Perlunya Berbuat Baik

Drs. Jamhuri, MA*

Kenapa harus berbuat baik ? ini adalah sebuah pertanyaan yang sederhana dan dapat ditanyakan oleh siapa, kepada siapa, dimana dan kapanpun. Semua pertanyaan ini dengan mudah dapat dijawab kendati oleh orang yang tidak berbuat baik sekalipun dan jawabannya dapat dipastikan dapat diterima oleh semua orang, karena akhirnya menyatakan bahwa berbuat baik itu perlu.

Teologi yang meyakini bahwa kehidupan yang tidaklah berakhir dengan kematian tetapi dengan keidupan kembali, menuntut semua orang untuk dapat berbuat baik dalam kehidupan di dunia yang fana ini, apa saja yang dilakukan pada kehidupan ini akan terekam dan akan dipersaksikan kembali kepada pemlik amal pada kehidupan yang abadi kelak. Rasulullah bersabda : “dunia adalah tempat bercocok tanam” merupakan bukti bahwa apa yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan dunia ini hanyalah merupakan usaha yang tidak berakhir dengan hasil, dan kalaupun ada hasilnya maka belum tentulah merupakan kebenaran. Sedangkan hasil yang sebenarnya akan diketahui pada hari akhirat kelak.

Tiada yang luput dari rekaman walau sekecil apapun, baik secara zhahir ataupun bathin. Karena sebenarnya adanya perbedaan antara perbuatan yang zhahir dan bathin hanyalah merupakan standar kemampuan yang diberikan Al-Khaliq kepada makhluk seperti halnya  manusia. Menurut manusia malakat dan jin adalah makhluk yang ghaib yang tidak mampu di indra tetapi bagi malaikat dan jin itu sendiri mereka bukanlah ghaib, demikian juga dengan kematian, alam kubur dan hari kiamat, kesemuanya menurut manusia adalah ghaib.

Demikian juga dengan amal perbuatan yang dilakukan manusia, di sisi Al-‘Alim Tuhan yang Maha mengetahui tidak ada bedanya antara  perbuatan yang dikerjakan pada malam hari dengan perbuatan yang dikerjakan di siang hari, tiada perbedaan antara perbuatan yang dikerjakan secara terang-terangan dengan perbuatan sembunyi-sembunyi, tiada juga bedanya antara perbuatan yang ada dalam hati dengan perbuatan fisik secara zhahir. Karena itu kita yakini bahwa tiada yang luput dari proses rekaman amal ketika hidup di alam yang fana ini

Keterbatasan pengetahuan yang dimiliki manusia dalam mengenali perbuatan yang dilakukan oleh orang lain, terlebih untuk perbuatan yang tidak  mampu dijangkau oleh indra,  membuat manusia sering berbuat dengan keberpura-pura. Ia sering menampilkan perbuatan baik ketika ada orang yang memperhatikan atau melihatnya. Karena keterbatasan tersebut juga manusia sering menyembunyikan keaslian dirinya. Mereka selalu mengatakan yang baik sebagai kebaikan tetapi dalam bathinnya tidak setuju sehingga ia tidak mengamalkannya, sebaliknya manusia juga mengatakan kejahatan sebagai ketidak baikkan, namun dalam hati mereka tidak setuju dengan apa yang dikatakan.

Seseorang masih bisa berkelit dengan memberi alasan dan argumen, sehingga orang lain percaya bahwa perbuatan tidak baik yang dilakukan adalah akibat ketidak sengajaan atau karena ketidak tahuan atau juga karena tidak ada bimbingan atau petunjuk. Sehingga dengan alasan dan argumen yang digunakan terbebas dari tuntutan hukuman yang seharusnya diterima.

Banyak amanah yang tidak disampaikan ketujuannya dengan berbagai alasan, baik yang dapat diterima oleh akal atau diterimanya karena keterpaksaan, yang membebaskan penerima amanah dari tanggung jawabnya. Dan pemberi amanah tidak mengangapnya sebagai orang yang tidak anamah, karena ketidaktahuan pemberi amanah bahwa amanah yang dititpkan tidak sampai ke tujuan.

Orang-orang yang melakukan perbuatan tidak baik, dalam sekala perbuatan dosa besar ataupun dosa kecil, merasa menang dan terbebas dari tangung jawab karena pihak berwajib (aparat berwenang) dan masyarakat umum tidak melihatnya. Juga bisa karena tempat dimana seseorang melakukan kejahatan memberi izin untuk melakukan perbuatan tidak baik, seperti di daerah lokalisasi kejahatan dan tempat-tempat yang tidak diketahui oleh orang lain.

Bukankah nanti “pada hari kiamat semua catatan amal itu akan dinampakkan” atau semua rekaman amal itu akan diputar ulang dan akan disaksikan kembali oleh pemilik amal. Pada saat itu tidak ada kesempatan untuk memperbaiki adegan yang salah, karena kesalahan yang pernah dilakukan tetap menjadi kesalahan dalam waktu yang tidak ada batas, demikian juga dengan kebaikan yang dilakukan akan dipersaksikan oleh pemilik kebaikan dan akan menjadi kebaikan dalam waktu yang tidak ada batas pula. Tidak ada bantahan dan pembelaan terhadap kesalahan yang pernah dilakukan, karena semuanya adalah hasil dari pekerjaan secara individu.

Tidak ada orang tua yang dapat melakukan pembelaan tehadap kesalahan yang pernah dilakukan anaknya, tidak pula ada anak yang mampu menyelamatkan orang tuanya. Karena pada saat itu semua orang harus mandiri dan tidak ada ketergantungan pada orang lain. Sehingga ada sebagian orang yang menyesal dengan apa yang dilakukan ketika ia masih hidup di alam fana, dan mereka berkeinginan untuk memperbaikinya, tetapi kesempatan itu telah habis.

Kita masih bisa bertanya, apakah tidak terlalu lama mempersaksikan seluruh amal yang pernah diperbuat ? jawabannya tentu tidak. Karena pada saat itu tidak ada batasan waktu dan tidak juga ada bandingan waktu antara lamanya umur dunia yang fana dengan alam yang baqa.

Untuk itulah perlunya semua orang berbuat baik, karena ketidak baikan juga akan diperlihatkan. Sehingga akhirnya semua orang akan ditempatkan pada masing-masing  tempat yang telah disediakan.


* Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.