Catatan: Wahyuni, M.Psi *
ULANG tahun–tak terkecuali Kota Takengon, Aceh Tengah–merupakan pengulangan 436 tahun silam. Pada usia itu, bukan sekedar mensyukuri, tetapi juga harus menjadi momentum instropeksi, sejauh mana perkembangan yang dialami Kota dingin ini. Jadi bukan sekedar merayakan tanpa penghayatan, tetapi lebih dari itu harus menjadi tolak ukur bagi generasi kedepan.
Jadi sebaiknya momentum ulang tahun itu dijadikan masa pembenahan dan edukasi, karena hidup itu berjalan kedepan bukan kebelakang. Dia berguna untuk kehidupan generasi anak dan cucu kita nanti.
Seyogyanya, Aktifitas atau kegiatan yang dilakukan lebih fokus pada Pembenahan, bukan sekedar even yang sama setiap tahunnya. Jangan sampai peringatan ulang tahun itu kehilangan makna, sehingga tidak tercipta perubahan pola pikir dan pertubahan perilaku masyarakat.
Kalau itu terjadi, dikhawatirkan bentuk rasa cinta kita kepada “Gayo” menjadi salah kaprah dan kehilangan makna yang berakibat buruk pada generasi yang akan datang.
Untuk itu, sebaiknya setiap even yang dilakukan harus mengandung inovasi dan edukasi, sehingga perlu dilakukan “pembenahan” pada even-even perayaan kedepan. Sebagai contoh, menyediakan panggung-panggung yang dapat memberi ruang kepada pelajar dan mahasiswa dibidang sains, seni, jurnalistik, dan lain-lain, karena dari situlah lahir ide, kreatifitas, dan inovasi tadi. Dan Lahirnya ide, kreatifitas, dan inovasi itu dapat berkembang saat diberi stimulus, kebebasan dan kesempatan.
Pada momentum berikutnya, sebaiknya peristiwa ulang tahun daerah seperti sekarang ini dilakukan lebih fokus pada manfaatnya, dan punya orientasi kedepan. Kalau itu tercipta, maka Gayo akan berkembang dari waktu ke waktu, tentu itulah yang menjadi perhitungan bagi daerah lain, karena dapat melahirkan generasi yang mampu bersaing serta punya nilai juang tinggi.(karyakalegeo[at]gmail.com)
*Psikolog tinggal di Takengon
