Takengen | Lintas Gayo : Pernyataan tersebut diatas diungkapkan oleh Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Banda Aceh, Muhammad Yusni, SH, MH yang didampingi oleh Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Takengon dan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Simpang Tiga Redelong, dalam sela-sela pertemuan dengan Elemen Sipil, Akademisi dan Mahasiswa Aceh Tengah, Rabu malam (25/5) di lobby Hotel Renggali Takengon.
Pertemuan tersebut sebenarnya diluar agenda yang dijadwalkan, namun pihak Kajati memberi respon baik terhadap masukan elemen sipil yang terdiri Akademisi Universitas Gajah Putih, LSM Jang-Ko, LSM LansKap, LBH Banda Aceh Pos Takengon, LSM Mantap, Mahasiswa Universitas Gajah Putih dan Masyarakat Sipil.
“Saya menyadari bahwa masih banyak masyarakat yang masih tidak puas dengan kinerja Kejaksaan, saya suka dikritik daripada disanjung-sanjung tapi kerjanya Nol, karena kritikan itu merupakan modal untuk melakukan pembenahan”, begitu ungkapan Kajati Aceh.
Pertemuan tersebut membicarakan tentang berbagai persoalan hukum yang mencuat di dua kabupaten di dataran tinggi Gayo, lebih-lebih dalam menghadapi Pemilukada dengan adanya tindakan-tindakan yang berkembang di tengah masyarakat terkait adanya dugaan-dugaan money politik.
“Hal tersebut merupakan tindakan pelanggaran hukum yang tidak bisa dibiarkan, mengapa itu bisa terjadi karena masyarakat kita sebagaian ada yang tidak mengetahui, makanya mari kita sama-sama memberi pengarahan kepada masyarakat untuk memberikan penyadaran hukum, dan jika diperlukan undang pihak Kejaksaan untuk ikut terjun juga memberi pengarahan hukum kepada masyarakat”, tegas Kajati Aceh. Seraya menambahkan bahwasanya penyuluhan hukum dimasyarakat merupakan salah satu program juga dari institusi Kejaksaan.
Selanjutnya, ketika di singgung soal Supremasi Hukum di Aceh Tengah dan Bener Meriah kepada Kajati Aceh, yakni selama ini penegakkan hukum di tingkat Kejaksaan Negeri cenderung kurang optimal dalam menjalankan tugasnya, bahkan ada kecenderungan beberapa kasus terindikasi di tenggelamkan yang mana berdasarkan kasus-kasus korupsi yang minim sekali sampai naik ke Pengadilan, sehingga hal ini bisa mengurangi kepercaan publik terhadap Kejaksaan Negeri.
Atas hal tersebut Kajati Aceh berharap, perlunya dijalin komunikasi yang baik antara Kejaksaan, LSM, Media dan Mahasiswa, karena selama ini banyak membantu kami pihak Kajati Aceh lebih-lebih dalam penanganan kasus-kasus korupsi. Karena kasus korupsi itu rumit dalam hal pembuktiannya, dan penanganan kasus korupsi itu bukan hanya kewenangan pihak kejaksaan, namun ada juga institusi lain yang berwenang seperti Kepolisian.
Ketika disinggung masalah keperdataan, yang mana Aceh Tengah dan Bener Meriah sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan infrastruktur sehingga sering terjadi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah setempat terhadap hak-hak masyarakat, hal ini pihak Kajati selama ini juga menjalin hubungan dengan pemerintah sebagai unsur muspida untuk memberikan masukan-masukan hukum terkait persoalan-persoalan yang berkembang di masyarakat, sekaligus Kejaksaan juga mempunyai kewenangan sebagai Pengacara Negara dalam hal perkara-perkara perdata.
Sebelum pertemuan berakhir, dari elemen sipil yang selama ini intens melakukan pemantauan peradilan menjelaskan bahwasanya dalam persidangan seringkali yang menjadi kendala jalannya persidangan yakni terkait Surat Tuntutan yang harus ada izin dari pihak Kajati, hal ini Kajati menanggapi bahwasanya hal tersebut bukan izin sebenarnya tetapi koordinasi, dalam hal ini pihak Kajari sebenarnya diberikan wewenang penuh dalam melakukan penuntutan terhadap Terdakwa dan tidak harus koordinasi dengan pihak Kejaksaan Tinggi, namun harus bisa dipertanggung jawabkan.(*)