Oleh : Win Ruhdi Bathin
Lelaki berperawakan sedang, berbadan tegap dan selalu senyum ini , dikenal luas di masyarakat Takengon.
Berbagai organisasi pernah digelutinya. Hingga menjadi anggota DPRK. Berasal dari keluarga berada dengan berbagai jenis usaha dilakoninya. Seperti kontraktor dan pemilik beberapa SPBU di Takengon dan Bener Meriah.
Namun, lelaki ini selalu terlihat sederhana dan supel dalam pergaulannya. Siapa sih yang tidak mengenal ” Bang Iman”.
60 tahun hidupnya yang penuh warna membuatnya kaya pengalaman dan memiliki banyak teman serta sahabat.
Kiprahnya ditengah masyarakat dilakukannya dengan gayanya sendiri. Sederhana dan lembut.
Saat konplik, bang Iman dipanggil Bupati dan Muspida. Keadaan begitu genting. Pasokan sembako dan bahan bakar tidak bisa masuk ke Takengon dari Pesisir, Bireuen.
Kabupaten yang berada di tengah Aceh dan merupakan kawasan Dataran Tinggi ini, nyaris terisolasi. Pasokan terhenti di kawasan kabupaten Bireuen. Armada yang berani lewat, ada yang dibakar kala itu.
Bang Imaduddin Bin Haji Irsyaduddin ini diminta memasok sembako dari Medan lewat Gayo Lues dan Kutacane.
Bang Iman menyanggupi dan paham segala resiko yang dihadapinya. Atas usahanya, sembako dan BBM pun masuk ke Takengon dengan pengawalan.
Bukan itu saja, saat rehab dan rekon, paska tsunami dan kesepahaman perdamaian RI- GAM, Bang Iman diminta membangun perumahan di kawasan Aceh Timur pedalaman yang merupakan basis GAM.
Saat itu , beberapa kontraktor yang sudah memenangkan tender, mundur. Bang Iman dengan kenderaannya Hard Top warna merah dengan plat BL 333 G, berangkat ke Aceh Timur.
Bang Iman menyelesaikan perumahan disana dengan pendekatan hati sehingga tidak ada gejolak dan masalah dalam masyarakat.
Sebagai pengusaha kaya bang Iman tetap sederhana. Tak terlihat mentereng dan membatasi pergaulan. Saban hari, dia duduk di Warung kopi.
Salah satu tempatnya ngopi adalah WRB Cafe Shop di Blang Kolak 2 . Tiba disana, Bang Iman punya meja sendiri.
Disamping pintu masuk , menghadap ke jalan Yos Sudarso.
Setelah duduk dan memesan minuman, biasanya black coffee, dia membakar rokok. Penduduk warung yang melihat kedatangannya, langsung memenuhi meja sekelilingnya.
Bang Iman banyak bercerita dan seringkali membuat teman duduknya tertawa terbahak.
Jika ada temannya yang tidak terlihat di warkop itu, biasanya akan ditelponnya dan memintanya datang.
“Halo, isihen? Kininye. Ini waktu jema rawan tangkuh”, katanya tersenyum. Arti bebasnya dalam bahasa Indoenesia, kira kira, ” Halo, dimana? Kemarilah, ini waktunya laki laki keluar rumah”.
Jika sudah bersamanya, semua minuman, kue dan rokok yang dipesannya dan kawan kawannya,akan dibayarnya. Terkadang sekali duduk Bang Iman merogoh koceknya, Rp.300 hingga 500 ribu. Dan itu dilakukannya hampir setiap hari. Tergantung berapa banyak kawannya. Pun begitu jika Bang Iman memesan makanan.
Pergaulannya bukan hanya di Takengon saja. Di Aceh, Bang Iman juga sering berkumpul dengan para pengusaha SPBU
Bamg Imaduddin bergelar Insinyur Pertanian yang diperoleh dari Universiatas Sumatra Utara. Usai kuliah dia pernah bekerja di beberapa perusahaan , termasuk Hph di Takengon , Alas Helau.
Di Sumatra Utara, Bang Iman kenal baik dengan ketua IPK, almarhum Olo Pangabean. Bang Iman jika sedang di Medan tak pernah sepi dari kunjungan dan pertemuan dengan rekan dan teman teman organisasinya.
Sebagai pengusaha, Bang Iman kerap memberikan bantuan langsung dari usahanya kepada banyak pihak. Termasuk anak yatim.
Suatu ketika, saya bertemu dengan Win Taniro, seorang warga Kebayakan, di Kampung Paya Serngi. Saya bertanya kepada Taniro, sedang apa di Paya Serngi.
Taniro menjelaskan sedang memberikan bantuan dari Bang Iman kepada salah seorang anak yatim di Kampung tersebut. Dan bantuan seperti itu sudah berlangsung lama.
Salah seorang teman Bang Iman, Syiradjuddin, eks anggota DPRK yang lebih dikenal dengan sapaan Din Rengkop, mengungkap kesannya pada Bang Iman yang dikenalnya dermawan. Selain itu tidak pernah membicarakan orang lain. Dan selalu bergaul dengan siapapun tanpa pernah membedakan kelas orang lain. Semuanya diayominya. Sosok seperti Bang Iman, kata Din Rengkop sulit dicari bandingnya.
Zulfan Diara Gayo, seorang teman Bang Iman merasa sangat kehilangan. Sebagai teman, kata Zulfan, Bang Iman begitu setia. Dan selalu mendukungnya penuh dalam kondisi apapun. Namun tidak ada yang mengira Bang Iman pergi begitu cepat.
Bang Ir. Imaduddin Bin Irsyaduddin meninggalkan tiga orang anak perempuan yang semuanya sudah mandiri dan menikah. Seorang anak lelakinya telah lebih dahulu berpulang. Demikian juga sang Ibu.
Semoga Bang Iman ditempatkan di tempat yang mulia. Ratusan orang melayat dan mengantarnya ke pekuburan umum di Kampung Bale Bujang. Kecamatan Lut Tawar, Takengon Aceh Tengah.