Oleh : JONI MN*
A. Pendahuan
Di tengah-tengah maraknya globalisasi komunikasi dan teknologi, manusia makin bersikap individualis. Mereka sepertinya sudah lebih bersifat “euphoria technology”, asyik dan terpesona dengan penemuan-penemuan/barang-barang baru dalam bidang iptek yang serba canggih, sehingga cenderung melupakan kesejahteraan dirinya sendiri sebagai pribadi manusia dan semakin melupakan aspek sosialitas dirinya, bersifat egois dan cuek pada sekeliling. Hal ini terjadi akibat kekurang kepedulian kita terhadap apa-apa yang sudah kita miliki, khususnya tatanan nilai kehidupan yang berbudaya dan bermartabat. Al Musana (28 Mai 2012) menyatakan dalam artikelnya yang berjudul “Model Pendidikan Karakter Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Gayo (bag.I)” bahwa modernitas dengan rasionalitas, objektifitas, dan kebebasan individu yang tercerabut dari akar spiritualitas dan kearifan telah membawa dampak terjadinya ketidakseimbangan (disekualibrum) hubungan manusia dengan sesamanya maupun dalam interaksinya dengan alam. Dan tawaran-tawaran tentang pengembangan pendidikan yang ideal serta pendidik oleh Johansyah di Lintas Gayo menurut saya cukup berkontribusi di dalam mengembangkan pendidikan sesuai dengan target yang ideal, dan alur dari pikiran mereka dalam artikel tersebut sangat membantu dunia pendidikan khususnya di Aceh tengah dan di Negeri ini umumnya, dalam tujuan menyelenggarakan pendidikan yang bermoral dan mengembangkan manusia yang beretika, jujur, dan peduli.(alur pemikiran Al Musana dan Johansyah dapat di jadikan landasan Pilosopi untuk pengembangan kurikulum Mulok khususnya di Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah), dalam hal ini para pemegang kebijakan pendidikan di kedua kabupaten ini agar dapat mempertimbangkannya.
Manusia memiliki daya jiwa yaitu cipta, karsa dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Jadi, pendidikanlah yang dapat menekankan aspek intelektual manusianya, namun apabila hal tersebut terlepas dari konteks dan sentuhan pada dunia pendidikan, maka hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Relitas semacam ini ternyata ada pada dunia pendidikan sekarang ini yang hanya menekankan pada pengembangan daya ingat (hafalan) dan sedikit daya cipta, dan kurang memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika hal ini berlanjut terus akan menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi. Sehingga hal ini menjadi pertanyaan besar bagi kita. Apakah hal ini karena kurikulum di Indonesia terlalu bersifat statis yang bukan dinamis?
Oleh karena itu, pendidikan dan pembelajaran hendaknya diperbaiki sehingga memberi keseimbangan pada aspek individualitas ke aspek sosialitas atau kehidupan kebersamaan sebagai masyarakat manusia. Pendidikan dan pembelajaran hendaknya juga dikembalikan kepada aspek-aspek kemanusiaan yang perlu ditumbuhkembangkan pada diri peserta didik.
B. Hidup Berbudaya
Manusia akan benar-benar menjadi manusia kalau ia hidup dalam budayanya sendiri. Manusia yang seutuhnya antara lain dimengerti sebagai manusia itu sendiri ditambah dengan budaya masyarakat yang melingkupinya. Dari pernyataan ini dapat ditarik satu benang merah, bahwa, konsep pengembangan pendidikan yang berkarakter yang bercita-cita menjadikan pemelajarnya menjadi manusia seutuhnya, salah satunya adalah melalui pendekatan budaya lokal atau dapat dinamakan MULOK, karena setiap budaya yang ada di Indonesia semuanya memiliki nilai-nilai dan norma guna menuju kehidupan yang lebih bermakna. Lebih-lebih seperti nilai-nilai budaya pada masyarakat Gayo di Takengen Aceh Tengah, dimana budaya mereka memiliki nilai dan norma yang berlandaskan Agama Islam “syariet berules, edet besebu” .
C. Nilai yang terkandung
Nilai-nilai tersebut dapat diaplikasikan pada mata pelajaran “mulok” yang menjembatani antara kebutuhan keluarga dan masyarakat dengan tujuan pendidikan nasional, mata pelajaran ini juga memberikan peluang kepada siswa untuk mengembangkan kemampuannya yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu mata pelajaran muatan lokal khususnya di daerah dataran Tinggi Gayo Kabupaten Aceh Tengah harus memuat karakteristik budaya Gayo itu sendiri (lokal), keterampilan, nilai-nilai luhur budaya setempat akan mengangkat permasalahan sosial dan lingkungan yang pada akhirnya mampu membekali siswa dengan keterampilan dasar sebagai bekal dalam kehidupan (life skill), sehingga dapat menciptakan lapangan pekerjaan, dan yang paling penting para siswa memiliki bekal Norma, adap, dan adab tingkah laku yang luhur dan sesuai harapan dari tujuan pendidikan itu sendiri.
Kurikulum berbasis muatan lokal yang bersentral kepada Adat dan Budaya sentempat berfungsi untuk mengangkat budaya dan membentuk nilai – nilai moral para peserta didik, dan juga Budaya merupakan identitas dari suatu rumpun kedaerahan yang memang harus dipertahankan, karena didalam budaya terkandung nilai – nilai dan norma sosial dan Agama.
