Oleh: Rizal Fahmi*
KATA tokoh teringat dengan istilah tokoh perjuangan, tokoh reformis, dan tokoh pembaharuan. Berdasarkan bacaan yang dianggap tokoh ialah salah seoarang yang telah banyak memberikan kontribusi untuk dearah dari aspek kontruksi pemikiran maupun dari aspek keterlibatan dalam aktivitas sosial kemasyarakatan.
Terasa aneh ketika ada segelintir orang yang memberikan gelar namanya sebagai tokoh pulan ataupun bin pulen. Sebahagian ada orang yang sudah banyak memberikan kesadaran pencerahan maupun keterlibatannya dalam dunia sosial ia tidak berani memberikan label ataupun lakab dirinya sebagai tokoh, ini kalau kata urang Gayo petukel mubunge i diri.
Tokoh tanpa harus disebut-sebut, publiklah yang layak memberikan gelar tokoh secara kolektif. Ini menjadi ironis ketika hanya ada segelintir orang hanya duduk merapatkan agenda politik pada musim menjelang 2014 dikatakan sebagai tokoh, apakah ini memang benar-benar tokoh ataupun hanya tokoh musiman yang hanya muncul lima tahun sekali.
Ini fenomena sosial yang menarik untuk dikaji, ada gejala apa yang terjadi ditengah-tengah masyarakat kita sehingga banyak sebahagian orang ingin dikatakan dirinya tokoh walaupun tanpa berbuat nyata di masyarakat. Apakah yang dikatakan tokoh itu hanya orang yang ingin duduk di legeslatif ataupun eksekutif.
Pada hal banyak kita lihat orang-orang yang memberikan ide pembaharuan maupun orang yang telah mengabdikan dirinya terhadap umat ia tidak pernah mengatakan dirinya sebagai tokoh, misalnya saja imam kampung ia tidak pernah mengatakan dirinya sebagai tokoh atas keimaman-nya, melainkan jamaahnya yang memberikan gelar dan di anggap pantas sebagai tokoh agama, karena dia mengabdikan dirinya terhadap kepentingan umat walaupun dulunya tanpa harus dibayar.
Gejala ketokohan yang hanya sebatas label seremoni, ini hanya terkesan eklusif ataupun elit yang tidak terjangkau oleh masyarakat banyak. Sebenarnya masyarakat mengingin tokoh yang di rindukan dan mengayomi dilingkungan masyarakat. Bukan hanya tokoh yang untuk di ajak untuk memilih lima tahun sekali, setelah itu tidak ada lagi agenda pembenahan dan pemberdayaan untuk masyarakat.
Hakikatnya masyarakat hanya menginginkan yang benar-benar tokoh yang dapat di tauladani seperti Rasululah, dan banyak lagi seperti tokoh-tokoh dunia seperti Mahatma Ghandi, dengan gagasan ajaran kemanusiannya, Nelson Mandela pejuang HAM, inilah merupakan ilustrasi gambaran tokoh dunia yang telah merubah wajah dunia dengan pengabdiannya.
Sudah semestinya kita tahu siapa sebenarnya yang pantas dikatakan tokoh ataupun hanya sebatas nokoh?.(rizalfahmi111[at]yahoo.com)
* Mahasiswa Pasca Sarjana IAIN Ar-Raniry