Perayaan Nisfu Sya’ban

 

Oleh: Ismail Gayo[*]

Bukti keseriusan dalam mengamalkan agama bagi seluruh pemeluknya adalah pelaksanaan ritual, diantara ritual keagamaan yang selalu ditunggu oleh masyarakat musliman adalah pelaksanaan perayaan nisfu sa’ban atau dalam bahasa kita disebut dengan amal pertengahan bulam sya’ban. Karena pelaksanaan nisfu sya’ban maka secara pasti jatuhnya pada tanggal 15 dari bulan sya’ban tersebut.

Banyak ibadah yang baik dilakukan pada pertengahan bulan ini, diantaranya pada malam harinya kita melaksanakan shalat sunat, membaca al-Qur’an (sebagian orang menganjurkan membaca surat yasin) dan pada siang harinya melaksanakan pasa sunat. Pelaksanaan ibadah pada pertengahan bulan ini sudah dilaksanakan sejak lama dan secara turun temurut, dengan tidak mempermasalahkan apakah dalil yang diunakan itu bernilai shahih, hasan atau dhaif. Dan juga tidak pernah muncul pertanyaan siapa yang pertama sekali yang melaksanakan ritual ini, serta telah menjadi kebiasaan bagi kaum muslim ketika melaksanakan ibadah atau rituak keagamaan dengan melihat kepada keutamaan-keutamaan.

Namun dengan berjalannya waktu, ada sebagian orang mengatakan bahwa perayaan nisfu sya’ban itu Bid’ah (mengada ngada dalam agama ). Pernyataan ini pada awalnya dipahami agak estrim karena ini sudah menjadi amalan yang melekat dalam diri kaum muslim. Untuk menambah keyakinan dalam mengerjakan amalan ini tidak ada salahnya bila kita menelusir kembali dalil-dalil yang berhubungan dengan seluruh amal kita, dalam hal ini khusunya amal nisfu sya’ban. Karena Imam Syafi’i pernah berkata : “ jika ada hadits Shahih maka itulah Mazhabku”.

Ungkapan Imam Syafi’i ini menunjukkan bahwa kebenaran dalil nash (hadis) merupakan kebenaran amal semua orang, berbeda dengan kebenaran pendapat ulama yang kadang kala merupakan kebenaran sebagian orang.

Setelah mempelajari dan meneliti dalil yang merhubungan dengan amal nisfu sya’ban tersebut ternyata apa yang menjadi pendapat sebagian orang selama ini masih memerlukan kajian dan diskusi. Karena apabila amal Ibadah yang kita lakukan tidak mempunyai landasan yang kuat akan menjadi sia-sia dan apabila mempunyai dalil yang kuat maka akan menjadi ibadah yang diterima oleh Allah. Nabi pernah bersabda : “Siapa yang mengada-adakan sesuatu amalan di dalam urusan (agama) kami ini, dengan yang bukan bagian dari agama ini maka amalan itu tertolak.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Di bawah ini akan disebutkan hal-hal yang berkenaan dengan pelaksanaan nisfu Sya’ban dengan  merujuk kepada kitab-kitab para ulama. 

Ada beberapa poin penting dalam menyambut bulan sya’ban. Pertama Ada riwayat yang shahih menyebutkan keutamaan nisfu sya’ban yaitu  memperbanyak puasa, dengan tanpa mengkhususkan sebagian hari-harinya, di antaranya: Terjemahan hadis :

Sesungguhnya Aisyah r.a berkata, “Aku tidak pernah sekali pun melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali (pada) bulan Ramadan, dan aku tidak pernah melihat beliau (banyak berpuasa -ed) dalam suatu bulan kecuali bulan Sya’ban. Beliau berpuasa pada kebanyakan hari di bulan Sya’ban.” (HR. al-Bukhari: 1868 dan HR. Muslim: 782)

Kedua mengkhususkan amalan pada malam atau siang harinya berpuasa. Maka dari riwayat yang shahih maka pekerjaan ini tidak ada anjuran dan contoh dari Rasulullah SAW, Shabat, bahkan dari Imam yang Empat seperti yang dikatakan Imam Nawawi (Musajalah Ilmiyah  45 – 47). Untuk lebih jelasnya kita lihat uraian dibawah ini.

