Catatan: Aman ZaiZa
SATU pesan singkat (SMS) dari seorang teman masuk ke Handphone (HP) saya. Bunyi begini: “Demo jalan terus, BBM terus melaju”. Ada dua kata ‘terus’ disini.kedua-duanya menyatakan sebagai pendukung kata yang mengikutinya dari dua kata yang mengambarkan pergerakan. Satu kata dengan sebutan jalan dansatu lagi dengan melaju.
Secara umum, dalam benak saya terlintas bahwa kata jalan tentu lebih lambat dari kata melaju. Ah.. SMS itu tak saya balas, lagi pula sms itu masuk saat saya lagi menikmati Fernando Alonso sedang meliuk-liuk di di Sirkuit Sepang, Malaysia dalam laga adu cepat jet darat Grand Prix (GP) Formula one (F 1).
Mungkin,karena tak dibalas si pengirim kembali mengirimnya satu pesan lagi satu lagi, isinya: ”Sayang ya mahasiswa kita jadi objek, meraka terus berdemo, BBM tetap melaju, secepat Alonso, meninggalkan duo McLaren,”. Membaca SMS ini saya tersenyum. Dalam pikiran saya, teman ini lagi nonton F1 di sebuah televisi atau memang dia berada di arena sirkuit Sepang, yang juga sedang menyaksikan kedodorannya Michel Scumammacer menaklukan sirkuit basah yang licin akibat hujan melanda wilayah Sepang.
Jujur saya akui, bukan tak ingin membalas SMS tersebut, namun jika dibalas dengan menggunakan nomor phonecell berwarna merah seperti warna mobilnya Alonso si Kuda Jingkrak, nilainya lumayan besar juga untuk sekali SMS. Lagi pula pulsanya sudah habis, namun tetap saya aktifkan untuk menerima pesan dari kampung halaman atau para kolega yang berada di tanah air.
Akhirnya usai putaran ke 56 pun berakhir dan Fernando Alonso si penunggang Kuda Jingkak naik podium sebagai yang tercepat dalam seri kedua GP F1 Sepang Malaysia. Lagu kebangsaan Spanyol-pun berkumandang, sedangkan Lewis Hemilton yang sempat menguasai babak kualifikasi harus puas di tempat ke tiga.
Tanpa terasa, matahari sudah ingin bersembunyi diperaduan malam. Gontai kakiku melangkah meninggalkan Sirkuit Sepang di tengah para euphoria penggemar Ferrari terus berjingkrak-jingkrak, menyambut kemenangan Alonso yang pernah juara F1 termuda selama karirnya mengendalikan jet darat tersebut.
Di dalam bus yang membawa saya dan sejumlah wartawan lain kembali ke Kuala Lumpur (KL) saya jadi teringat SMS yang masuk tadi. Secara spontan saya bertanyak ke pemandu (gaet) yang setia menemani kami selama di KL, tentang berapa harga BBM di Malaysia. Dengan enteng dia menjawab, RM2,5/litter atau setara dengan Rp7000,-
Dalam benak saya terus berkecamuk, di Indonesia harga BBM Rp4.500/litter dan jika nanti pada 1 April jadi dinaikan BBM bersubsidi ini akan menjadi Rp6000/litter. Selintas terpikir, di negeri orang Rp7000,- masyarakatnya enjoy saja, di negeriku mau naik Rp.6000 ribut bukan main, sampe ada aksi anarkhis hingga merusak fasilitas umum segala.
Tapi itu tentunya bukan jadi ukuran. Di Malaysia tingkat kesejahteran masyarakatnya tergolong tinggi, sedangkan di Indonesia tingkat kesejahteraan masyarakatnya masih sangat rendah. Bukti kecil, di Malaysia sepajang jalan yang saya lalui, nyaris tak ada pengemis, di Indonesia atau Aceh saja tidak ada jalan yang tidak ada pengemis.
Sebagai catatan, negara-negara lain yang mematok harga BBM jauh di atas Indonesia per liternya, selain Malaysia (setara Rp 7.000), Vietnam (setara Rp 10.000), Thailand dan India (masing-masing setara Rp 12.000), Singapora (setara Rp 15.000), dan Korea Selatan (setara Rp 16.000).
Di Vietnam saja,yang taraf kesejahteraan masyarakat hampir sama dengan Indonesia, mematok harga BBM senilai Rp10.000,- Saya tidak tahu pasti, apakah saat pemerintah Vietnam mematok harga BBM jauh lebih mahal dari Indonesia, warganya ada yang demo atau tidak , ada kerusuhan atau tidak?
Yang pasti, sebagaimana diutarakan Ahmad Erani Yustika, pengamat ekonomi dari INDEF yang dilansir Gatra News, mengatakan, harga BBM di negara lain hanya bisa dipakai sebagai benchmark (perbandingan), bukan sebagai tolok ukur harga BBM dalam negeri. Menurutnya, ini disebabkan situasi dan kondisi Indonesia dengan negara lain berbeda.
Erani menyebutkan, di Malaysia fiskalnya besar, demikian pula dengan pendapatan masyarakatnya. Sedangkan konsumsi minyaknya jauh lebih sedikit. Konsumsi minyak Indonesia delapan kali lipat Malaysia.
Tapi apapun ceritanya, tanggal 1 April ini sudah bisa dipastikan 99,9 persen BBM pasti naik. Selepas itu mahasiswapun akan kembali ke kampus masing-masing, setelah beberapa minggu “kuliah” umum dijalanan. Dan nanti mereka akan kembali ke jalanan jika ada isu lain yang layak untuk berunjukrasa.***