Sensasi Mie Arang Bang Ma’el Sebagai Penghangat Tubuh

Kenikmatan cita rasa mie Aceh Bang Ma’el yang dimasak dengan arang, rupanya mendorong wisatawan dan konsumen yang pernah merasakan sensasi mie Bang Ma’el untuk kembali menjejakkan kaki di kota dingin Takengon. Hari itu, Sabtu (3/3) bumi Takengon yang sedang disiram oleh hujan sehingga suhu udara berada pada posisi 18ÂșC. Di tengah suhu udara yang cukup dingin, sejumlah wisatawan menyempat diri mampir ke warung Mie Bang Ma’el diantara sejumlah warga di kota Takengon yang tidak pernah melepaskan jaket dari tubuhnya.

Dalam suasana yang cukup dingin ini, tempat yang paling banyak dikunjungi warga adalah warung kopi dan mie Aceh. Dengan menikmati secangkir kopi arabika Gayo dan sepiring mie rebus, bisa menaikkan suhu tubuh. Bahkan dalam suasana dingin, sepiring mie Aceh bisa membuat tubuh makin hangat dan berkeringat.

Di Takengon Aceh Tengah, terdapat sejumlah tempat yang menyediakan menu mie Aceh dengan rasa dan aroma yang berbeda-beda. Salah satu tempat penjualan mie Aceh yang sangat spesial terletak di Jalan Peteri Ijo, pasar bawah Takengon. Warung mie Aceh dibawah merek toko “Metareuem” itu dikenal juga dengan Mie Bang Ma’el yang dimasak menggunakan bahan bakar arang.

Usaha mie Bang Ma’el itu kini telah dilanjutkan oleh putranya yang bernama Adek (35). Keterampilannya mengolah dan memasak mie Aceh dengan bumbu dan rempah-rempah istimewa, membuat orang yang pernah mencobanya pasti akan kembali lagi. Sebab, rasa rempah-rempah itu masih tetap melekat dilidah para penikmat mie Aceh buatan si Adek itu, sehingga sensasi ini yang mendorong orang untuk kembali ke tempat itu.

Dari sembilan bersaudara, ternyata hanya si Adek yang meneruskan tradisi orang tuanya menjadi pembuat mie Aceh yang handal. Keistimewaan mie Aceh buatan si Adek terletak pada bahan baku mie yang dibuatnya sendiri. Mie mentah itu dibuatnya dengan menggunakan terigu kualitas terbaik, dan pewarnanya menggunakan kuning telor.

Oleh karena itu, warna mie buatan si Adek terlihat kuning pucat, berbeda dengan mie di warung lain yang berwarna sangat kuning. “Ini saran dokter Usman Nur, katanya kalau mie menggunakan pewarna gincu berbahaya bagi kesehatan, karena gincu itu adalah racun,” ungkap Adek.

Menurut si Adek, rata-rata omsetnya dalam sehari, dia bisa menghabiskan mie sampai 20 Kg, bahkan kalau ada acara tertentu di kota Takengon bisa sampai 30 Kg. Harga jual mie Aceh buatan si Adek cukup murah, hanya Rp.8000 per bungkus atau per piring. Kalau ingin ditambah kepiting atau udang, harganya berbeda lagi.

Melihat begitu banyaknya mie yang mampu terjual, menandakan mie Aceh buatan si Adek cukup laris. Kadangkala, kalau kita datang menjelang siang, bisa tidak memperoleh tempat duduk. “Pernah ada wisatawan Jepang yang makan mie dua tahun lalu, ternyata beberapa bulan lalu mereka kembali lagi,” ungkap Adek.

Menyangkut dengan penggunaan arang sebagai bahan bakar pembuatan mie, Adek menyatakan sebagai salah satu ciri khas mie buatannya.Katanya, dengan bahan bakar arang, aroma kari makin menonjol dan rasa mie Aceh buatannya makin maknyus. Kalau menggunakan kompor minyak atau gas, akan terasa bau minyaknya.

Pasca tsunami, saat bahan bakar arang hilang dari pasaran, dia sempat beralih menggunakan gas sebagai bahan bakarnya. Sejumlah langganannya komplain, karena rasa mie Aceh buatannya memiliki rasa berbeda. Sejak itu, Adek tetap konsisten menggunakan arang sebagai bahan bakar untuk membuat mie Aceh. (B Syukri)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.