Tangerang | Lintas Gayo – Dokumentasi Gayo masih sangat terbatas. Di sisi lain, orang Gayo yang menulis pun masih kurang. Untuk itu perlu andil pemerintah daerah dalam upaya penyelamatan segala sesuatu yang berhubungan dengan Gayo.
“Menulis perlu kemampuan khusus, dan tidak semua orang bisa menulis,” kata Muhammad Daud Gayo saat peluncuran otobiografinya, di Perumahan Barata, Ciledug, Tangerang belum lama ini.
Menurut lelaki kelahiran Takengon, 3 November 1938 ini, perlu dukungan dan bantuan dari Pemerintah Kabupaten di Gayo. Lebih khusus lagi, dokumentasi tertulis, sehingga bisa jadi warisan bagi generasi Gayo masa akan datang.
“Kalau buku-buku yang sifatnya umum, mudah kita dapatkan. Tapi, buku-buku Gay sulit, karen terbatas,” ungkap alumni Universitas Beograd, Yoguslavia (1969-1973) dan pernah studi di Universitas Negeri Moskow, Uni Soviet, 1960-1966 itu saat menerima buku “A.R.Moese: Perjalanan Sang Maestro” dan “Tutur Gayo” karya penulis muda Gayo, Yusradi Usman al-Gayoni.
Karyawan PT. Krakatu Steel (1976-1994) itu lebih lanjut, mencontohkan pabrik baja, PT.Krakatau Steel. Ini kalau pemerintah tidak ikut andil waktu itu, tidak akan ada pabrik baja. Lebih dari itu, Indonesia tidak punya industri jangka panjang. Pihak swasta pun tidak sanggup membangunnya. Karena, biayanya besar.
Sama halnya dengan pendokumentasian Gayo. Untuk itu, M Daud Gayo mengusulkan perlu badan atau lembaga khusus yang mengurusi masalah ini, seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
“Setidaknya, pemerintah membantu biaya riset dan percetakannya. Karena, pendokumentasian itu perlu biaya,” ujar suami Naimah Daud dan bapak dua anak tersebut.(Shashalita Larashati/red.04).