Prilaku Keberagamaan yang Merugikan Orang Banyak

200413

Oleh : Drs. Jamhuri Ungel, MA[*]

Ada prilaku kehidupan manusia yang mempunyai ilmu pengetahuan dan biasa dapat dijadikan panutan namun sering merugikan orang banyak, yaitu sikap perasaan bosan dan jenuh dengan kehidupan yang dijalani sebelumnya dan ingin berpindah ke pola kehidupan yang lain, yang seharusnya dapat digabung dalam satu individu. Sikap ini biasa muncul dari mereka yang selalu mempertentangkan antara amal keduniaan dan amal agama  atau juga mempertentangkan antara ilmu agama dan ilmu dunia dan juga mempertentangkan prilaku yang ideal dan material.

Seorang yang mempunyai pola hidup yang teknokrat yang penuh dengan materi sampai pada titik tertentu merasa jenuh dan bosan dengan keadaan yang dilakoninya, terkadang ia berkata kepada setiap orang bahwa kehidupannya selalu berhubungan dengan material seperti : alat-alat berat, kerangka baja, aspal, beton, kayu-kayu dan kekerja dari satu proyek ke proyek yang lain. Dan semua kegiatan yang dilakukan ini menghasilkan uang yang banyak.

Sebaliknya ada orang yang mempunyai ilmu keagamaan dan mengamalkannya secara baik, menjadi panutan dalam masyarakat karena ilmu yang dimiliki dan amal yang dilakukan. Ia selalu berkata kepada orang lain bahwa kehidupan dengan kondisi seadanya dengan amal keagamaan yang lebih banyak  lebih baik dari kehidupan penuh dengan kekayaan atau material. Ada juga orang yang seperti ini mendapat kejenuhan, karena ketika ia memerlukan sesuatu yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak ia harus meminta-minta kepada orang kaya dan juga kepada orang yang mempunyai jabatan.

Kedua prilaku ini bertentangan, yang satu penuh dengan kehidupan material sehingga jenuh dengan keberadaannya, dan yang kedua hidup dengan pengamalan keberagamaan dalam masyarakat yang menjadi panutan tapi juga akhirnya merasa jenuh dengan keadaannya, karena ia harus meminta-minta kepada orang lain sedang sebenarnya ia sangat berharap sekali dapat memberi bantuan dengan tidak memerlukan bantuan dari orang lain. Akhirnya juga jenuh dan bosan dengan keadaannya.

Keduanya ingin berubah dan berpindah dari kondisi mereka karena kejenuhan dengan aktifitas yang ia lakukan selama ini. Seorang teknokrat ingin menjadi orang yang tidak lagi berpikir tentang materiil tetapi berpindah menjadi orang yang berpikir ideal, dengan melakukan perbuatan keagamaan dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Sebaliknya mereka yang selama ini berpikir dengan pola ideal berusaha meninggalkan kebiasaannya, sehingga berusaha untuk mendapatkan materiil karena ia mempunyai niat ingin membantu orang lain dengan tidak perlu meminta kepada orang lain.

Kedua orang yang mempunyai sikap seperti ini pasti berhasil untuk berpindah, karena mereka berniat dan berusaha untuh berubah dan berpindah dari kondisi mereka semula. Agama melalui hadis Nabi mengakui keberhasilan mereka yang ingin berpindah dan berubah, karena perpindahan dan perubahan itu sangat tergantung kepada niat dari masing-masing orang. Hadis Nabi tersebut dapat diterjemahkan kira-kira :

Setiap perbuatan sangat tergantung kepada niatnya, siapa yang ingin berubah dan berpindah karena Allah dan Rasul-Nya maka perubahan akan terjadi juga karena Allah dan Rasul-Nya, barang siapa berubah dan berpindah dengan alasan keperluan keduniaan, maka ia akan mendapat keperluan keduniaan, dan juga siapa yang menghendaki perubahan dan perpindahan dengan alasan perempuan, mereka juga akan mendapatkannya

Perpindahan dari satu kondisi ke kondisi yang lain secara individu tidak harus merugikan diri sendiri bagi si pelaku, karena seorang teknokrat tidak harus meninggalkan keteknokratannya apabila ia ingin menjadi orang yang idealis dan bisa saja ia menjadi teknokrat yang sekaligus menjadi orang ideal, kesibukan dengan aktifitas material selalu dilakukan secara berimbang dengan prilaki ideal. Demikian juga dengan mereka yang bersikap ideal, tanpa harus meninggalkan keidealannya tetapi menambah sikap kemateriilan sehingga menjadikan diri hidup seimbang. Namun perpindahan dengan dilakukan dengan meninggalkan sikap pertama dan berpindah kepada sikap kedua, ditetapkan pada sikan yang salah, baik perpindahan teknokrat menjadi ideal dan dari idal menjadi materiial.

Karena kedua sikap yang dilakukan ini biasa dilakukan oleh mereka yang menjadi panutan baik mempunyai kedudukan sebagai pejabat atau sebagai tokoh  dalam masyarakat, maka sering sekali menggiring orang yang menjadi ikutan mereka menjadi korban. Akhirnya apa yang dilakukan oleh masyarakat atau orang banyak semuanya salah. Sebagai contoh : Para petani yang gagal panen, menurut mereka yang sudah meninggalkan masa keteknokratannya dianggap salah, karena mereka tidak melaksanakan ibadah secara benar dan lalai dengan kegiatan keduniawiannya. Padahal sebagai teknokrat ia tau bahwa kagagalan panen juga dapat dilihat dari sudut ilmu pengetahuan di samping juga sudut kedekatan dengan Tuhan. Demikian juga dengan mereka yang hasil penen berlimpah, namun tidak mendapat nilai harga jual yang mahal, ini juga menyalahkan masyarakat seolah tidak pernah dekat dengan Tuhan, padahal juga kerendahan harga dapat ditinjau dari sudut ilmu bisnis.

Inilah fenomena keberagaan dalam pemahaman sebagian orang dan selalu berjalan dari masa kemasa, sehingga menjadikan masyarakat selalu dalam posisi yang salah dengan tidak ada kejelasan mana yang benar dan siapa yang dapat dijadikan sebagai panduan. Sebenar Tuhan dalam agama kita telah menetapkan bentuk pemikiran yang baku denga menyebut bahwa kebahaian yang akan diraih adalah kebahagiaan di dunia dan diakhirat, dan dunia merupakan tempat untuk mencari bekal untuk kehidupan selanjutnya.

 

 


[*] Dosen Fakultas Syari’ah IAIN Ar-Raniry dan Pemerhati Sosial Keagamaan Masyarakat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.