Matoa, Buah Asal Papua Tumbuh Subur di Gayo

.

Takengen | Lintas Gayo –  Matoa (Pomatia pinnata) salah satu jenis buah-buahan  asal Papua,Irian Jaya, ternyata telah ada  dan tumbuh subur sejak tahun 1990-an  di dataran tinggi Gayo Aceh Tengah dan Bener Meriah.Kendati jumlah batangnya terbatas, namun kini telah ada  petani  berupaya  membudidayakannya.

Matoa merupakan tanaman buah khas Papua, tergolong pohon besar dengan tinggi rata-rata 18 meter dengan diameter rata-rata maksimum 100 cm. Umumnya berbuah sekali dalam setahun.

“Matoa ini termasuk varietas  langka di sini. Mungkin  namanya saja masih terdengar asing di telinga. Padahal  selain kopi dan hasil  pertanian lainnya, saya kira petani di sini juga dapat berbudidaya buah asal hutan Papua itu,” jelas Wiknyo yang diduga sebagai satu-satu warga Aceh Tengah yang memiliki pohon matoa ini.

Dikatakan warga Paya Tumpi ini, selain matoa dapat tumbuh subur selama ini di sana, juga ketika tiba musim panen,  buahnya sangat lebat dan nilai jualnya  terbilang lumayan mencapai Rp 50 ribu perkilogram.”Saat ini karena  jumlah batangnya hanya tiga batang, produksi juga terbilang sedikit.Setiap musim perbatang matoa hanya mampu menghasilkan sekitar seratus kilogram.”

“Karena banyak konsumen penasaran akan buah dari papua ini, setiap musim kami kewalahan  melayani permintaan pembeli. Bahkan bila buahnya telah memerah, layak panen, kami hanya menjualnya di sekitar rumah,” ungkap pensiunan pegawai penyuluh pertanian Aceh Tengah ini.

Dilanjutkan, Matoa merupakan jenis buah yang memiliki keunikan rasa di banding buah lain yang selama ini kerap dijual di pasaran. Selain itu buah mirip klengkeng ini dapat dipanen hanya dua kali dalam setahun.

“Ada keunikan rasa bila buah satu ini tersentuh lidah. Citarasanya sangat beragam  seperti percampuran nangka, kelengkeng dan  buah durian. Hal inilah yang membuat konsumen kerap memburunya bila telah tiba masa panen,” terangnya.

Menurutnya, untuk mempertahankan ‘species’ tumbuhan keras yang masih langka ini,  berbagai upaya telah dilakukan selama ini. Namun karena iklim dingin menyebabkan daya tumbuh bibit menjadi kurang baik.

“Telah beberapakali saya mencoba mencangkok batang untuk pembiakan. Namun dapat dikatakan gagal karena  akar kurang berkembang. Hal itu disebabkan iklim dingin yang belum mendukung.Dari itu saya mencoba menggembangkan biji untuk dijadikan bibit matoa, dan cara ini terlihat lebih berhasil,” kata Wiknyo.

Selain itu jelasnya,  bertani matoa tidaklah terlalu sulit, selain tidak memerlukan tehnis perawatan khusus, juga dalam perkembangannya tidak membutuhkan pupuk seperti lazimnya berbudidaya tanaman  buah lainnya.

Penyebaran buah matoa di Papua hampir terdapat di seluruh wilayah dataran rendah hingga ketinggian ± 1200 m dpl. Tumbuh baik pada daerah yang kondisi tanahnya kering (tidak tergenang) dengan lapisan tanah yang tebal. Iklim yang dibutuhkan untuk pertumbuhan yang baik adalah iklim dengan curah hujan yang tinggi (>1200 mm/tahun).

“Perlu diketahui matoa hanya tumbuh diketinggian 400-1200 dari permukaan laut. Dan dari awal tanam hingga menunggu tiba masa panen hanya membutuhkan waktu selama enam tahun,” jelas Wiknyo, seraya berharap  kedepan akan  ada masyarakat  lainnya yang mulai mencoba bertani matoa di dataran tinggi  Gayo itu.

Matoa: Salah satu buah hasil alam Papua, bernama matoa, kini mulai dikembangkan seorang petani di Aceh Tengah. Selain nilai jualnya mencapai Rp 50 ribu/kg, buah mirip klengkeng ini memiliki ke khas-an rasa dibanding buah lainya. Terlihat buah matoa milik Wiknyo  ketika musim berbuah sebulan lalu. (Maharadi/Red.03)

.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.