BERBICARA tentang hewan peliharaan, rata-rata orang akan berbicara tentang kucingnya, anjingnya, perkututnya, ikan arwananya, ayam bekisarnya maupun kelincinya. Jarang-jarang yang bercerita tentang proses perawatan hewan peliharaan itu, mungkin ada, tetapi sangat sedikit. Bagi mereka, hewan peliharaan menjadi salah satu obyek hiburan sebelum berangkat kerja atau selepas lelah bekerja.
Berbeda dengan Pak Rijal (51) seorang PNS yang bekerja di Pemkab Aceh Tengah. Memelihara hewan bukan hanya sebagai hiburan, tetapi sebagai salah satu pendorong supaya dia tetap pulang kerja tepat waktu alias tidak keluyuran. Sekitar tiga tahun yang lalu, selepas kerja, dia sering keluyuran bahkan sampai ke rumah menjelang magrib. Sekarang, hewan peliharaan itu salah satu penyebab dia harus segera pulang ke rumah karena harus menyediakan pakan dan memandikan hewan itu.
Hewan peliharaannya tidak tanggung-tanggung, enam ekor kuda betina G-2 peranakan yang tinggi badannya sekitar 165 cm, serta dua ekor anak kuda yang berumur 7 bulan dan 2 bulan. Saat kompasianer berkunjung ke istalnya, Sabtu (28/4), dia sedang asyik menyikat dan memandikan kuda betina warna merah yang terlihat begitu jinak. Kuda peliharaan Pak Rijal sangat sehat, bulunya berkilat, istalnya bersih dan tertata rapi.
Kompasianer sempat berkelakar, jangan-jangan Pak Rijal lebih telaten memelihara kuda daripada mengurus yang lain. Pak Rijal membenarkan, soalnya begitu berhadapan dengan kuda-kuda itu, berbagai persoalan kerja rasanya hilang sama sekali. “Pikiran kita jadi plong, stress dan depresi yang selama ini saya idap jadi sembuh sendiri,” kata Pak Rijal yang dibenarkan oleh isterinya, Inen Riska.
Sebelum memulai hobi baru dan tergolong berat ini, Pak Rijal sudah terlebih dahulu mendiskusikannya dengan sang isteri. Sebab, memelihara delapan ekor kuda tanpa dukungan keluarga (isteri dan anak-anak), rumah tangga bisa jadi berantakan. “Mengurus kuda sangat asyik, membuat kita lupa waktu, sering urusan dapur terlupakan, makanya isteri dan anak-anak harus mendukung,” ungkap Pak Rijal yang diaminkan oleh isterinya.
Ketika kompasianer tanyakan kenapa isterinya yang berprofesi guru itu mendukung hobi barunya? Pak Rijal mengatakan bahwa memelihara kuda selain sebagai obat stress juga memiliki keuntungan ekonomis. Oleh karena itu, dia fokus memelihara kuda betina, bukan kuda jantan. Sebab, seekor anak kuda peliharaannya yang masih berumur 15 bulan dibandrol dengan harga Rp.15 juta per ekor. “Sampai saat ini, sudah dua ekor yang terjual,” tambahnya.
Untuk meningkatkan harga bandrol anak kudanya, setiap pacuan kuda di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah, Pak Rijal selalu mengikutkan kuda-kudanya. Para penggemar kuda sangat berminat membeli anak kuda pacuan yang berhasil menjadi juara. Jika induknya juara, biasanya akan menghasilkan anak kuda yang bisa berlari cepat seperti induknya.
Oleh karenanya, hampir disetiap event pacuan kuda, Pak Rijal selalu meraih tropi dari kuda-kudanya yang menjuarai pertandingan tersebut. Bagi Pak Rijal, ajang pacuan kuda merupakan promosi atau iklan untuk keunggulan kuda-kudanya. “Anak kuda ini sudah ada pemiliknya, termasuk yang masih dikandung oleh induknya itu,” ungkap Pak Rijal sambil menunjuk dua anak kuda yang lucu-lucu itu.
Masalah yang dihadapi Pak Rijal dan para peternak kuda lainnya adalah ketidaktersediaan pejantan unggul. Dia berharap, kiranya Kementerian Pertanian, Pordasi maupun para penggemar kuda dapat meminjamkan pejantan unggul untuk induk-induk kuda di Kabupaten Aceh Tengah. “Pejantan unggul yang tidak ada disini, tolong dibantu kami dengan pejantan unggul,” harap Pak Rijal. (Muhammad Syukri | kesehatan.kompasiana)