Takengon | Lintas Gayo – Kerangka manusia prasejarah berumur 4.400 tahun yang ditemukan di Ceruk Ujung Karang Aceh Tengah terlihat sedang memeluk batu. Kerangka yang memeluk batu seperti itu merupakan temuan pertama selama melakukan penggalian arkeologi di wilayah Barat Indonesia. Demikian diungkapkan Ketut Wiradyana, ketua Tim Arkeologi dari Balar Medan, Jumat (23/3) di lokasi penggalian Ceruk Ujung Karang Kebayakan Aceh Tengah.
Hebatnya, tambah Ketut, kerangka yang ditemukan itu sepasang (dua orang). Jenazah mereka diletakkan secara berdampingan diantara tumpukan batu. Batu yang disusun menyerupai peti berbentuk oval. Ketut menduga, susunan batu tersebut dibuat dengan sengaja oleh keluarga mereka waktu itu. Makam dua kerangka yang ditemukan hari ini sangat istimewa bagi para arkeolog dari Balar Medan tersebut. Sepertinya, lanjut Ketut, mereka adalah orang penting pada masa 4.400 tahun lalu.
Dari pengamatan Lintas Gayo di lokasi penggalian, kedua kerangka itu ditemukan pada petak arah utara (sekitar 1 meter) dari hasil temuan kerangka manusia prasejarah tahun lalu. Antara kerangka manusia prasejarah yang ditemukan tahun lalu dengan yang ditemukan pada hari ini dipisahkan oleh sebuah batu cadas besar.
Lintas Gayo melihat kepingan-kepingan batu yang diangkat dari atas sepasang kerangka itu, ada yang berbentuk bekas pahatan. Ketika hal itu ditanyakan kepada Ketut Wiradyana, dia menduga bahwa manusia prasejarah itu berusaha memahat batu tersebut untuk membuat peti. “Budaya masyarakat astronesia memang tidak terlepas dari pemanfaatan peralatan batu,” ungkap Ketut.
Sekarang, para arkeolog yang dibantu oleh tenaga lokal (tenlok) sedang berusaha menyusun kepingan-kepingan batu yang ditemukan di atas sepasang kerangka itu. Dia berharap, kepingan-kepingan batu itu akan menjawab asumsi bahwa mereka memang membuat peti batu untuk sepasang kerangka itu. “Jika ini terbukti, maka temuan ini bakal menjadi catatan baru dalam arkeologi,” jelas putra kelahiran Negara, Kabupaten Jembrana itu.
Disamping sepasang kerangka yang hari ini mereka temukan, juga ditemukan sejumlah kerangka lain di petak galian berikutnya. Kerangka-kerangka itu banyak yang tidak beraturan, berbeda dengan kerangka manusia prasejarah yang ditemukan tahun lalu, maupun sepasang kerangka yang ditemukan hari ini.
Banyaknya kerangka yang ditemukan, menurut Ketut, menunjukkan bahwa mereka telah memiliki budaya memindahkan kubur. Dalam budaya semacam ini, biasanya setelah sekian hari mayat itu dikuburkan, mereka menggali kembali untuk melihat apakah roh si mayat sudah pergi dari tubuhnya. Jika tubuh mayat itu sudah membusuk, sesuai religi manusia prasejarah, dipercaya bahwa rohnya telah pergi ke alam lain.
Setelah itu, mereka akan memindahkan kerangka mayat tadi ke komplek pekuburan di Ceruk Ujung Karang ini. Posisi ceruk itu sebagai komplek pekuburan sangat logis. Sebab, lanjut Ketut, dalam penggalian tahun lalu di Ceruk Ujung Karang itu hanya ditemukan satu sisa pembakaran. Ini membuktikan bahwa Ceruk Ujung Karang bukanlah tempat mereka tinggal. Kuat dugaan bahwa tempat ini hanya dijadikan sebagai komplek pekuburan mereka. “Bisa jadi, mereka tinggal disekitar Ceruk Ujung Karang ini,” duga putra dua anak itu.
Penemuan kerangka manusia prasejarah di Ceruk Ujung Karang itu sungguh luar biasa. Temuan ini memiliki informasi masa lalu yang sangat berharga dalam upaya menelusuri sejarah nenek moyang kita. Oleh karena itu, Ketut Wiradyana menyarankan supaya tempat itu segera dijadikan cagar budaya yang dilindungi. “Bakal banyak orang yang ingin melihat penemuan terbesar arkeologi untuk wilayah Barat Indonesia, maka jalan menuju ke Ceruk Ujung Karang perlu segera disiapkan,” sarannya. (A.Dian)