Oleh. Anwar Sahdi, S.TP*
Burni telong merupakan salah satu ikon utama kabupaten bener meriah, sebagai salah satu dari sedikit wilayah yang memiliki gunung api didekat pusat kotanya. Keberadaan burni telong yang kokoh berdiri di hadapan kota redelong, membuat para pendiri kabupaten bener meriah menempatkan gambar burni telong sebagai latar belakang kabupaten bener meriah, secara psikologis hadirnya burni telong dalam lambang daerah memberi kesan kekokohan semangat dan eksistensi sebagai kabupaten yang tangguh, kuat dan mampu memberikan manfaat yang tidak terhingga kepada masyarakatnya.
Terlepas dari efek fisikologisnya, sekilas Burni Telong dapat digambarkan sebagai gunung api aktif strato tipe A dengan puncak tertinggi 2.624 m diatas permukaan laut, strato tipe A artinya pernah mengalami erupsi sekurang-kuarangnya satu kali setelah tahun 1600 dan merupakan gunungapi termuda yang terletak di dalam gugusan gunungapi tua di sekitarnya yang terdiri atas G. Geureudong di sebelah utara, G. Salah Nama di sebelah selatan dan G. Pepanji di sebelah timur.
Sebagaimana diketahui bahwa Gunung Burni Telong adalah gunungapi aktif yang sewaktu-waktu masih dapat meletus kembali sehingga berpotensi menimbulkan bencana bagi daerah sekeliling gunungapi tersebut. Oleh karena itu, sebagai upaya mitigasi terhadap bahaya letusan gunungapi, pada waktu lampau telah dibuat sebuah peta daerah bahaya sementara Kusumadinata (1979), yang kemudian direvisi oleh Hadisantono dan Sumpena (1996), dan gunung api ini sejak erupsi terakhir pada 1924 tidak pernah memperlihatkan gejala-gejala peningkatan kegiatan maupun berupa erupsi.
Setelah terbentuknya Kabupaten Bener Meriah, kawasan disekitar gunung api ini menjadi wilayah yang sangat pesat pertumbuhannya terutama di sisi timur yang berdekatan dengan pusat kota redelong sehingga memerlukan langkah-langkah yang tepat untuk mempersiapkan diri dari efek bencana yang mungkin dimunculkan.
Dalam beberapa catatan tentang peningkatan pemahaman masyarakat tentang pengurangan resiko bencana, terkadang terjadi penolakan-penolakan dari masyarakat disekitar kawasan gunung api, hal ini terjadi karena masih minimnya pemahaman masyarakat tentang kesiapsiagaan menghadapi bencana. Sebagian masyarakat masih beranggapan bahwa kegiatan-kegiatan kesiapsiagaan terkesan mengundang bencana yang sesungguhnya.
Hal ini menjadi salah satu dasar mengapa aktifitas mitigasi dan kesiapsiagaan tidak dapat berjalan sebagai mana yang diharapkan, hal ini harus menjadi sebuah catatan khusus bagi para pemangku kepentingan di bidang pengelolaan resiko bencana, mengingat Kabupaten Bener Meriah terletak pada jalur rangkaian gunung api sehingga kesiapsiagaan terhadap gunung api dan aktifitas kegempaan menjadi hal yang mendasar yang harus disiapkan.
langkah pemerintah kabupaten bener beriah yang telah menyusun peta kerawanan bencana gunung api, telah memberi informasi dasar dalam pengelolaan resiko bencana, namun demikian hal tesebut harus didukung dengan metode sosialisasi yang efektif den pengembangan infrastruktur yang terpadu yang didasarkan pada penguatan struktus ekonomi, sehingga masyarakat dapat memahani dan ramah dengan resiko bencana yang mungkin muncul. Penguatan struktur ekonomi masyarakat di sekitar gunung api menjadi penting dikarenakan keberadaan penduduk di sekitar gunung api lebih didasari oleh kondisi lahan yang subur sehingga masyarakat memanfaatkan lahan di sekitar gunung api untuk bercocok tanam.
Belajar dari kejadian gempa bumi Aceh Tengah dan Bener Meriah tanggal 2 Juli 2013 yang lalu, masih terjadi kepanikan yang luar biasa dan masyarakat tidak mendapatkan informasi awal yang cukup dalam menyikapi bencana yang terjadi, semoga hal ini menjadi sebuah pelajaran yang berharga bagi kita semua dalam mengelola dan menyikapi bencana yang terjadi.
Penulis *) Staf BPBD Kabupaten Bener Meriah