Takengon | Lintas Gayo – Kejayaan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) di nusantara sekitar 3,5 abad yang lalu, ternyata mengobsesi generasi muda Belanda garis keras untuk kembali ingin menguasai wilayah nusantara. Kemudian, secara diam-diam mereka mulai memperkuat barisan dibawah bendera Neo-VOC, semacam organisasi bawah tanah. Demikian diungkapkan Kapolres Aceh Tengah, AKBP Dicky Sondani, SIk MH, Jumat (17/2) di Kantin Batas Kota, Paya Tumpi Takengon.
Obsesi itu terinspirasi dari keberhasilan nenek moyangnya menguasai wilayah nusantara selama 3,5 abad. Mereka berpikir, nenek moyangnya saja bisa menjajah negara lain, kenapa mereka tidak? Kalau menggunakan senjata dan pasukan, jelas mereka tidak berani karena kekuatan militer Indonesia sangat disegani. Namun, mereka tetap masih ingin kembali menancapkan kukunya dibekas negeri jajahan nenek moyangnya, yang terkenal kaya raya.
Kemudian Dicky melanjutkan, strategi kaum Neo-VOC saat ini bukan dengan kekuatan senjata dan pasukan, tetapi dengan mengulang sejarah yang pernah sukses dicapai perserikatan dagang Hindia Timur (VOC) tempo doeloe yaitu memasok narkoba (dulu dengan candu). Narkoba yang mereka pasok saat ini dikenal dengan nama ekstase.
Sebenarnya, tambah Dicky, kata seorang polisi di Belanda bahwa ekstase itu adalah obat yang diberikan untuk orang lanjut usia (manula). Umumnya, orang lanjut usia itu kurang bergairah dan tidak bersemangat karena faktor usia. Supaya mereka bergairah kembali, maka dokter di Belanda memberi para manula resep ekstase, mulailah mereka kembali riang gembira. âSekarang ekstase malah dikonsumsi oleh anak muda, kan jadi aneh. Bayangkan riang gembiranya anak muda akan berlipat ganda, bergerak terus tak pernah berhentiâ kelakar Dicky.
Drugs atau obat-obatan jenis ekstase memang asal mulanya dari Belanda yang kemudian dipasok (salah satu tujuannya) ke Indonesia. Di Belanda, ekstase malah dijual secara legal. Jumlah maksimal yang bisa dibeli sebanyak 3 butir. âMereka di Amsterdam bahkan menyediakan sebuah cafe khusus drugs. Di cafe itu, orang bebas mengkonsumsi obat-obatan, tapi kalau diluar cafe itu mengkonsumsi narkoba pasti akan ditangkap polisi,â ungkap Dicky Sontani.
Pengalaman Dicky Sondani yang pernah sekolah tentang lalu lintas di Appeldorn Belanda selama 6 bulan pada tahun 1993, sangat menarik untuk dicermati. Saat dia baru menjejakkan kaki di negeri kincir angin itu, tiba-tiba dia didatangi oleh seorang wanita. Si wanita menawarkan pil ekstase yang bisa disediakannya sampai ribuan butir. âOrang-orang dari Jakarta ngambil barang dari saya koq,â kata wanita berdarah Indonesia seperti diceritakan kembali oleh Dicky.
Keyakinan Dicky atas adanya rencana kaum Neo-VOC comeback berdasarkan hasil diskusinya dengan salah seorang politisi lokal disana yang kebetulan seorang warga keturunan Indonesia. Politisi itu mengungkapkan, rencana mereka untuk kembali menginvasi Indonesia yang dimulai dari strategi merusak generasi muda dengan narkoba. Menurut politisi itu, rencana kelompok Neo-VOC hampir berhasil.
Dicky juga khawatir melihat peningkatan pengguna narkoba di tanah air yang trendnya terus naik dari tahun ke tahun. Peningkatan ini sangat mengerikan karena generasi muda kita makin rusak. Indonesia bisa kehilangan anak muda potensial. âKita harus waspada, jangan sampai Neo-VOC comeback. Semua pihak harus menyatukan langkah untuk mengatakan tidak kepada narkoba,â himbau AKBP Dicky Sondani, Kapolres Aceh Tengah itu. (CiJur)
.