Oleh : Ghazali Abbas Adan*
Kembali gerombolan fasis mempertontonkan arogansi dan brutalitasnya. Kali ini korbannya adalah Satpol PP dan Panwaslu di Lhokseumawe ketika menjalankan tugas konstitusionalnya menertibkan atribut partai politik yang dipasang tidak sesuai peraturan dan perundang-undangan berkaitan dengan pemilu legislatif (Rakyat Aceh,15/11/2013).
Saya memastikan arogansi dan brutalitas gerombolan fasis yang kembali diulang itu karena selama ini mereka merasa kebal hukum dan berada di ATAS hukum. Betapa tidak, setiap kali mempertontonkan perilaku primitif jahilyah demikian itu atas nama penyelesaian kekeluargaan, hukum tidak ditegakkan, sehingg mereka semakin besar kepala.
Harus diingat, itu bukanlah delik aduan, dan dengan kasus demikian sejatinya aparat penegak hukum tanpa laporan korban sekalipun otomatis wajib pro-aktif para bedebah itu diproses sesuai dengan hukum.
Demi memelihara perdamaian Aceh, tegaknya hak asasi manusia, demokrasi dan supremasi hukum gerombolan fasis zhalim itu harus dilawan, dan cara menunjukkan perlawanan bukan kembali menempuh cara-cara brutal ala mereka, tamsil seseorang digigit anjing gila, jangan serta merta menggigit kembali anjing itu. Kalau demikian sama gilanya dengan anjing itu, tetapi terhadap brutalitas fasisme, dengan sungguh-sungguh, konsekuen, berani, tegas, transparan dan tanpa pandang bulu memproses secara hukum.
Apapila kasus barbarian kali ini yang korbannya Satpol PP dan Panwaslu ketika menjalankan tugas konstitusionalnya untuk mewujudkan pemilu demokratis dan beradab di Aceh tidak diproses secara hukum, saya dapat memastikan kasus demikian akan terus diulang selama proses pemilu mendatang. Dengan demikian dapat dipastikan pemilu tidak berlangsung demokratis dan beradab, serta akan melahirkan anggota parlemen di Aceh yang sesuai dengan selera kaum fasis itu. Dengan demikian, juga tidak dapat dibayangkan masa depan rakyat Aceh akan semakin suram. Na’uudzubillaahi mindzaalik.
Salah seorang rakyat Aceh anti fasisme*