Jakarta | Lintas Gayo – Pegiat seni Gayo era 1960 hingga 1980-an, AS. Cobat beri komentar tentang seniman To’et setelah membaca berita Lintas Gayo “Gayo Beruntung Punya To’et” edisi Rabu 8 Mei 2013 lalu.
“Benar sekali, kita memang beruntung seniman To’et dilahir di dan untuk Gayo,” kata AS. Cobat, Jum’at 10 Mei 2013 di Jakarta.
Namun jika kita menghargai keberuntungan itu, Gayo akan menjadi suku bangsa yang sial, tidak menghargai jasa pendahulunya. Timpal AS. Cobat yang mengaku turut menyaksikan prosesi jenazah To’et hingga penguburan di Wih Nareh Pegasing.
“Dari amatan saya dan beberapa informasi yang saya terima, perhatian pemerintah terhadap jasa seniman sangat kurang, termasuk untuk To’et,” kata dia.
Contoh sederhananya, katanya, banyak makam tokoh Gayo sama saja dengan makam orang biasa. Tidak ada perlakuan khusus sebagai tanda penghargaan bagi yang telah berjasa terhadap Gayo.
“Makam To’et saja susah untuk dicari orang, padahal banyak yang ingin berziarah, contoh si Gol A Gong itu, nyaris gagal menemukan makam To’et di Wih Nareh, Selayaknya makam itu dipugar,” ujar AS. Cobat menyarankan.
Ditanya tentang yang diketahuinya tentang To’et, AS. Cobat mengungkapkan kelebihan To’et dalam menciptakan lagu bisa dengan spontan tanpa memikir lama dan menulisnya. Dan sepengetahunnya, To’et mulai berseni Didong sejak tahun 1941.
“Lagu ciptaannya spontan saja dan saat melagukannya sesuai dengan musik yang apa adanya seperti kaleng bekas, tepukan tangan dan lain sebagainya,” kata dia. (LG003)