Takengon | Lintas Gayo – Sebanyak 35 siswa dan 5 orang guru pendamping dari Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madarasah Aliyah (MA) dari kota Medan, Bireuen, Bener Meriah dan Aceh Tengah sangat antusias mengikuti rangkaian kegiatan Jejak Tradisi Budaya (Jetrada) Masyarakat Gayo yang digagas oleh Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional (BPSNT) Banda Aceh yang mulai digelar Kamis 26 hingga 29 April 2012 mendatang di Takengon.
Kegiatan yang diawali dengan seminar yang digelar di Hotel Bayu Hill Takengon, Kamis (26/4) pagi dan dibuka secara resmi oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Tengah Drs. Taufik, MM ini diikuti dengan antusias oleh para peserta, terlebih kedatangan mereka disambut dengan sajian tarian Munalo oleh sanggar Ipak Bale Takengon.
Dalam laporannya, Kepala BPSNT Banda Aceh yang diwakili Kepala Tata Usaha, Irini Dewi Wanti menjelaskan Jetrada merupakan salah satu kegiatan sebagai media sosialisasi dan observasi mengenai kemultikulturan budaya bangsa kepada para siswa.
“Diharapkan dengan Jetrada, mereka mampu meminimalisasi perilaku etnosentris dan menghargai budaya dari masyarakat lain,” kata Irini.
Lebih jauh dijelaskan, para peserta akan menelusuri dan mengobservasi jejak tradisi dibeberapa tempat sentra-sentra kelestarian budaya tradisional masyarakat Gayo seperti nelayan ikan Depik, Pengrajin Kerawang Gayo dan Keni, petani kopi, tebu dan nenas.
Dalam sambutannya, Sekda Aceh Tengah menyatakan penelusuran tradisi dan budaya menjadi penting untuk melihat bagaimana suatu aktivitas dapat terus eksis hingga kini, demikian pula halnya dengan tradisi dan budaya yang berkembang dalam masyarakat Gayo.
“Banyak tradisi budaya Gayo yang telah mengakar serta terwarisi turun temurun, dan harus diakui tradisi budaya tersebut sangat dipengaruhi oleh lingkungan, kondisi alam maupun sosial ekonomi masyarakat,” kata Sekda Taufik.
Agar tradisi budaya tetap lestari dan terjaga terutama dari rongrongan pengaruh budaya asing sangat kuat sebagai implikasi globalisasi, menurut Sekda, dibutuhkan kerja kolektif dari segenap komponen masyarakat, walaupun sebenarnya menurut dia tidak semua budaya asing bersifat negatif, banyak juga yang bernilai baik dan dapat diadopsi tanpa menghilangkan indentitas dan kearifan lokal yang selama ini berkembang.
“Tugas kita sekarang bagaimana menjamin agar tradisi dan budaya yang kita miliki tetap lestari dan terjaga dengan baik”, ajak Taufik.
Tampil sebagai pemateri seminar dua orang mantan Sekda Aceh Tengah, Drs. Tgk. Mahmud Ibrahim dan Drs. H. Ibnu Hajar Lut Tawar serta Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata, Pemuda dan Olahraga Aceh Tengah, Muchlis Gayo, SH yang naskah paparannya dibacakan oleh Duta Wisata Aceh 2011, Mukhlis Muhdan karena Kadis tersebut berhalangan hadir karena mengikuti sebuah acara penting di Jakarta.
Paparan para nara sumber tersebut disambut dengan antusias oleh para siswa tersebut. Dan ini terlihat hampir seluruh peserta unjuk tangan berebutan ingin mengajukan pertanyaan saat diberi kesempatan. Para nara sumber menjawab dengan baik atas pertanyaan-pertanyaan tersebut dan para peserta tampak puas dan mulai memahami seluk-beluk tradisi dan budaya Gayo.
Setelah seminar yang turut dihadiri Rektor Universitas Gajah Putih Takengon, Ir Syukur Kobath, Camat Lut Tawar, Subhandy dan sejumlah tokoh masyarakat Gayo lainnya tersebut, para peserta menuju kampung Buter Kecamatan Ketol Kabupaten Aceh Tengah dengan menumpangi 2 unit bus Pemkab Aceh Tengah untuk mengunjungi perusahaan gula pasir milik Yasin di kampung tersebut. (Kha A Zaghlul, Ardi/Red.03).