Oleh: Yuliana Sari Lingga*
PADA dasarnya wilayah Gayo yang berada di 3 Kabupaten (Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Gayo Lues) memiliki alam yang indah dan menarik. Keindahan mempesona itu, merupakan potensi luar biasa bagi penghuninya,apalagi alam Gayo cukup lengkap–selain pinus, ada hutan luas dengan aliran sungainya.
Namun disini saya memposisikan diri sebagai orang biasa, seorang Gayo yang sedang prihatin dengan kondisi alam di daerah Aceh Tengah, sedikit dari Bener Meriah. Saya berada sebagai seorang awam yang cuma mengerti alam sebagai sumber kehidupan, dan Gayo dengan alamnya itupula yang kemudian sulit bagi saya menanggalkan kepedulian ini, dan sebenarnya para ahlilah yang patut mengkajinya.
Namun satu hal yang saya fahami,apabila bicara alam maka tidak terlepas dari bahasan ekonomi, karena alam dan ekonomi merupakan bentuk perwujudan masyarakat, dan itu pula penyebab utama negara maju seperti New Zeland pada tahun tahun 2009 pernah mengucurkan dana sebesar NZ 2,5 juta khusus untuk perawatan DAS Peusangan, terutama untuk menaikan tarap hidup masyarakat di sekitarnya. tujuannya mudah di tebak, agar masyarakat tidak merusak alam di sekitarnya.
Pada tahun 1991 pernah ada sebuah tulisan di media ini–yang bersumber dari harian Kompas mengulas, kala itu Danau Laut Tawar sudah mengalami penurunan air secara drastis hingga 2 meter, gara-garanya penebangan hutan yang tidak terkendali.
Memasuki tahun 2000 kondisinya semakin parah, karena danau kian menyusut dan membuka pantai-pantai baru, ini artinya penyusutan sangat luar biasa, dan untuk kajian spesifik ini saya berkeyakinan ada ahlinya, dan saya cuma melihat ini sebagai kabar “duka” dari Aceh Tengah, Gayo yang aku cintai.
Persoalannya kemudian, beberapa waktu lalu Danau Laut Tawar justru disebut-sebut mulai mengalami pencemaran–tidak tanggung-tanggung memang,pencemarannya berasal dari bahan kimia yang berasal dari pupuk organik masyarakat untuk kebutuhan pertanian, disamping kimia yang mengalir dari rumah Sakit Datu Beru juga.
Rentang waktu yang dilematis memang, pada tahun 1994 hasil penelitian yang dilakukan Unsyiah dan kemudian hasilnya di terbitkan dengan “Pengaruh Kegiatan Masyarakat Terhadap Ekosistem Danau Laut Tawar Di Takengon” mengagambarkan dengan jelas, kalau kegiatan masyarakat seputar danau tidak mencemari danau.
Tulisan itu menyebutkan, Penelitian itu untuk mengetahui kondisi kimiawi dan fisik serta biologi pada peranan dan sejauh mana pengaruh kegiatan masyarakat terhadap kualitas air dan ekosistem danau Laut Tawar. Sebagai sampel adalah air musim hujan dan kemarau. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan masyarakat yang berada di sekitar danau Laut Tawar belum menunjukkan adanya indikasi pencemaran terhadap ekosistem danau. Kualitas air dapat digolongkan ke dalam sumber air golongan B, bahkan beberapa parameter air dikelompokkan golongan A. Ekosistem danau masih memperlihatkan ciri-ciri danau oligotrofik atau belum tampak terjadi proses eutrofikasi.
Bagi saya peristiwa danau laut tawar sangat drastis, dan hanya dalam hitungan waktu singkat telah berubah. Barangkali, ini menjadi sebuah gambaran umum kalau lingkungan dan alam di Gayo memang bermasalah, dan harus ada pemecahannya untuk masalah tersebut.
Kalau kita tilik kembali ke Belakang, pada tahun 1990-an Takengon masih akrab dengan bau alam yang khas, yakni aroma pinus menyengat, kini itu telah hilang akibat ada penebangan pinus yang dimulai sejak masa pabrik kertas KKA yang jumlah batas pinus hidup dan tumbuh di area seluas ratusan hektar.
kembali lagi sebagai awam saya menjadilebih kuatir kalau kondisi itu terus berlanjut, karena pasti akan berdampak pada pertanian masyarakat, terutama tanaman kopi yang menjadi sumber utama pendapatan masyarakat petani, apalagi usulan tumpang sari untuk ditanmi kopi tidak tersosialisasi, bahkan terancam gagal lantaran terbentur dana. Itu kata petani. Akibatnya, tanaman kopi tidak memiliki penyangga struktur tanah, dan bisa kemudian akan terkikis.
Padahal,kondisi tanah di Aceh Tengah cukup subur sehingga tanamn kopi dan kol juga bisa dikombinasikan seperti yang terdapat di lintasan Pantan terong yang melakukan itu. Ini menjadi bukti kalau potensi Gayo sangat luar biasa, tinggal melakukan pengembangan pasar saja, dan harus memahami pemanfaatan lahan kosong.
Di Bandung, diatas tengah lahan pacuan kuda ditanami jagung dan umbian lainnya, yang hasilnya kemudian dipasarkan, dan lintasan kuda dipergunakan untuk latihan berkuda, sebuah langkah cerdas untuk pertanian yang sudah membuka pasar tersendiri, tinggal Aceh Tengah, Kapan? dan kita berharap sumber inspirasi Danau dapat dijadikan potensi daerah untuk meraup pendapatan, tentu dengan menjaganya secara baik dan tulus pula.
*Yuliana Sari Lingga adalah Pengangum Alam Gayo tinggal di Takengon