Takengen|Lintas Gayo-Bantuan dari Pemerintah Aceh untuk korban gempa gayo memang sudah dianggarkan dan sudah masuk ke rekening BPBA sebesar Rp 64 Milliar lebih. Tapi untuk menyalurkan dana sebesar itu, pemerintahan Aceh juga telah “memotong”, “kue” tadi pada beberapa SKPA, diantaranya; Dinas Bina Marga Aceh Rp 721.575.000, Dinas Cipta Karya Rp 25.165.440.000, Dinas Pendidikan Rp 13.884.600.000, Dinas Sosial Rp 21.380.750.000, Dinas Kesehatan, Rp 1.840.000.000 serta Badan Penangulangan Bencana Aceh (BPBA) Rp 1.963.810.000.
Dana tadi cair dari Anggaran Pembelanjaan Biaya Aceh untuk tahun 2013 itu “mengalir” melalui surat keputusan Gebernur Aceh nomor 360/574/2013 tentang pengunaan belanja tidak terduga untuk tanggap darurat bencana alam gempa bumi di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah.
Awalnya memang tidak ada yang aneh. Namun, kini setelah ditanggani oleh SKPA dan dibelanjakan untuk kebutuhan para pengungsi di dua kabupaten di dataran tinggi tanoh gayo. Pembelanjaan SKPA seperti, Dinas Sosial Aceh yang banyak membeli kebutuhan pangan serta sandang serta anggaran untuk distribusi barang bantuan.
Dari data yang diperoleh, tersirat pengadaan sandang-pangan diduga banyak terjadi mark up, seperti pembelian syirup dengan harga satuan Rp 17 ribu, Gula Pasir Rp 19 ribu, mentega 15 kilogram dengan harga satuan Rp 54 ribu. Selain itu, pembelian kurma perkilogram Rp 25 ribu perkilogram untuk kebutuhan 2000 Kilogram serta pengadaan Agar-Agar sebanyak 7.500 kotak dengan harga satuan Rp 40 ribu.
Lain itu pembelian kebutuhan sandang, selimut tebal Rp 80 ribu/pcs untuk kebutuhan 12.000 lembar, pakaian dalam pria 5000 lusin dengan harga satuan Rp 75 ribu begitu juga kebutuhan pakaian dalam wanita 5000 lusin dengan harga satuan Rp 65 ribu.
Hasil pantauan di gudang logistic di posko induk, lapangan Sekdakab Aceh Tengah, pihak Dinas Sosial memang sudah membeli kebutuhan pangan serta sandang, namun barang kwalitas dengan harga pembelian cukup jauh berbeda, seperti selimut tebal menurut list pembelian dengan harga satuan Rp 80 ribu dengan kwalitas sangat tipis dengan mutu di bawah rata-rata. Begitu juga dengan pengadaan kurma yang dijanjikan oleh petinggi Pemerintah Aceh sebanyak 15 ton, namun sejauh ini masuk sebanyak 8 ton. “Kita menghitung barang yang masuk dalam gudang,” sebut Aldi, petugas baguan gudang.
Dalam surat yang ditandatangani oleh Jarwansah tersebut pembelian Agar-agar senilai, Rp 300 juta, untuk 7.500 kotak dengan harga satuan senilai Rp 40 ribu. Namun sayang sejauh ini pengadaan yang dimaksud belum juga tersedia dan tersebar di masyarakat pengungsi.
Kalangan pemantau di Aceh Tengah mengharapkan Lembaga Swadaya masyarakat (LSM) serta pegiat-pegiat korupsi lainya di Aceh termasuk KPK agar turun menanggani indikasi tindak pidana korupsi yang terjadi dalam pengunaan anggaran Rp 64 miliar dari Provinsi Aceh.
Salah seorang pegiat LSM, Zamzam Mubarak, mengatakan, akan segera melakukan pemantau dan pengawasan terhadap bantuan-bantuan yang datang baik dari Provinsi Aceh serta bantuan dari pihak ketiga. “Kita harus awasi bantuan provinsi, karena sejauh ini saja sudah tercium adanya indikasi KKN dalam pengunaan anggaran,” kata Zamzam Mubarak, Ketua Devisi Sosial, (22/7/2013).
Sahbuddin pegawai (kabid) Dinas Sosial Provinsi Aceh yang berada di Takengen, saat dimintai konfirmasi melalui telepon seluler mengatakan, sedang berada di lapangan. “Saya akan berangkat ke salah satu desa,” kata Sahbudin, viaSMS. Belakangan Sahbuddin saat dihubunggi beberapa wartawan memang lebih sering menghindar, tidak jelas menghindar untuk membantun masyarakat Gayo atau menghindar karena Sahbuddin memang terindikasi melakukan korupsi secara berjamaah. (Orbit/Jurnalisa)
Mudah-mudahan dana BPBA ini tidak diperuntukan untuk kepentingan pribadi dan KPK krim dong utusan kelokasi untuk memantau proses penggunaan BPBA ini supaya tepat guna dan berdaya guna.