Oleh : Subhan*
Janjimu, hanya akan ada cerita tentang kita berdua. Tentang sebuah perjalanan panjang, melewati semua masa sulit dan kegembiraan sampai semuanya berakhir. Sesungguhnya, aku tidak ingin membebanimu dengan semua keinginan yang pernah kuceritakan. Saat pohon-pohon kopi itu, masih berumur sangat muda. Belum menunjukkan kuntum-kuntum bunga putihnya, tanda musim buah tiba. Aku hanya ingin kau tahu, bahwa hidup tidak cukup hanya dengan kalimat-kalimat romantis yang sering kita ulang-ulang. Yang memang selalu berhasil, membuat kita merasa lebih percaya diri dan seolah telah memiliki segalanya. Aku hanya ingin kau tahu, bahwa mendampingiku seumur hidup bukanlah perkara yang mudah. Kau akan membutuhkan kesabaran yang tiada bertepi.
Janjimu adalah kalimat yang memberi kehormatan bagiku, untuk mendapatkannya. Engkau telah mengubahku, menjadi sosok yang tidak sama. Bukan lagi sekadar seorang laki-laki yang terlahir dari keluarga Gayo yang dibentuk oleh kesederhanaan, dengan suasana kebun kopi dan udara dingin menggigit tulang. Kau telah mengubahnya! Betapa, aku merasa telah kau angkat menjadi seorang yang bermahkota tanpa singgasana. Menjadi seorang kesatria yang dinanti-nanti puteri kerajaan, dalam kisah-kisah kuno yang pernah kubaca. Sungguh! betapa tersanjungnya aku. Akhirnya aku telah memahami, bagaimana rasanya sebuah jiwa yang terbang ke langit biru. Dengan kebahagiaan yang tidak ada sebuah kata pun mampu mewakilinya, karena janjimu itu.
Janjimu, betapapun itu sebagian besarnya telah membangkitkan pertanyaan di hatiku. Sepantas itukah aku? Mimpikah aku di siang bolong? Aku bahkan telah menjadi terlalu khawatir, kegilaankah yang menderaku? Apakah yang kau pandang dari diriku? Sungguh, semua pertanyaan itu rasanya akan membunuh rasa percaya diriku. Kupahami akhirnya, tersanjung ternyata telah mengguncangkan ketenangan jiwaku.
Ada sebuah rahasia. Tidaklah mudah membujuk jiwaku yang tengah dilanda harapan. Membuncah dalam keraguan yang menggunung, untuk tetap berpihak padamu secara seimbang. Harus kukatakan, sejak saat itu hati ini memandangmu dengan cara yang sangat berbeda. Aku tidak ingin kau terzalimi karenanya. Aku tidak ingin kebutaan cintaku, justru akan menodai ketulusanmu.
Menurutku, ada waktunya untuk mengandalkan diri sendiri. Namun cinta adalah tentang hati, tentang masa depan. Tentang sesuatu yang agung dan misteri. Aku merasa begitu kecil dan tidak berdaya saat ini, harapanku hanya pada-Nya.
Wahai perempuanku, aku telah memintamu pada-Nya untukku. Aku telah meminta segala kemudahan-Nya, agar kau menjadi pasangan jiwaku. Menjadi penyebab kebahagiaanku. Dan berharap agar aku menjadi penyebab hadirnya kebahagiaanmu pula, sampai suatu masa yang kita tidak tahu batasnya.
Kasih, sebutan itu akan kusematkan di hatiku untuk memanggilmu. Sebutan yang telah lama terpatri, berbalut rahasia karena memang Allah menitipkan kata dan rasa itu secara mengejutkanku saat menyadarinya. Ada yang mengatakan seperti sebuah lubang, hatiku tiba-tiba telah terisi. Olehmu, sesuatu yang kunamai anugerah.
Kasih, aku bukanlah lelakinya laki-laki yang mungkin saja ada dalam idamanmu. Aku adalah laki-laki biasa, bahkan terlalu biasa. Tapi hari ini, aku berjanji padamu. Akan kuambil semua tanggung jawab, memikul beban keindahan pertemuan ini untuk selama-lamanya.
Terima kasih telah percaya padaku. Genggamlah ijab kabulku, untuk menikahimu.
*subhangayo[at]gmail.com