ETIKA lingkungan Biosentrisme adalah etika lingkungan yang lebih menekankan kehidupan sebagai standar moral. Salah satu tokoh penganutnya adalah Kenneth Goodpaster. Menurut Kenneth kepentingan untuk hidup yang harus dijadikan standar moral. Rasa senang atau menderita bukanlah tujuan melainkan kemampuan untuk hidup atau kepentingan untuk hidup. Sehingga bukan hanya manusia dan binatang saja yang harus dihargai secara moral tetapi juga tumbuhan.
Alam semesta adalah sebuah komunitas moral, dimana setiap kehidupan dalam alam semesta ini, baik manusia maupun yang bukan manusia, sama-sama mempunyai nilai moral. Seluruh kehidupan di alam semesta sesungguhnya membentuk sebuah komunitas moral. Oleh karena itu, kehidupan makhluk apapun pantas dipertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari perhitungan untung-rugi bagi kepentingan manusia. Oleh karena itu menjadi etis ketika etika berlaku bagi seluruh komunitas biotis, termasuk komunitas manusia dan komunitas makhluk hidup lain.
Pusat perhatian yang dibela oleh teori ini adalah kehidupan secara moral. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa setiap kehidupan di muka bumi ini mempunyai nilai moral yang sama sehingga harus dilindungi dan diselamatkan. Teori etika biosentrisme mendasarkan moralitas pada keseluruhan kehidupan, entah pada manusia atau pada makhluk hidup lainnya. Kehidupan bernilai pada dirinya sendiri sehingga harus dilindungi.
Biosentrisme juga dikenal sebagai teori life-centered theory of environment. Teori ini memandang lingkungan hidup sebagai pusat pada kehidupan. Inti dari teori ini adalah manusia mempunyai kewajiban moral terhadap alam. Kewajiban ini bersumber pada pertimbangan bahwa kehidupan adalah suatu proses bernilai..
Salah satu tokoh besar yang mendukung teori biosentrisme adalah Albert Schweitzer. Inti dari teori lingkungan hidup Albert Schweitzer adalah reverence for life atau hormat sedalam-dalamnya terhadap lingkungan. Menurut Albert Schweitzer, etika biosentrisme bersumber pada kesadaran bahwa kehidupan adalah hal yang sakral. Hal ini mendorong manusia untuk berusaha mempertahankan kehidupan dan memperlakukan kehidupan dengan hormat yang sedalam-dalamnya. Albert Schweitzer memegang prinsip “adalah hal yang baik secara moral kita memacu dan mempertahankan kehidupan, sebaiknya buruk bagi kita untuk menghancurkan kehidupan”.
Paul Taylor dalam buku Respect For Nature: A Theory of Environmental Etnics menjelaskan bahwa biosentrisme didasarkan kepada empat hal. Pertama, manusia adalah anggota komunitas kehidupan di bumi. Kedua, spesies manusia bersama dengan semua spesies lainnya adalah bagian dari sistem yang saling bergantung satu sama lain. Ketiga, semua organisme adalah pusat kehidupan yang mempunyai tujuan sendiri. Keempat, manusia pada dirinya sendiri tidak lebih unggul dari makhluk lainnya.
Selain itu, menurut Taylor untuk memahami teori biosentrisme, kita perlu membuat perbedaan antara pelaku moral (moral agent) dan subyek (moral subjects). Pelaku moral adalah makhluk yang memiliki kemampuan yang dapat digunakan untuk bertindak secara moral, sehingga memiliki tanggung jawab dan bisa dituntut untuk bertanggung jawab terhadap tindakannya (accountable beings). Berbeda dengan pelaku moral, subyek moral adalah makhluk yang bisa dieprlakukan secara baik atau buruk,
Bagi Taylor, kewajiban utama manusia sebagai pelaku moral terhadap alam sebagai subyek moral adalah menghargai dan menghormati alam (respect for nature). Sikap hormat terhadap alam ini ditunjukkan dalam empat kewajiban:
- Kewajiban untuk tidak melakukan suatu tindakan yang merugikan alam dan segala isinya (nonmaleficience atau no harm), kewajiban ini berbentuk negatif, dalam artian manusia secara moral dituntut untuk dapat menagan diri untuk tidak melakukan sesuatu yang negatif dan dekstruktif merugikan dan merusak alam semesta.
- Kewajiban untuk tidak mencampuri (non-interference), ada dua kewajiban yang terkait. Pertama, kewajiban untuk membatasi dan menghambat kebebasan organisme untuk berkembang dan hidup secara leluasa dialam sesuai dengan hakikatnya. Kedua, kewajiban untuk membiarkan organisme berkembang sesuai dengan hakikatnya.
- Kesetiaan, kesetian disini yang dimaksud oleh Taylor adalah janji untuk menjaga dan menghargai alam.
- Kewajiban restitutif atau keadilan retributif. Kewajiban ini menuntut agar manusia memulihkan kembali kesalahan yang pernah diperbuatnya dalam bentuk kerusakan ataupun pencemaran lingkungan. Manusia diwajibkan untuk mengembalikan alam yang telah dirusaknya ke kondisi semula.
Sebagai penutup tulisan ini, penulis mengutip sebuah ayat dalam Al-Qur’an Al A’raf ayat 56-58 yang artinya “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadanya rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik. Dan dialah yang meniupkan angin sebagai pembawa berita gembira sebelum kedatangan rahma Nya (hujan) hingga apabila angin itu telah membawa awan mendung, kami halau ke suatu daerah yang tandus, lalu kami turunkan hujan di daerah itu. Maka kami keluarkan dengan sebab hujan itu berbagai macam buah-buahan. Seperti itulah kami membangkitkan orang-orang yang telah mati, mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran. Dan tanah yang baik, tanam-tanamannya tumbuh dengan seizin Allah, dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami)bagi orang-orang yang bersyukur.”
*Mahasiswa Semester VI Kedokteran Gigi Unsyiah.