Adapun pengkhususan hari-hari tertentu pada bulan Sya’ban untuk berpuasa atau qiyamul lail, seperti pada malam Nisfu Sya’ban, maka hadits-haditsnya lemah bahkan palsu. Di antaranya adalah hadits:

 “Jika datang malam pertengahan bulan Sya’ban, maka lakukanlah qiyamul lail, dan berpuasalah di siang harinya, karena Allah turun ke langit dunia saat itu pada waktu matahari tenggelam, lalu Allah berkata, ‘Adakah orang yang minta ampun kepada-Ku, maka Aku akan ampuni dia. Adakah orang yang meminta rezeki kepada-Ku, maka Aku akan memberi rezeki kepadanya. Adakah orang yang diuji, maka Aku akan selamatkan dia. Adakah demikian dan demikian?’ (Allah mengatakan hal ini) sampai terbit fajar.” (HR. Ibnu Majah: 1/421; HR. al-Baihaqi dalam Su’abul Iman: 3/378)

Keterangan:

Hadits ini dari jalan Ibnu Abi Sabrah, dari Ibrahim bin Muhammad, dari Mu’awiyah bin Abdillah bin Ja’far, dari ayahnya, dari Ali bin Abi Thalib, dari Rasulullah SAW. Hadis ini adalah hadis maudhu’/palsu, karena perawi bernama Ibnu Abi Sabrah tertuduh berdusta, sebagaimana dalam Taqrib milik al-Hafidz. Imam Ahmad dan gurunya (Ibnu Ma’in) berkata tentangnya, “Dia adalah perawi yang memalsukan hadits.”[1]

Maka dari sini kita ketahui bahwa hadits tentang fadhilah menghidupkan malam Nisfu Sya’ban dan berpuasa di siang harinya tidaklah sah dan tidak bisa dijadikan hujjah (argumentasi). Para ulama menyatakan hal itu sebagai amalan bid’ah dalam agama.[2]

Diantara contohnya, dalam sebuah riwayat dari ‘Aisyah r.a. “Sesungguhnya Allâh Ta’ala akan turun ke langit dunia pada malam nisfu Sya’bân lalu Allâh Ta’ala memberikan ampunan kepada (manusia yang jumlahnya) lebih dari jumlah bulu kambing-kambing milik Bani Kalb.”

Hadits ini dibawakan oleh Imam Ahmad, Tirmidzi dan Ibnu Mâjah. Tirmidzi rahimahullâh menyebutkan bahwa Imam Bukhâri rahimahullâh menilai hadits ini lemah. Kemudian Ibnu Rajab rahimahullâh menyebutkan beberapa hadits yang semakna dengan ini seraya mengatakan, “Dalam bab ini terdapat beberapa hadits lainnya namun memiliki kelemahan. Dan Ahli Hadits seperti Al Bani mengatakan hadits ini palsu ( Silsilah hadits Dai’f 752).

Setelah melakukan penelitian tentanh beberapa hasi yang berkaitan dengan amal nisfu sya’ban sebagaimana telah disebutkan di atas maka ternyata hadis tersebut dhaif, karena itu menurut para ulama hadis dhaif tidak dapat dijadikan hujjah, terlebih dalam masalah ibadah.

Karena sebentarlagi kita akan memasuki nisfu sya’ban. Maka kajian di atas bisa menjadi pengetahuan bagi kita dalam menilai apakan pelaksanaan nisfu sya’ban tersebut mesti kita lakukan atau sebaiknya kita tinggalkan. Dan kalau kita ingin menmbah amal yang baik dan  mendapat pahala ari Allah maka kerjakanlah shalat-shalat sunat yang telak diakui keabsahan dalilnya. Seperti shalat sunat rawatib, atau kalau ingin berpuasa maka tidak harus berniat untuk pertegahan bulab sya’ban, tetapi boleh berniat puasa sunat senin dan kamis bila jatuh pada hari senin dan kamis,atau juga puasa qadha bagi mereka yang pernah meninggalkan puasa.

Mari kita selalu mengamalkan ajaran yang dibawa Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam .“Sesungguhnya sebaik-baik ucapan adalah ucapan Allah dan sebaik-baik ajaranadalah ajaran Rasulullah. Dan sesungguhnya sejelek-jelek perkara adalah sesuatu yang diada-adakan (dalam agama), karena sesungguhnya sesuatu yang baru diadaadakan(dalam agama) adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.” (HR.Muslim no. 867)

Bacaan masalah ini bisa dilihat:
[1] Lihat Silsilah Dha’ifah, no. 2132.
[2] Lihat Fatawa Lajnah Da’imah: 4/277, fatwa no. 884.
[3] Studi Kritis Terhadap malam Nisfu Sya’ban, Cahaya Press 1995 Aqil bin Muhammad.



[*] asal Kuta Ujung Gayo Lues)

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.