Takengon | Lintas Gayo – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh Pos Takengon dengan wilayah kerjanya meliputi Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues dan Kabupaten Aceh Tenggara memberikan layanan bantuan hukum melalui 2 (dua) kategori yaitu Bantuan Hukum Struktural (BHS) yaitu kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia, dan Bantuan Hukum Cuma-Cuma (BHC) bagi rakyat miskin.
Selama 2011, LBH Banda Aceh Pos Takengon menangani sebanyak 22 kasus, dimana diantaranya 8 Kasus BHS, dan 10 Kasus BHC serta 4 Kasus Litigasi di Pengadilan Negeri Takengon.
Kasus BHC yang banyak dikonsultasikan oleh masyarakat adalah kasus perdata dan pidana, dimana penerima manfaatnya sekitar 15 Orang. Kemudian untuk kasus pelanggaran HAM yang terjadi, termasuk dalam BHS atau perkara Non Litigasi ada sebanyak 8 Kasus, dimana penerima manfaatnya sekitar 48 orang ditambah 3 desa.
Dari 8 kasus Pelanggaran HAM yang diadukan oleh masyarakat, Kepolisian merupakan lembaga yang paling banyak diadukan oleh masyarakat, yaitu sebanyak 3 kasus tentang Pelanggaran terhadap Hak Atas Persamaan di Hadapan Hukum dan Pelanggaran Terhadap Hak Atas Anak, kemudian disusul Pengadilan 2 Kasus tentang Pelanggaran Atas Proses Peradilan Yang Adil, serta Pemerintah Kabupaten dan Perusahaan/Pemilik Modal masing-masing 1 kasus.
Menurut Zulfa Zainuddin, SHI koordinator LBH Banda Aceh Pos Takengon yang didampingi Chairul Azmi, SH pembela umum, Sabtu (15/1/2012) di kantornya Jl. Non Perumnas Lr.Seroja Dusun Pintu Rime Kampong Kute Lot Kec. Kebayakan Kabupaten Aceh Tengah bahwa secara keseluruhan kasus yang diterima dan ditangani oleh LBH Banda Aceh Pos Takengon terjadi peningkatan jika dibandingkan pada tahun 2010 yang hanya 16 Kasus.
Hal tersebut menunjukkan perlindungan terhadap Hukum dan HAM tidak berjalan dengan baik. Untuk tahun 2011, dari pengamatan di media dan pengaduan yang diterima LBH Banda Aceh Pos Takengon, Kepolisian menjadi lembaga yang mendominasi pelanggaran HAM.
Lanjutnya, masih adanya pelanggaran HAM yang didominasi oleh Kepolisian, menunjukkan reformasi polisi tidak berjalan maksimal, sebagaimana diketahui reformasi Kepolisian bertujuan untuk mengubah citra polisi yang militeristik ke arah polisi sipil (civilian police) yang demokratik, profesional, dan akuntabel.
“Ketidakoptimalan reformasi polisi ini disebabkan polisi masih melakukan pelanggaran HAM dalam melaksanakan tugas pokoknya. Beberapa pelanggaran HAM yang dilakukan polisi seperti terjadinya Pelanggaran Terhadap Persamaan di Hadapan Hukum dan Pelanggaran terhadap Hak Anak”, terang Zulfa
Disamping itu, Chairul Azmi, SH, Staf pembela umum LBH Banda Aceh Pos Takengon mengatakan, Pelanggaran terhadap Hak Anak menjadi sorotan LBH Banda Aceh Pos Takengon pada tahun 2011 ini, Ketidakprofesionalan polisi dalam melakukan penyidikan terhadap pelaku anak menyebabkan terjadinya pelanggaran HAM dalam penyidikan yang dilakukan polisi.
“Dalam melakukan penyidikan terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh anak, pihak kepolisian sering mengabaikan Hak Anak itu sendiri, bahkan pihak Kepolisian dalam melakukan penanganan terhadap kasus yang dilakukan oleh anak, cenderung langsung dilakukan penahanan terhadap anak tersebut”, sebut Chairul
Hal ini jelas melanggar Konvenan Hak Anak dan UU No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak serta UU No.3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak, dimana dalam berbagai ketentuan tersebut jelas disebutkan Penahanan terhadap anak dilakukan sebagai upaya terakhir.
(Maharadi)
.