Oleh: Husaini Muzakir Algayoni*
Teliti sebelum membeli, perhatikan dulu calon anggota dewan yang akan dipilih… kepribadiannya, atur mainnya dalam berpolitik dan tutur katanya yang menempati janji atau tutur katanya yang manis saat berkampanye, hati-hati dengan Calon Legeslatif yang bolot yang suka bersandiwara putih ucapannya tapi hitam hatinya.
1. Untuk apa menjadi Anggota Legeslatif yang duduk di kantor terhormat tapi penuh dengan kepalsuan dan kebohongan ?
2. Apakah setelah menjadi Anggota legeslatif, mereka yang terpilih akan berjuang memperbaiki nasib rakyat atau sebaliknya berjuang untuk mengembalikan uang mereka yang telah hilang saat kampanye ?
3. Apakah mereka benar-benar bekerja atau hanya bolos dan tidur saat rapat dilaksankan ?
4. Betulkah mereka bermain dalam proyek-proyek besar sehingga uang proyek tersebut mereka curi ?
5. Atau ketika di pilih menjadi anggota dewan yang terhormat mereka menggunakan pedoman The end justified the man (tujuan menghalalkan cara) untuk bisa menjadi anggota dewan ?
6. Betulkah setelah menjadi anggota dewan mereka gunakan sebagai ladang bisnis dalam kekuasaanya ?
7. Apakah anggota Dewan itu JUJUR atau PENIPU ?
8. Mau tau apa pekerjaan anggota dewan itu, berikut adalah penggalan lagu Slank yang sempat menghebohkan dan membuat panas sebagian telinga anggota DPR hehe.
Gossip Jalanan
Mau tau gak, mafia di senayan…!
Kerjaanya tukan bikin peraturan…!
Bikin UUD!… Ujung-Ujungnya Duit…!
9. Apakah anggota dewan terhormat itu adalah orang yang terhormat, tahukah anda bahwa terhormat itu adalah orang yang menghormati orang lain. Orang yang baik akan dibalas dengan kebaikan jika orang jahat maka akan dibalas juga dengan kejahatan.
10. Dan yang terkhir dari pernyataan saya ini adalah bahwa anggota dewan itu adalah orang-orang penting kawan, maka apakah mereka tahu bahwa mereka orang penting atau tidak tahu sama sekali bahwa mereka orang penting. Jika mereka belum tahu maka mari kita sadarkan bahwa mereka adalah orang-orang penting karena mereka adalah wakil rakyat yang terhormat.
Dari beberapa pernyataan di atas telah terkuak dan diketahi oleh khalayak ramai bahwa anggota dewan itu hanyalah pembohong besar, penipu dan politisi yang tidak beretika hanya sebagian kecil dari anggota dewan tersebut memenuhi amanahnya sebagai wakil rakyat dan itulah orang yang terbaik di antara orang-orang yang baik… kan anggota dewan itu semuanya orang-orang baik, orang-orang pintar ya kan ?
Ini bisa kita lihat dengan mata kepala kita sendiri, bahwa kinerja anggota dewan itu hanyalah mementingkan kelompoknya masing-masing, korupsi dimana-mana, di cap sebagai penipu rakyat dan kepercayaan rakyat terhadap anggota dewan sirna sudah atas ulah mereka sendiri.
Dalam berbagai survey yang dilakukan oleh LSI dan INES terhadap anggota dewan bahwa hasil dari survey terebut sangat menyayat hati dan merupakan jeritan hati dari rakyat karena pemimpinya tukang bohong dan tidak ada lagi kebanggaan terhadap anggota dewan tersebut.
Hasil survey yang dilakukan LSI dan ANES sebagai berikut:
1. Anggota DPR di cap tukang bohong
Hidayatullah.com–Kepercayaan masyarakat terhadap wakil rakyat alias anggota DPR sepertinya sulit untuk dipulihkan. Bahkan, para anggota DPR dicap menjadi tukang bohong atau tidak jujur.
Hal itu merupakan salah satu kesimpulan dari hasil survei yang dilakukan Indonesia Network Election Survey (INES). Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada 16 Agustus 2013 hingga 30 Agustus 2013 ini, sebanyak 89,3 persen responden menyatakan bahwa anggota DPR RI saat ini tukang bohong dan tidak jujur. Selain itu, sebanyak 87,3 persen responden menyatakan anggota DPR RI menjadi pelaku korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
“Ini tergambar dalam temuan survei dan fakta bahwa banyak anggota DPR RI yang tertangkap KPK serta menjadi calo anggaran,” ujar Direktur Eksekutif INES, Irwan Suhanto di Taman Ismail Marzuki (TIM), Cikini, Jakarta Pusat, Kamis (05/09/2013), dikutipSindonews.com.
2. Orang tua ogah anaknya jadi anggota dewan
Dari hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) yang dipaparkan oleh peneliti LSI Rully Akbar, di Kantor LSI di Jakarta, Minggu (18/11/2012). Survei digelar pada 12-15 November 2012 melibatkan 1.200 responden yang ditentukan melalui multistage random sampling. Adapun, tingkat kesalahannya plus minus 2,9%.
Bagaimana hasilnya? Sekitar 56,43% responden menolak keinginan anaknya menjadi anggota Dewan di Pemilu 2014. Hanya 37,62 persen orangtua yang ingin anaknya duduk di parlemen dan 5,95 persen menjawab tidak tahu.
Ketika ditanya apakah responden tertarik menjadi calon legislatif dalam Pemilu 2014? Sebanyak 54,02% menolak, 38,37% tertarik dipilih menjadi legislator dan 6,71% menjawab tidak tahu.
3. Politisi semakin tidak dipercaya oleh publik
Tingkat kepercayaan publik terhadap moral politisi makin merosot. Hasil jajak pendapat Lingkaran Survei Indonesia (LSI) terhadap komitmen moral politisi mencapai 34,6% pada 2005, hasil survei pada 2009 merosot ke 39,6% dan ketidakpercayaan publik terhadap elit politik makin memuncak menjadi 51,5% pada 2013.
“Kini tingkat ketidakpercayaan publik terhadap komitmen moral para politisi makin memuncak menjadi 51,5%. Artinya, jika dibanding survei delapan tahun lalu, mereka yang tidak percaya dengan komitmen moral politisi meningkat kurang lebih 17%,” kata peneliti LSI Ruly Akbar pada paparan hasil survei LSI di Jakarta, Minggu (7/7).
Ini hasil survey yang dilakukan oleh LSI dan INES terhadap anggota dewan, semoga kita membuka mata kita, mendengar telinga kita, meraba dengan tangan kita dan merasakan dengan hati kita siapaka anggota dewan yang tepat dan bisa bertanggung jawab terhadap amanah yang dipegangnya.
Akhir kata dari tulisan saya ini, ada sebuah ungkapan dari Abraham Lincoln ini mungkin tepatnya ditujukan untuk anggota dewan dan para calon anggota legeslatif ..
Sekali kau mengkhianati kepercayaan saudara-saudara sebangsamu, kau tak akan pernah lagi bisa mendapat rasa hortmat dan rasa percaya mereka . mungkin kau bisa mendustai semua orang sekali waktu; bahkan kau bisa mendustai beberapa orang setiap waktu; tapi kau tak bisa mendustai semua orang setiap waktu.
*Penulis: ( Kompasianer dan Kolumnis Lintas Gayo)