Cuap-cuap Eksplorasi OPSI 2012 (Tamat)
Catatan: Pati Kemala dan Rengga Pamungkas*
PAGI membuai pikiranku yang masih kosong terhanyut mimpi semalam, kurapikan selimut dan kubuka jendela kamar. Aku merasa lebih baik dari semalam. Aku bangun lebih pagi dari Rengga. Kulihat jendela yang mengantarkan pandanganku pada suasana Jakarta. Berapa kali kubangunkan Rengga dengan telepon genggamku. Akhirnya ia bangun juga. Sambil menunggu kawan sekamarku mandi, kembali pikiran liar meluap-luap di pikiranku saat melihat keluar jendela. Imajinasiku saat itu hanya fokus pada persiapan presentasi. Aku berdoa didalam hati, semoga Tuhan memihakkan kami didalam kebaikan. Presentasi atau tidak, itulah yang ditakdirkan tuhan. Aku tak berani terlalu berharap. Kusadarkan diri ku, harapan yang berlebihan akan membuatku jatuh mental kembali saat perlombaan cerdas-cermat MPR lalu dengan timsee.
Selesai mandi dan mempersiapkan segala sesuatunya, akupun beranjak turun ke kamar Rengga. Santapan lezat menunggu kami di ruang makan. Kamipun turun dan memilih meja yang sama untuk sarapan pagi ini. Rengga masih seperti biasa. Ia adalah seorang anak laki-laki yang penuh memendam perasaan. Ia memang nampak sangat fleksibel tapi jauh didalam dirinya ia memiliki banyak rahasia yang ia pendam. Ia selalu nampak sabar dan bersikap biasa, sifatnya yang pelupa juga mendukung gayanya dan melupakan kejadian semalam yang sangat menjengkelkannya.
Ia kembali menceritakan apa saja yang telah diarahkan oleh pak Yusradi semalam. Dengan catatan-catatan singkat yang ia buat, ia menjelaskan dengan panjang lebar. Akhirnya aku mengerti. Selesai makan kami menuju bus. Ia masih menjelaskan kemungkinan-kemungkinan pertanyaan yang dilontarkan oleh juri nanti. Ia sangat bersemangat, aku juga. Di bus pun kami masih membahas seluruh aspek dari penelitian kami.
Sesampainya di gedung kementrian, kami duduk manis di ruang presentasi kategori Humaniora. Beberapa menit berlalu, masalah kembali menyentuh tubuhku. Aku merasakan kantuk lagi. Aku beristighfar sebisaku, tapi kantuk ini rasanya natural karena kurang tidur. Kembali Rengga harus bersabar dengan tingkahku yang semakin menjengkelkan. Aku tahu aku menyebalkan, tapi aku tak dapat melarangnya. Hingga Rengga mengijinkanku untuk tidur di kursi.
Aku sangat menikmati tidurku, akan tetapi tiba-tiba aku dibangunkan, dibangunkan oleh Qarinku sendiri. Sepertinya Tuhan memberikan sebuah petunjuk. Aku merasa sebuah ketenangan yang kuyakini berasal dari Tuhanku. Waktu makan siang tiba, setelah shalat dan makan siang kamipun kembali duduk di tempat semula.
“Peserta selanjutnya, berasal dari Aceh, SMAN 4 Takengon atas nama Pati Kemla dan Rengga Pamungkas dengan judul Analisis pendidikan karakter dalam tradisi didong Gayo. kepada peserta kami persilahkan” ujar MC dengan penuh semangat. Tepuk tangan meramaikan ruangan yang sederhana itu. Aku dan Rengga saling pandang. Masih tidak percaya. Kami menuju ke depan dan mulai mempersiapkan power point dan merangkai kata-kata pembukaan secepat kilat di otak.
Aku mempresentasikan penelitian kami dengan bahasa yang tiba-tiba mengalir dengan sendirinya. Selesai presentasi, Rengga mengambil posisi disamping kananku dan bersiap menangkis pertanyaan yang menjebak dari para juri. Benar saja, juri bertanya ini-itu membuat kami lebih pusing dari sebelumnya. Kami hanya menjawab seadanya sesuai dengan penelitian kami. Wajah juri nampak tidak puas. Akhirnya salah satu juri menyuruh kami untuk memprakterkan tradisi didong.
Dengan keraguan dan tidak percaya diri, kuiyakan kemauan juri. Senyuman Rengga memancarkan semangat dan keharusan percaya diri. Aku tertular percaya diri darinya, dan akhirnya kami berdidong. Didong yang sangat menakjubkan. Sungguh menakjubkan. Didong yang tak memiliki estetika sedikitpun, tapi penonton dan juri merasa senang dan ikut bertepuk tangan mengikuti musik Didong.
Semenjak kejadian Didong itu, kami semakin terkenal dikalangan peserta. Kamipun akhirnya memiliki banyak teman dari berbagai daerah di Indonesia. Mereka tertarik dengan Didong atau tertarik dengan Rengga. Entahlah. yang jelas Didong yang aku bawakan dengan Rengga, semuanya berkat percaya diri dan semangat Rengga yang tinggi.
Acara pembagian hadiah tiba, detik-detik berharga mengundang rasa cemas dan air mata. Detik-detik memaksa ruangan itu dipenuhi dengan doa, harapan dan penasaran. Aku dan Rengga juga merasakan hal itu. Mengingat perjuangan teman-teman di Takengon, orang tua, guru, masalah-masalah yang telah kami lalui dan harapan yang membesarkan kami sudah cukup membuat kami berdebar-debar.
Kami terus mendengarkan pembacaan pemenang, mulai dari honorable atau juara harapan, peraih medali perunggu, medali perak dan akhirnya medali emas. Kami sungguh terharu saat nama kami disebutkan diurutan peraih medali emas. Alhamdulillahirabbil ‘alamin. Rasa tak percaya dan syukur membanjiri pikiran, hati dan bibir kami.
Kebahagiaan kami tak terperikan dengan kata-kata. Secepat kilat kami kabari teman-teman di Takengon, orang tua, guru, kepala sekolah dan seluruh pihak yang mendukung kami. Rengga pun langung lari ke belakang panggung dan menelpon ibunya, aku melihat dari kejauhan bahwa Rengga menangis bahagia sambil menelpon ibunya. aku pun tak mengantuk lagi. Air mata kebahagiaan turun menuju pipi yang sudah lama letih tersenyum saat menghadapi masalah-masalah. Pengalaman berharga ini akan kami sampaikan kepada teman-teman di Takengon.
Kini aku percaya, semua usaha itu sesuai dengan hasil yang kita dapatkan. Usaha kami di lomba cerdas cermat MPR lalu sudah maksimal, usahaku dan Rengga dalam meraih prestasi sudah maksimal. Ini hasil dari usaha dan keikhlasan selama ini. Memang, awalnya kami berharap seluruh usaha itu terbalas dengan mengharapkan hasil terbaik di lomba cerdas-cermat MPR, namun acara itu justru mengecewakan kami. Aku kembali meyakini sesuatu, Rencana tuhan itu lebih baik dari rencana manusia, semua usaha akan mendapat hasil yang setimpal. Hanya saja, hasil itu tidak selalu sesuai sesuai yang kita harapkan. Hasil itu akan datang dengan kualitas yang lebih tinggi setelah didongkrak dengan hati ikhlas dan kesabaran menerima kekalahan. Hadirnya keberuntunganberasal dari proses menghadapi masalah dengan tidak putus asa. Tuhan selalu ada, dan Tuhan tidak pernah menutup mata.###
*Peraih mendali Emas Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia 2012.