Pencarian Diri

Oleh. Drs. Jamhuri, MA[*]

Jamhuri-22

“Terlalu banyak cermin tempat berkaca dan menemukan citra cermin dirinya. Namun apa yang ditemukan sebagai refleksi diri adalah pergantian tanpa akhir” (Yasraf Amir Piliang : Semiotika dan Hipersemiotika)

Ungkapan ini secara sederhana dipahami adalah larangan untuk bercermin kepada banyak kaca untuk mencari diri sendiri, karena semakin banyak cermin yang digunakan untuk berkaca maka semakin banyak diri yang kita temukan, yang akhirnya jadilah  pergantian diri yang tidak pernah berakhir.

Ungkapan ini muncul dalam masyarakat komersil, yang menganut model hidup, gaya dan kebutuhan tanpa batas. Dalam istilah bahasa Gayo kita temukan ungkapan ini dengan  “bewene kenakke”.  Penyebab munculnya pola hidup seperti ini adalah karena kondisi komirsil masyarakat kapitalis, setiap saat manusia mengkonsumsi semua produk sebagai tanggapan terhadap informasi, pertanyaan, bujuk rayu dari komoditi kapitalis.

Betapa tidak, setiap terbuka mata dari bangun tidur semua  produk sudah dijaja kepada semua orang melalui segala macam media, seperti televisi, radio, internet dan lain-lain,  terlebih dengan majunya teknologi saat ini. Kita boleh bertanya kepada semua orang berapa banyak alat kosmetik yang dia tau, darimana ia tau semua produk itu, tentu jawabannya melalui media. Kita boleh tanya lagi kepada semua orang yang walaupun hidup di kampung, berapa banyak ia tau warna dan model baju serta darimana mereka tau, jawabannya tetap melalui  media. Demikian juga dengan beragam merk alat rumah tangga yang hampir tidak ada  orang yang tidak tau.

Pada dasarnya banyak orang yang tidak mau menjadi  hidup konsumtif (konsumer tanpa batas) dari semua produk yang ada, tapi karena informasi yang didapat melalui iklan yang disiarkan sangat mempengaruhi pikiran masyarakat, di samping juga pengaruh antara sesama anggota masyarakat yang saling bertanya apakah sudah memiliki suatu barang yang baru diproduksi. Keinginan memiliki barang-barang itu juga terpengaruh dengan janji-janji dari pihak produsen dengan iming-iming harga yang murah, pruduk yang lebih berkualitas dengan harga yang murah dan dapat dijangkau, walau terkadang para konsumen (masyarakat) sebenarnya belum membutuhkan barang tersebut.

Seakan kehidupan ini tidak bisa menghindar dari pola hidup kapital yang diajarkan para pemikir kapitalis, karena menurut mereka pemikiran yang non materialis telah berlalu dengan berlalunya zaman dan pola pemikiran teologis dan mistis, kemudian kini masanya berpikir materialis (ada). Semua orang berpacu mendapatkan materi tanpa mempertimbangkan prioritas materi yang menjadi kebutuhan.

Untuk menyahuti pola kehidupan atau mental yang demikian para produsen tidak tinggal diam dengan apa yang telah dihasilkan dan tidak juga memadai dengan hasil karya yang dihasilkan, karenanya mereka selalu berupaya menawarkan apa saja yang menjadi keinginan para konsumer yang tidak pernah berhenti mencari kepuasan atau menggiring kehidupam  kepada pencapaian keinginan yang tanpa batas.

Agama Islam melarang secara tegas untuk berpikir materialis semata, karena dengan materi manusia akan lupa dengan kehidupan dunia dan akhirat yang bukan materi, agama mendorong umat manusia keluar dari lingkaran kemiskinan karena kemskinan dapat bermuara pada kekufuran, agama memerintahkan kepada orang kaya untuk  bersedekah, memberi infak dan berzakat kepada orang-orang  yang tidak mampu. Ini dijadikan landasan bahwa agama juga sebenarnya tidak menghendaki orang yang tidak mencintai materi, tetapi kecintaan terhadap materi dengan tidak meninggalkan kecintaan terhadap hal-hal yang ideal atau non materi.

Tuhan juga mengatakan “Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menyembah (kepada KU)”. Artinya manusia diciptakan Tuhan untuk menyembah kepada-Nya dengan jiwa dan raga serta segala yang dimiliki. Kita mesti beribadah kepada Tuhan dengan harta, seperti zakat, sedekah dan lain-lain, kita juga beribadah dengan jiwa dan fisik, seperti shalat dan puasa. Kita juga mesti beribadah dengan pikiran, seperti menuntut ilmu dan memberi ilmu dan lain-lain.

Karena itu dalam pemenuhan kebutuhan material Islam membuat pembeda antara sistem ekonomi Islam dengan kapitalis yaitu : Islam membetasai pemenuhan materi apa yang menjadi kebutuhan dan bukan apa yang menjadi keinginan, sedangkan dalam sistem ekonomi kapitalis adalah apa yang menjadi keinginan dan tidak memadai dengan apa yang menjadi kebutuhan.



[*] Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry Banda Aceh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.