Menunggu Itikad Politik Nasaruddin

Muhamad Hamka*

KISRUH politik pasca pemilihan Bupati Aceh Tengah sepertinya menemui jalan buntu. Peretemuan strategis para pemangku kepentingan (Gubernur Aceh dan pihak Kemendagri serta pihak terkait) di Jakarta (19/9) tidak menghasilkan langkah solutif.

Sikap Gubernur Aceh, Zaini Abdullah yang tak melantik pasangan Bupati terpilih Aceh Tengah, patut dipertanyakan. Disamping tidak menghargai SK Presiden, sikap (politik) Zaini Abdullah ini juga melecehkan hak politik rakyat Aceh Tengah yang telah memberikan suaranya dalam Pemilukada 9 April lalu.

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak dua kali gugatan para pihak yang kalah pada Pemilukada lalu, seyogianya menjadi acuan bagi pihak terkait untuk bisa menerima hasil Pemilukada dengan lapang dada. Bahwa ada ketidakpuasan dengan putusan Mahkamah Konstitusi, itu merupakan hal yang lumrah. Namun tak berarti dengan tanpa memertimbangkan kemaslahatan umum (seluruh rakyat Aceh Tengah) melakukan manuver politik untuk menjegal Bupati terpilih memimpin Aceh Tengah.

Karena manuver politik elite ini menimbulkan kemudharatan bagi masyarakat secara luas. Dengan tidak dilantiknya Bupati terpilih, akan banyak program-program pembangunan strategis yang notabene bersentuhan langsung dengan kesejahteraan rakyat menjadi terbengkalai. Lagi-lagi rakyat yang tidak tahu apa-apa menjadi korban dari pertarungan politik para elite.

Untuk itu, kita berharap agar elite politik Aceh Tengah ini berjiwa besar duduk satu meja bermusyawarah. Karena menurut saya, kisruh (politik) Pemilukada yang terjadi tak lebih sebagai konflik kepentingan. Maka jalan penyelesaiannya harus lewat musyawarah dengan membangun konsensus yang tentunya mengedepankan prinsip saling menguntungkan bagi para pihak yang berkepentingan. Karena kalau konflik nilai, maka putusan MK (selaku lembaga Negara yang memiliki otoritas dalam sengketa Pemilukada) mestinya diterima oleh pihak penggugat.

Sehingga dengan konsensus yang dilandasi oleh spirit untuk membangun Aceh Tengah ke arah yang lebih baik, maka saya optimis akan menemukan kata sepakat yang wi-win solution. Tentu dengan syarat, bahwa kesepakatan yang dibangun oleh para elite politik ini hendaknya memosisikan kehendak publik (res-publica) diatas kepentingan politik/kehendak pribadi (res-privata).

Membangun Ruang Dialogis

Maka dari itu, kita mengharapkan itikad (kehendak politik) Nasaruddin selaku Bupati terpilih untuk menginisiasi pertemuan. Karena “pusaran” persoalan yang terjadi sekarang ada pada Nasaruddin. Sekarang, semua pihak yang berkepentingan—saya berkeyakinan—menunggu itikad baik beliau untuk memulai dialog. Karena apapun konflik yang terjadi dalam dialektika kehidupan ini, apalagi konflik politik akan menemukan jalan kedamaian ketika para pihak yang “bertikai”, dengan itikad yang baik membangun ruang dialogis.

Olehnya itu, kita menunggu itikad politik Nasaruddin untuk membangun ruang dialogis, atau kisruh Pemilukada ini akan terus berlanjut dengan resiko mengorbankan pembangunan bagi terwujudnya  kesejahteraan bagi seluruh rakyat Aceh Tengah. (for_h4mk4[at]yahoo.co.id)

*Analis Sosial & Politik Aceh tinggal di Takengon

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.