D. Tujuan Khusus Kurikulum berbasis Muatan Lokal:
Memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang berkarakter dan beridentitas kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di Takengon Kabupaten Aceh Tengah dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional. Lebih jelas lagi terutama agar peserta didik dapat:
- Mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, sosial, dan budaya Gayo atau nilai dari budaya Gayo itu sendiri (Sumang, Mukemel).
- Memiliki pengetahuan, kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerah Gayo atau Takengon yang berguna bagi dirinya maupun lingkungan masyarakat pada umumnya sebagai bekal siswa.
- Memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai/aturan-aturan yang berlaku di daerah Gayo, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya Gayo dalam rangka menunjang pembangunan daerah dan nasional.
E. Kesesuaian
Hal ini juga tidak terlepas dari hak otonomi yang telah tercantum dalam undang-undang Pendidikan Nasional pada tahun 2003, nomor 20 dan pada tahun selanjutnya menegaskan tentang pengembangan otoritas sekolah dan atau para pembuat kebijakan pendidikan di Kabupaten /Kota dalam membuat mutu dan norma/nilai pendidikan dan para pelaku dan pemerhati pendidikan khususnya di Aceh Tengah Dataran Tinggi tanoh Gayo dapat memilih adat Istiadat dan Budaya Gayo sebagai pengisi muatan Lokal, bukan dijadikan mulok tersebut menjadi mata pelajaran tambahan yang praktiknya hanya membawa siswa mencangkul taman, mengutip sampah, malah ada yang mengisi dengan pembelajaran bahasa inggris yang mana mata pelajaran tersebut sudah merupakan pelajaran pokok, dan lain-lain. Pada dasarnya mata pelajaran bahasa Inggris dapat menjadi muatan local, hanya saja pendekatan dan strategi pengajarannya harus dapat mengikuti pola “Transfer Pragmatik”, yang mengikutsertakan nilai-nilai budya setempat ketika berkomunikasi.
F. Adat Gayo
Karena didalam adat dan istiadat juga budaya Gayo terdapat Nilai-Nilai Pendidikan yang dapat membentuk norma-norma para peserta didik, seperti yang terdapat pada Pembahasan “Asaliyah Edet Si Opat” atau “Asal Adat yang Empat” yang menerangkan bahwa adat ini menjadi induk dari adat istiadat dan Budaya Gayo itu sendiri, di dalam induk adat ini menjelaskan bahwa adat urang Gayo (Masyarakat Gayo) harus berinduk kepada:
- Edettulah; adat yang yang dipegang selalu dan selalu diusahakan tidak bertentangan dengan ajaran Agama Islam, yang menjelaskan tentang aturan dan norma pergaulan, berbusana, berhadapan dengan orang tua, berbicara, berjalan, menerima tamu, cara menghadapi tengku/Guru, dll.
- Edetmuhakamah; adat ini adalah adat musyawarah dalam masyarakat dan di lingkungan Sekolah baik formil maupun Non atau In Formal. Di dalam adat ini menegaskan bahwa di antara anggota masyarakat dan para pendidik juga peserta didik supaya memiliki sikap bertanggung jawab dan tidak saling mengadu domba antara sesama mereka.
- Edet Mutmainah; adat ini menjelaskan atau menegaskan bahwa, solidaritas, kemanusiaan, dll sangat perlu dalam kehidupan ini guna untuk menjalani hidup, dan sangat dianjurkan untuk dapat menyukuri nikmat juga tahu bersyukur.
- Resam Edet; adat ini menegaskan tentang norma-norma bergaul dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sering teraplikasi pada saat melaksanakan kegiatan-kegiatan yang mengikuti norma-norma yang ada.
- Dasar Pemikiran Mata Pelajaran Muatan Lokal
G. Aspek Pendukung
Selain mencapai target sesuai dengan Standar isi, Standar Kompetensi, dan Standar dasar pendidikan Nasional, hal ini juga dapat membantu di dalam pengenalan diri siswa sehingga dapat menjadi manusia yang seutuhnya, bermoral, beretika, dan berdaya guna untuk masa depan mereka. Kemudian keprofesionalan gurunya juga tidak lepas dari peran untuk menciptakan hal itu.
Guru profesional dan bermartabat memberikan teladan bagi terbentuknya kualitas sumber daya manusia yang kuat. Menurut para ahli, profesionalisme menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Maister (1997) mengemukakan bahwa profesionalisme bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesionalisme lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.
Pengembangan kurikulum muatan lokal telah sesuai dengan Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi menyatakan bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) selain memuat beberapa mata pelajaran, juga terdapat mata pelajaran Muatan Lokal yang wajib diberikan pada semua tingkat satuan pendidikan. Dan, penyusunan Rancangan pembelajarannya diserahkan kepada sekolah dan guru masing-masing, agar tidak terjadi kesetatisan di saat pengaplikasiannya, proses pembelajaran ayang di acu dengan kurikulum yang bersifat dinamis yang dapat membawa dampak ke arah kebermaknaan yaitu “the students know their needs” atau mereka mampu menciptakan kebutuhan diri mereka masing-masing “create their need”.
Paradigma di atas juga sudah tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I Ketentuan Umum Pasal 1, ayat 1 samapai ayat 9 sangat menekan bahwa Pendidikan itu merupakan Wahana untukmengembangkan potensi masyarakat Indonesia seutuhnya, yang menuju kepada perubahan sikap dan perbaikan moral dan lain-lain.
“Sudah-kah hal tersebut diberlakukan di Tanoh Gayo, khususnya, dan Indonesia Umumnya?”
—
*Dosen STAI Gajah Putih Takengon