Oleh: Siti Aminah*
DATARAN tinggi Gayo dikenal dengan kota sejuta keindahan alam yang ada dikawasan Bener Meriah dan Aceh Tengah. Daerah yang berada di salah satu bagian punggung pegunungan bukit barisan yang membentang sepanjang Pulau Sumatera ini selalu menjadi objek wisatawan baik Nasional maupun Internasional.
Mengenal daerah Gayo tidak cukup hanya dengan membaca banyak buku-buku sejarah. Namun, sesekali harus bisa melangkahkan kaki ke tanah yang di kenal serpihan surga kota dingin tersebut. Melihat suasana daerah tinggi Gayo sangat penting, selain kaya akan wisata, namun banyak budaya Gayo yang bisa menambah wawasan para wisatawan.
Terkadang memang harus bijak dan cerdas melihat kondisi kedaerahan di era modern ini. Secara administratif menurut Wikipedia dataran tinggi Gayo meliputi wilayah Kabupaten Aceh Tengah dan kabupaten Bener Meriah serta kabupaten Gayo Lues. Tiga kota utamanya yaitu Takengon, Blang Kejeren dan Simpang Tiga Redelong.
Kondisi Lokalitas
Kondisi Gayo saat ini dinilai sangat kritis. Meskipun ada beberapa hal yang patut dibanggakan dari aspek pertanian, budaya, namun belum bisa memajukan wilayah tersebut agar bisa standar dengan daerah lainnya yang ada di Aceh. Kondisi dari insfratruktur sudah mulai membaik, namun bila memandang segi ekonomi dan pendidikan wilayah ini masih perlu diperhatikan agar masa depan Gayo terus menjadi central culture bisa terwujudkan dengan baik.
Belum lagi masalah perceraian, pernikahan dini, dan juga seks bebas yang meraja rela di berbagai belahan kota itu semakin hari terus meningkat. Tahun 2012 lalu BPS mencatat bahwa Bener Meriah dan Aceh Tengah menjuarai tingkat perceraian dan juga pernikahan setelah melakukan seks bebas. Ini justru menjadi celah bahwa kota sejuta kebun kopi ini gagal membangun kota yang bernuansa syari’at Islam.
Pasalnya, masih banyak remaja yang melanggar aturan syar’at islam. Sehingga hal yang dapat merusak diri dan hamil diluar menikah menjadi sebuah kebiasaan dan tidak dianggap sebagai “aib” lagi di mata masyarakat.
Bila melihat Aceh sebagai kota sayri’at islam, maka wilayah bagian tengah seolah-olah lepas dari kontitusi yang sudah dibuat tersebut. Beberapa titik wisata yang ada di kawasan Bener Meriah dan Aceh Tengah juga belum mencerminkan bahwa kota tersebut bergaya hidup islami. Belum lagi berbicara soal pakaian yang dinilai belum menutup aurat secara baik. Masih banyak remaja, Ibu-ibu yang melintasi Jl. Bireun-Takengon tersebut tidak memakai jilbab. Ini patut dipertanyakan kemanakah pemerintah daerah Gayo selama ini?
Kondisi lokalitas Gayo tersebut mencerminkan bahwa Gayo masih kriris “Spritual” bila dilihat pada konteks kemasyarakatan yang masih hegemoni dengan keadaan lingkungan yang tidak ramah dengan budaya Islami.
Tugas Bersama
Soekarno pernah mengatakan bahwa “Bangsa yang tidak mempunyai Tuhan, cepat atau lambat akan mengalami kehancuran”. Pernyataan itu sama halnya dengan sebuah daerah yang tidak memperdulikan lagi tentang nilai-nilai keislaman, sehingga keimanan bisa mengrogoti behavior yang tidak memicu pada dasar-dasar keagamaan.
Ada beberapa hal yang perlu dilakakan oleh masyarakat Gayo agar peningkatan nilai spritulitas terus tetap terjaga. Pertama, setiap desa wajib membangun TPA agar anak- anak bisa belajar Al-qur’an mulai usia dini. Pembentukan TPA tersebut karena masih banyak anak-anak yang belum bisa membaca Alqur’an secara baik. Kedua, menghidupkan remaja masjid. Masih banyak masjid di Gayo yang berdiri megah. Namun hanya pada saat waktu shalat subuh dan magrib saja yang terdengar suara Mu’azin. Di sini, kita bisa melihat bahwa tidak ada yang memberdayakan masjid di setiap wilayah, sehingga banyak masyarakat yang lalai pada waktu shalat tiba. Ketiga, Pemerintah Gayo wajib memberlakukan Syari’at Islam. Agar apa yang di cita-cita masyarakat Gayo kedepan bukan hanya cover belaka.
Pembenahan tersebut bukan hanya diserahkan kepada pemimpin daerah tersebut. Melainkan sudah menjadi kewajiban kita bersama dalam menjaga diri, keluarga, masyarakat, dan bangsa. Bagaimana bisa menyelamatkan bangsa dari keterpurukan apabila tidak ada pembenahan dari hal-hal yang kecil. Remaja adalah generasi penerus bangsa ini. Sejatinya adalah mereka yang bisa menjaga harkat dan martabat agar bisa menjauhi budaya yang tidak islami seperti seks bebas, dan hal yang menyimpang dari ajaran islam.
Sebagai wilayah yang dikenal budaya dan adat istiadat sangat kental. Harus bisa menjadi corong bagi wilayah lain sebagai konspiratif kewilayahan. Seperti pepatah Gayo murip i kanung edet, mate i kanung bumi, berarti segala hal perbuatan dalam masyarakat harus sesuai dengan adat dan sesuatu yang mutlak dan tidak boleh dilanggar.(bobominabobo[at]yahoo.co.id)
*Alumni APK IAIN Ar-Raniry, Kader HMI Komisariat Fakultas Adab berdomisili di Bener Meriah.
Blangkejeren gayo lues apa bukan gayo?
hehehehe….m,f…:). emng salah, tanpa sengaja,,,,,,,,,
Ditunggu kehadiran kakak ditengah masyarakat te… Simen siturah itetah,,