak gayo yang dibuat Gumara.
Menurut Gumara, kaset pertama yang dibuatnya, saat gempa dahsyat melanda Aceh yang disertai tsunami. Kini sudah memasuki episode ke sepuluh. Hebatnya lagi, Gumara selalu membuat kasetnya bersambung sehingga harus diikuti penonton sambungan ceritanya di episode berikutnya.
“Saya ingin memecahkan rekor dengan membuat kaset berseri . Kalau bisa sampai ratusan episode yang selalu bersambung”, kata Gumara seraya tersenyum. Dalam membuat kaset, Gumara memakai beberapa pelakon kunci.
Seperti Zul , Ipul, Sagul, Aman Zul, Aldi dan Nugroho. Pemeran utama ini selalu hadir dalam setiap kaset dengan pertentangan utama antara Aman Zul dan Nugroho yang tidak pernah akur karena diwarnai percekcokan dan perkelahian.
Dikatakan Gumara, jika sudah puny ide cerita, Gumara memanggil semua pemainnya. Lalu mengisahkan cerita yang akan dibuat. Masing-masing pemeran tidak menghapal dialog.
Dialog diajarkan sambil syuting. Masing-masing pemeran harus berlakon bagaimana dan mengucapkan apa.
Gumara bertindak sebagai sutradara, kameramen dan Produser sekaligus serta menjadi pemasar setiap kaset yang dibuatnya.
“Saya memakai management tukang pangkas”, celetuk Gumara. Semua pemeran utama dalam setiap kasetnya, selalu standby untuk di shooting, jika Gumara sudah puny aide cerita.
“Semuanya berjalan begitu saja. Jika ada salah seorang pemeran dalam kaset lawak yang saya buat sulit dihubungi atau tidak siap, saya tidak akan memakainya lagi”, kata Gumara.
Untuk itulah dia mengaku memakai pemeran yang bisa dipakai kapan saja. Saat ditanya kenapa setiap shooting dilakukan, selalu dilakukan di areal yang jauh dari perkotaan atau keramaian.
Menurut Gumara karena dia belum memiliki pengetahuan bagaimana merekam dialog dan cerita ditengah keramaian sehingga suara orang lain tidak masuk dalam kaset. “Kalau membuat kaset ditengah orang banyak, suara tokoh utama cerita tercampur dengan suara orang banyak sehingga tidak focus. Kalau saya sudah punya tehnologinya, saya akan membuat ceritanya di Kota”, papar Gumara.
Tidak heran jika kemudian, Gumara selalu membawa pemainnya di shoot di perkebunan atau pegunungan. “Pernah suatu kali saya memakai batang ubi kayu sebagai gagang untuk microphone agar dialognya terdengar jelas”, ungkap Gumara. Dan menurutnya pemakaian ubi kayu sebagai gagang mike sangat berkesan baginya.
Selama membuat sepuluh kaset lawaknya yang laris di pasaran, Gumara mengaku sering mendapat protes dari masyarakat yang menyebutkan bahwa lawakannya penuh dengan kekerasan.
Tapi Gumara mengaku tidak terpengaruh karena yang penting baginya adalah pangsa pasar.
(Ashaf/02)
.